Lyra tidak pernah menduga, bahwa kehidupannya yang bahagia bisa sangat hancur dalam waktu satu hari. Terlebih yang menghancurkannya adalah orang-orang yang awalnya Lyra kira tidak akan menyakitinya.
Papa, Mama, dan Lee Jeno.
Harinya menjadi semakin buruk sekarang.
Pernikahan Ayahnya, bertemu Ibunya, dan sekarang bertengkar dengan Jeno. Kenapa lagi-lagi harus terjadi dalam waktu sehari??
Kenapa hidup tidak pernah mau berjalan sesuai dengan keinginannya?
Kenapa Tuhan bersikap jahat padanya?
Apa Lyra punya salah?
Apa dia tidak berhak bahagia?
Apa Tuhan benci padanya?
Apa seharusnya dia mati saja sekarang?
Lyra terus bertanya-tanya dalam hati, pertanyaan yang sampai hari ini tidak kunjung jua ia dapatkan.
Mungkin benar perkiraannya selama ini, ia memang tidak pantas bahagia.
Ponsel yang ia letakkan di atas nakas menyala, ada panggilan masuk dari Jeno yang sengaja tidak Lyra jawab. Seharusnya saat itu dia tidak perlu memberikan kontaknya pada Jeno, Lyra menyesal.
Karena tidak kunjung dijawab, Jeno berakhir mengiriminya pesan yang masih bisa Lyra lihat notifikasinya di layar ponsel.
From: Lee Jeno
Gue mau bicara, tolong bukain pintunyaTentu saja, tidak Lyra balas. Dia sedang tidak ingin bicara dengan siapapun, terlebih dengan pemuda itu. Lyra bahkan mengabaikan Jisung tadi saat di ruang tengah, anak itu kelihatan khawatir sekali saat melihat wajahnya basah karena kebanyakan menangis. Namun memilih untuk tidak memaksa masuk saat Lyra menutup pintu kamarnya dengan debuman keras.
From: Lee Jeno
Ra, please keluarLyra tertawa sinis, setetes air matanya kembali jatuh.
Lee Jeno
Setiap kali ia melihat wajahnya, maka otomatis Lyra akan kembali teringat kejadian perselingkuhan yang dilakukan Jeno juga kedua orang tuanya. Memori yang sebisa mungkin ia coba lupakan namun terus gagal karena pemuda Lee itu terus saja muncul di hadapannya.
Lyra ingin hidup normal, ia ingin berdamai dengan masa lalunya dan melupakan semua yang telah terjadi. Namun kehadiran Lee Jeno selalu memicu kenangan paling buruk di memori kepalanya itu.
Sungguh Lyra sangat membenci Lee Jeno, Ayah, Ibu, bahkan dirinya sendiri. Hidupnya tidak pernah bahagia semenjak kejadian tiga tahun lalu.
Lyra menggeser sedikit tubuhnya ke pinggiran kasur, tangannya menggapai laci nakas di bagian paling atas lalu mengeluarkan botol obat darisana.
Disaat seperti ini Lyra hanya ingin tidur, melupakan semua yang telah terjadi dan menganggapnya hanya sekedar mimpi. Maka diambilnya obat tidur yang hampir enam bulan ini nyaris tidak pernah ia sentuh lagi, mengambil tiga butir sekaligus lalu meminumnya dengan air yang selalu ia letakkan di atas nakas.
Setelah ini Lyra harap dia akan jatuh tertidur, kalau perlu tidak pernah terbangun lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Son From The Future ✓ [SUDAH TERBIT]
Fanfic[TELAH DITERBITKAN OLEH PENERBIT OLYMPUS - SEBAGIAN PART DIUNPUBLISH UNTUK KEPENTINGAN PENERBITAN] Apa jadinya jika kamu yang baru menginjak usia 20 tahun justru sudah memiliki anak berumur 15 tahun? Aneh? Tentu saja, terlebih saat dia mengaku anakm...