Pagi ini, Lyra ada kelas pagi sekaligus presentasi. Jadi sekitar jam delapan dia sudah bersiap dan sedang menikmati sarapan egg toast-nya yang dia buat sendiri.
Jisung belum bangun tidur tapi Lyra sudah membuat sticky notes yang sengaja ia tempel di depan pintu kamarnya agar nanti saat bangun, anak itu tidak akan panik mendapati Lyra sudah tidak ada lagi di apartemen. Gadis itu juga meninggalkan sarapan untuk Jisung di atas meja agar anak itu tidak kelaparan saat dia tidak ada.
Lihat, Lyra benar-benar sudah seperti ibu yang baik bukan?
Arloji di pergelangan tangan menjadi fokus Lyra sekarang, delapan menit lagi bis yang biasa ia tumpangi akan sampai di halte. Jadi Lyra harus buru-buru menyelesaikan sarapannya kalau tidak mau ketinggalan bis dan harus menunggu lagi sekitar lima belas menit kemudian.
Sebenarnya bisa saja kalau ia memilih untuk berjalan kaki ke kampus, jaraknya tidak seberapa jauh tapi kalau jalan kaki ya lumayan capek juga. Makanya Lyra lebih memilih untuk naik bis. Selain untuk menghemat tenaga, dia juga bisa memangkas waktu karena tentu saja akan sampai lebih cepat dibanding kalau berjalan kaki.
Lyra meremat tali tasnya di bahu kiri, sedikit berlari karena di jarak yang tidak seberapa jauh, bis yang ia tunggu sudah hampir sampai di halte. Untunglah ia tidak sampai terlambat, bis itu berhenti tepat saat Lyra sampai disana. Langsung saja ia masuk lalu memilih tempat yang kosong di dekat jendela setelah sebelumnya membayar dengan e-money.
Hanya butuh waktu lima belas menit bis yang ia tumpangi sampai juga di halte kampus, Lyra kembali memakai tasnya dan memastikan barang yang ia bawa seperti laptop dan tugas presentasinya tidak ada yang ketinggalan. Setelah itu barulah dia turun dan masih harus berjalan beberapa meter lagi untuk sampai di gedung departemen-nya.
"Kim Lyra?"
Mata gadis itu membulat mendapati laki-laki yang ia coba hindari selama ini justru tengah berada di lobby departemennya, pemuda itu berjalan menghampiri disertai senyuman manis yang membuat Lyra muak melihatnya.
"Apa kabar?"
"Ngapain lo disini?!" Balasnya ketus.
Pemuda itu masih tersenyum hingga matanya membentuk lengkungan bulan sabit yang indah, tapi tentu saja tidak mampu membuat Lyra terkesan.
"Udah lama gue nggak nyapa lo kayak gini, masih marah ya?"
"Masih perlu ditanya?"
Helaan napas berat keluar dari sela bibir si pemuda, sudah menduga kalau reaksi Lyra akan sedingin itu padanya.
"Mau sampai kapan lo benci sama gue?""Sampai lo enyah dari muka bumi ini"
Lyra memberi tatapan tajam padanya sebelum pergi menaiki anak tangga menuju kelas, meninggalkan pemuda tampan dengan senyum manis yang kini menatap punggungnya dengan penuh rasa penyesalan.
Pemuda itu, Lee Jeno.
Cinta pertama, pacar pertama, sekaligus patah hati pertama Kim Lyra.
Mereka dulunya teman satu sekolah. Awal mula kenal karena pernah ikut olimpiade tingkat nasional bareng saat duduk di kelas sebelas, karena lumayan sering bertemu dan belajar bersama benih-benih cinta itupun mulai tumbuh.
Lyra bukanlah seorang gadis yang mudah jatuh cinta pada laki-laki, namun sekalinya jatuh cinta dia akan memberikan hatinya secara penuh pada laki-laki beruntung itu. Namun sayang, di enam bulan hubungan mereka berjalan Jeno justru menselingkuhinya dengan teman dekat Lyra sendiri.
Lyra merasa sakit hati dan mulai saat itulah dia membenci seorang Lee Jeno, menurutnya Jeno tidak pantas mendapat permaafan darinya. Pemuda Lee itu sudah kelewatan dan apapun usahanya untuk meminta maaf, Lyra tidak akan peduli kecuali Jeno mau pergi dan tidak akan pernah muncul lagi di depan matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Son From The Future ✓ [SUDAH TERBIT]
Fiksi Penggemar[TELAH DITERBITKAN OLEH PENERBIT OLYMPUS - SEBAGIAN PART DIUNPUBLISH UNTUK KEPENTINGAN PENERBITAN] Apa jadinya jika kamu yang baru menginjak usia 20 tahun justru sudah memiliki anak berumur 15 tahun? Aneh? Tentu saja, terlebih saat dia mengaku anakm...