"ASTAGHFIRULLAH," kejut Ara begitu berbalik mendapati sosok berjaket jeans dengan senyum menyebalkannya bertengger pada gerbang sekolah.
Kenzo terkekeh melihat ekpresi terkejut Ara. Dia bukan tipe ketua gengster yang sok cool. Kenzo itu, lebih suka bebas berekspresi tapi tetap menunjukkan sikap kepemimpinannya.
"Bentar lagi sekolah tutup," kata Kenzo melihat jam tangannya. Sudah hampir pukul enam petang.
"Udah tau," sahut Ara cuek.
"Mau bareng?" tawar Kenzo. Bukan modus, ia hanya tak tega meninggalkan perempuan sendiri sementara hari sudah menjelang malam.
"Ah, makasih. Gue nunggu jemputan aja," tolak Ara sopan. Padahal orang tuanya barusan mengabari jika tidak bisa menjemput.
"Kayaknya lo gak bakal dijemput."
"Kata siapa? Ini udah dijalan kok." Ara beralibi.
"Oh, udah dijalan." Kenzo mangut-mangut. Melirik ponsel di genggaman Ara. "Hp lo ajaib ya. Mati gitu tapi bisa nerima pesan."
Ara nampak salah tingkah. Ia membuang muka sambil menyembunyikan ponselnya. Ketahuan kan, bohongnya.
"Jadi, gak mau bareng?" tawar Kenzo lagi. Ara tetap menggeleng.
"Oke. Hati-hati ya. Denger-denger sekolah angker, apalagi kalau maghrib gini," bisik Kenzo lalu berbalik hendak pergi.
Ara mengetuk-etukkan ujung sepatunya ke aspal. Nampak berpikir. "Tunggu-tunggu."
Langkah Kenzo terhenti. Ia menyunggingkan senyum miring.
"Emang kalo...kalo bareng gak ngerepotin?" tanya Ara menggigit bibirnya. Ia tidak ingin pulang bareng anak geng. Tapi ia lebih tidak ingin bertemu dengan makhluk halus.
"Tadi gak mau," goda Kenzo dengan mimik menyebalkan.
Bego! Ara merutuk dalam hati. Harusnya Ara tak perlu bertanya seperti itu. Tadi ia yang menolak, sekarang ia pula yang meminta.
"Ya-yaudah kalo gak ikhlas yang ngajak. Gak usah nawarin. Gue juga bisa pulang sendiri," omel Ara berbalik membelakangi Kenzo.
Tidak ada jawaban lagi setelah itu. Ekor mata Ara melirik ke belakang. Cowok itu sudah menghilang. Ara berdecak, untuk apa pula ia berharap Kenzo kembali dan berbaik hati mengantarnya sampai rumah.
"Ayo!" ajak seseorang sudah duduk diatas motor sport birunya, sambil menenteng helm di tangan kirinya.
Ara melongo. Masih tak percaya, Kenzo benar-benar kembali.
"Jadi bareng enggak?" tanyanya membuyarkan lamunan Ara.
"Tapi-"
"Buruan. Gue gak mau liat dedemit sekolah ini," desak Kenzo berlagak ngeri melihat bangunan sekolah yang menjulang tinggi dengan penerangan yang temaram.
Tanpa pikir panjang, Ara segera naik ke boncengan Kenzo. Cowok itu tersenyum kecil, lalu memberikan helm full-face yang pas di kepala Ara.
"Tenang aja. Bukan punya pacar gue. Itu helm punya Raya," ujar Kenzo menjawab kernyitan bingung Ara.
Punya Raya, ya.
Ara mengangkat bahu tak ingin berpikiran aneh-aneh. Ia segera memakai helm tersebut.
➖➖➖
Sepanjang perjalanan hanya canggung mengisi. Ara tidak tahu harus memulai obrolan dari mana. Ara masih tidak menyangka ia sedang di bonceng ketua geng yang paling disegani di sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
The King Demos [ON GOING]
Teen FictionAda banyak hal yang harus Kenzo lindungi dalam hidupnya. Keluarga. Demos. Sahabat. Pacar. Apa yang sudah ia miliki harus dijaga. Karena diluar sana beberapa orang berlomba merebut kebahagiaan. Kenzo Danuarta Alatas. Laki-laki ramah dan baik hati. Ke...