2.| Tujuh Demos

868 45 8
                                    

DETIK-detik menjelang bel adalah saat gerbang dan parkiran sekolah sedang ramai-ramainya. Di samping parkiran guru, terdapat lahan kosong yang cukup untuk menampung dua puluhan kendaraan bermotor maupun mobil. Tidak ada tanda kepemilikan di sekitar yang melarang sembarangan orang untuk tidak memarkirkan kendaraan di sana, tapi siapapun tahu kalau lahan itu adalah daerah kekuasaan komplotan anak-anak yang di cap buruk selama bersekolah di SMA Pancawala.

Bunyi klakson dan deru kendaraan menggema memasuki gerbang sekolah. Mengisyaratkan para murid yang sedang lewat agar memberi jalan untuk mereka.

Segerombolan murid yang terkenal dengan ciri khas; lambang serigala putih mengaum melekat pada atribut yang mereka kenakan. Aura mereka penuh ke misteriusan, keangkuhan, dan membuat banyak orang penasaran. Pasukan itu memarkirkan kendaraan mereka pada lahan parkir yang ada disamping parkiran guru.

Ketika yang lain dengan tertib memarkirkan kendaraan mereka masing-masing, dua orang paling depan saling berebut tempat. Si pengendara vespa hitam bermodif dan si pengendara motor matic merah.

“Minggir, oneng. Gue duluan yang dateng!” seru Kaemon membunyikan klakson motor matic milik Carlo, pemiliknya lebih memilih membonceng pagi ini.

“Enak aja. Lo yang awas. Setiap hari gue parkir disini.” Pengendara vespa itu menyolot. Melepas kacamata hitam yang membingkai sorot mata hazel itu.

“Eh, emang ini parkiran punya bapak lo. Bukan kan? Jadi gak masalah dong kalo gue pengen parkir disini,” balas Kaemon.

“Wah, pagi-pagi ngajak ribut lo.” Aaron turun dari motornya.

Kaemon tak mau kalah, ia pun ikut turun dari motor Carlo. “Apa? Lo pikir gue takut. Ayo sini, lawan!”

“Maju lo!”

“Lo dulu lah, situ yang ngajak.”

“Taik, lo, Mon. Belum pernah minum jus cabe ya lo.”

Teman-temannya melihat itu menghela nafas jengah. Namun ada pula yang justru merasa terhibur dengan tingkah dua anggota mereka, Aaron dan Kaemon.

“Emang belum. Ngapa, mau beliin?” sahut Kaemon.

“Gue beliin pulang sekolah, harus lo minum habis biar mulut lo monyong gak bisa bacot,” cerca Aaron penuh emosi. Ia tidak terima tempat parkir favoritnya direbut Kaemon.

TIIN TIIN

Motor ninja biru gelap menerobos diantara Aaron dan Kaemon yang sedang terlibat pertengkaran panas. Seenaknya parkir di tempat yang dua orang itu perebutkan. Aaron dan Kaemon melongo, keduanya saling berpandangan. Sang pengendara motor ninja itu turun dari motor seraya melepas helm full face-nya. Diikuti seorang gadis di boncengannya.

“Ken,” geram Kaemon.

“Apa?!” sentaknya.

Nyali Kaemon seketika menciut. Ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, celingukan mencari Aaron yang ternyata sudah lebih dulu memarkirkan motornya di tempat yang masih kosong. Lalu di tatapnya lagi pria berompi jeans dengan lambang serigala dibagian punggung.

“Buruan parkirin motor gue!” ketus Carlo yang sedari tadi mencoba sabar menunggu di atas motornya.

“Untung temen,” gumam Kaemon entah di layangkan untuk Carlo ataupun Kenzo. Ia memilih mengalah dengan memarkirkan motornya di sebelah Aaron.

“Mampus, mangkanya jangan belagu.” Aaron mengejek.

“Lo yang mulai, bangsat.”

“Berisik ah, ayo masuk.” Raya, si perempuan yang tadi diboncengan Kenzo--menyela. Menghentikan perdebatan keduanya.

The King Demos [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang