1

8.8K 222 10
                                    


Mohon maaf jika ada kesamaan nama tokoh, alur, atau kejadian yang sekiranya sama tapi ini real cerita saya sendiri dan jangan lupa slalu meninggalkan jejak.


Ketika semesta bekerja, kita hanya perlu berdoa agar kita berada di lindungan-nya.

Nayna Devi Arsila. Nama yang cantik seperti orangnya. Menduduki kelas akhir di SMA Semesta menjadi perkara yang sulit menurutnya. Bagaimana tidak, siap tidak siap aku harus dihadapkan dengan tumpukan buku les, soal-soal ujian tahun kemarin, dan masih banyak lagi tumpukan kertas-kertas yang membuatnya pusing dan menumpuk dimeja belajar.

Membaringkan dan mengistirahatkan tubuh di kasur lalu membaca doa mata Nayna mulai terpejam dan menunggunggu pagi datang.

***

Jika ditanya sebal atau tidak, maka Nayna akan menjawab sangat sebal. Bagaimana tidak? Semalaman berkutat dengan buku dan lembaran soal membuat otaknya mulas dan sampai sekolah jawaban yang telah dia isi di copy  oleh teman-temannya, hey tidakkah kalian pikir itu mudah? Tapi tak apalah anggap saja aku sedang sedekah jariyah.

Duduk di kursi nomor empat dekat dinding membuatnya bersyukur karna jarang ditunjuk guru untuk maju, Nayna juga bisa bersandar dengan tembok dingin sekolahnya ini. Iya dingin kek sikap kamu ke aku. Canda dingin.

Suara teriakan menggema seisi kelas, bagaimana tidak? Sisil teman sebangku Nayna datang, bukannya mengucapkan salam dia lebih memilih opsi teriakan meminta jawabanku yang entah kemana hilangnya.

"Nay, ntar gue nyontek yang matematika yah," itu bukan pertanyaan tapi itu pernyataan yang diucapkan sisil dengan cengiran yang kubalas dengusan.

Bel masuk sudah berbunyi, dan entah sulap atau sihir, jawaban milik Nayna sudah di meja miliknya. Tak ada ucapan terikasih kah? Sudahlah.

"Anak-anak, besok diwajibkan memakai pakaian olahraga dikarenakan besok sekolah kita akan menjadi tuan rumah acara basket dan futsal selama dua hari, jadi besok dan lusa tidak ada KBM namun tetap membawa buku sesuai jadwal, terimakasih ibu tinggal dulu selamat siang," ucapan Bu Mela membuat semua siswa di kelas bernafas lega, selain menjadi guru Fisika dia juga menjabat sebagai wali kelas XI IPA II.

"Siang Buuuu..!!!!" ucapan serempak dari siswa. Nayna menghela nafas ketika Sisil dengan seenaknya menarik tangan miliknya menuju kantin, percayalah dia tengah malas untuk ke kantin, selain ramai Nayna juga tak suka karena banyak pria yang menongkrong tidak jelas membuatku risih.

"Nggapapa Nay, masa udah kelas dua belas masih aja ngurung dikelas, kita tuh mau lulus puas-puasin tuh mandeng siswa-siswi angkatan kita," ucapan Sisil membuatku terdiam kaku. Benar memang, selama sekolah aku merupakan gadis yang tidak suka berbaur tidak seperti Sisil. Aku menundukkan kepalaku lalu mengganggukkan kepala.

Menjadi salah satu siswi yang mengenakkan hijab di sekolah tidaklah mudah, karena banyak siswa-siswi yang mengejek dan mencemooh mereka yang menggunakan hijab, bukannya sok alim tapi entah kenapa hati Nayna terketuk untuk menutup aurat walaupun kelakuanku belum sepenuhnya benar, namun Nayna mencoba menjalankan kewajiban yang menuruhku harus diterapkan satu persatu. Jika kalian tanya Sisil berhijab atau tidak? Maka jawabnnya tidak, karena Nayna dan Sisil berbeda keyakinan. Namun, tetap berteman dengan baik hingga sekarang, indah bukan perbedaan kami?.

Menyusuri koridor setelah membeli beberapa snack ringan dan minuman dingin, aku dan Sisil segera menuju kelas bukan karena apa, tapi aku malas mendapat tatapan tak suka dari penghuni kantin.

Ini serus bukan? Asli bukan? Bel pulang sekolah berbunyi saat Nayna dan Sisil sampai kelas membuat suasana sekolah gaduh dan ricuh. Nayma bersyukur setidaknya dia masih memiliki waktu banyak untuk istirahat dan kembali menyicil soal-soal yang menumpuk dimeja belajar.

Menuju gerbang dan menaiki angkutan umum yang sudah mulai penuh, Nayna duduk didekat pintu, alasnnya karena bisa dapat angin.

***

"Assalamualaikum," mengucapkan salam tapi tak ada yang menjawab itu wajar, kenapa? Ya karena ayah pasti sedang mengajar disalah satu SMP yang ada di Desa ini, sedangkan ibu? Dia pasti di ladang, sedangkan adik-adikku pasti masih sekolah. Jika kalian tanya kenapa Nayna bisa membuka pintu? Maka jawabnnya setiap anggota rumah sudah memiliki kunci cadangan masing-masing. Cerita sedikit, ayah Nayna adalah seorang guru SMP sedangkan ibu Nayna selalu bercocok tanam diladang, adiknya yang ke satu bernama Nikko Saputra kelas satu SMK dan yang kedua Dia mondok disalah satu pesantren di kota, jadi dapat disimpulkan bagaimana keluarga kami.

Memasukki kamar, mengganti baju dan merebahkan tubuh yang lelah adalah pilihanku sekarang.

***

"Kak!  Kak!" Ketukan pintu membuatku terbangun, setelah melihat jam aku dikagetkan karena sudah pukul dua lebih segera bangkit dan sholat dzuhur. Aku turun karena panggilan Nikko tadi.

"Maaf ya dek, kaka baru keluar soalnya tadi kaka sholat dulu, kamu udah sholat?" Tanya Nayna yang dijawab anggukkan oleh Nikko.

"Kak, kakak punya uang ngga?" pertanyaan Nikko membuat Nayna mengernyitkan dahi.

"Emang kenapa de? Mau beli sesuatu?" Pertanyaan Nayna dijawab gelengan.

"Em... Tadi pagi ayah kasih uang buat bayar SPP tadi adek pake, buat nolong nenek-nenek yang ketabrak motor dijalan, tadi juga Nikko bolos buat jagain nenek tadi dipuskesmas," jawaban Nikko membuat Nyan kaget namun juga tersenyum.

"Kamu ngga boong kan dek?" tanya Nayna memastikan.

"Ya Allah, nggak kak. Rencananya Nikko mau pinjem uang buat bayar SPP, nanti Nikko ganti ko ka, beneran," ucapnya. Nayna meninggalkan Nikko dan menuju kamar untuk mengambil uang simpanannya.

"Ini, bayarin yah," ucapku sambil memberikan uang kepadanya.

"Makasih kak, nanti Nikko ganti ko tenang aja," ucap Nikko yang  Nayna jawab senyuman.

***

"Dev, harusnya kita ngga usah ikut lagi lomba-lomba, lo tau kan kita udah kelas akhir?" Ucap salah satu siswa.

"Dan lo juga tau junior kita gaada yang becus," jawabnya.

Devan Agra Handoko. Pria tampan dengan rahang tegas itu masih mempersiapkan untuk pertandingan besok, heran saja kenapa harus lomba di SMA yang jauh dari kota, sial.

"Yang dibilang Devan bener Dit," suara Reno mengggitrupsi saran dari Adit tadi hingga Adit hanya bisa bernafas pasrah, lagipula ada benarnya juga pikirnya.

"Udah siap, buruan siapin mobil sama telfon Pak Danu kalo kita mau berangkat menuju lokasi" ucapaan Devan mengintrupsi seluruh anggota.

Menaiki mobil dan menuju ketempat, Devan dibuatpusing oleh tiga temannya, bagamana tidak? Dari tadi mereka ribut untuk berebut kursi depan di sebelah Devan yang alhasil dimenangkan oleh Satria, seperti anak-anak saja. Cerita sidikit Adit, Reno dan Satria merupakan teman Devan sejak SMP diantara mereka Devanlah yang bisa dikatakan bandel dan sering gonta-ganti perempuan, tapi tak pernah meniduri perempuan dan jangan sampai, semoga saja. Adit? Dia paling sabar diantara mereka berempat, jika Adit paling sabar maka Reno paling dewasa dan yang terakhir Satria, jangan ditanya lagi dia paling pintar diantara kami, jadi tak terlalu susah untuk mencari jawaban ketika tugas dari guru menumpuk.

Cukup lelah menyetir kali ini, bagaimana tidak jika perjalan kali ini walaupun tak terlalu jauh namun jalan terjal membuat Devan harus berhati-hati melewatinya, terlebih lagi banyak rombongan di belakang dari SMA tempat mereka berempat sekolah dan yang lainnya, terlihat banyak sekali mobil-mobil.

Mobil mereka langsung memasuki pekarangan Vila tempat mereka menginap dan istirahat untuk persiapan besok.

Assalamualaikum.. Hallo semua ini semoga suka yah dengan ceritanya.


Nayna [ Revisi ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang