16

2.9K 167 0
                                    

Assalamualaikum aku come back gaes, jangan kupa tinggalkan jejak yups, terimakasih. Jangan lupa baca cerita aku yang baru.

Setelah lima hari dirawat akhirnya Nayna sudah diperbolehkan pulang, itupun karna dia terus merengek kepadaku dan juga dokter agar pulang.

Kemarin juga kita sempat berdebat yang mengharuskan aku mengalah dan membawa Nayna pulang. Kabar baiknya juga Nayna sekarang sudah dirumahku, ah lebih tepatnya rumah orangtuaku. Ya, kami memutuskan untuk tinggal dirumah orangtuaku itupun sudah disetujui dari pihak Nayna.

Awalnya dia protes namun saat ayah yang menjelaskan dia mau ikut denganku. Sampailah saat ini aku dan Nayna tengah dikamar setelah makan malam, nanti mengeluh mengantuk jadi segera aku membawanya kekamar dan menemaninya tidur. Terbukti sekarang dia sudah tertidur pulas sambil memelukku erat membuatku tersenyum.

Suara pintu kamar diketuk membuatku mengehela nafas panjang, aku melepaskan pelukan Nayna pelan-pelan agar tidak terbangun, setelahnya aku menghampiri siapa yang ada dibalik pintu kamar.

"Kenapa dek?" pertanyaanku membuat Citra tersenyum, ya sosok dibalik pintu adalah adikku.

"Dibawah ada teman-teman kaka tuh" ucap Citra menbuatku mengangguk. Setelahnya Citra pergi.

Aku menutup pintu kamar pelan agar Nayna tak terbangun setelahnya aku keluar mengahampiri mereka.

"Ada apa? Tumben kesini biasanya di apart" ucapku.

"Heh, kalo gue ke apart, tapi yang punya disini kita mau makan apa?" ucapan Satria membuatku mendengus sebal.

"Nayna udah tidur?" pertanyaan Reno membuatku mengangguk.

"Jadi, mau kuliah dimana kalian?" pertanyaan Reno membuat kami bertiga menoleh kearahnya.

"Masih di Indonesia ajalah ngga mau keluar negri, itu gue ngga tau kalian" jawab Adit

"Abang Satria sih sama kaya Aa Adit iya ngga?" ucap satria sambil menaikturunkan alisnya membuat Adit bergidik.

"Mungkin gue juga, sekarang status gue udah beda gue udah punya istri bahkan mau punya anak ngga memungkinkan kuliah diluar negri" ucapku membuat ketiga temanku menagngguk.

"Boleh sih lagian universitas disini juga bagus- bagus ko" ucap Reno.

"Ngomong-ngomong ada yang kurang nih" ucap Satria.

"Apa?" tanya Adit.

"Makanan buat kita mana?" ucap Satria dengan tampang melasnya yang dihadiahi jitakan dari kita bertiga.

***

Pagi sudah menjemput, setelah sholat subuh kini kami sedang berkumpul dimeja makan untuk sarapan.

"Jadi, kapan pendaftaran kukiah kami Dev?" pertanyaan ayah membuatku menatap kearah Devan.

"Bulan depan yah"

"Kalo Nayna mau kuliah?" aku kaget dengan pertanyaan ayah.

"Eh, ngga pah mungkin nanti tapi ngga tau juga sih yah soalnya Nay mau fokus ke keluarga kecil Nay" jawabku membuat Devan dan yang lain tersenyum.

"Pokoknya ya ka Nay, nanti pasti keponakan Citra tuh lucu banget deh, apalagi kalo cewe" ucapan Citra membuatku tersenyum.

"Eh, ngga bisa gitu dong dek. Cucu nenek nanti cowo nah kalo cewe itu nanti yang kedua aja biar ada yang lindungin" sahut mamah.

"Ih cewe tau mah, biar bisa Citra ajarin make up" keduanya malah berdebat membuatku menggelengkan kepala heran.

"Yaudah nanti cicit nenek kembar aja cowok cewek" ucapan nenek membuatku tersedak. Devan dengan cepat mengambilkan minum.

"Kamu gapapa kan?" tanya Devan khawatir.

"Nggapapa" jawabku.

"Udah-udah ayo makan jangan ributin cucu yang penting cucu kita sehat" lerai papa.

Selesai makan aku diajak mamah menuju taman belakang, disana ada nenek yang sedang duduk dikursi roda.

"Nek..." panggilku membuat nenek tersenyum.

"Ayo duduk dulu" aku dan mamah duduk di kursi yang ada ditaman.

"Kamu sehat kan cu, jaga kesehatan sekarang kamu lagi bawa nyawa" ucapan nenek membuatku tersenyum.

"Iya sayang, kalo ada apa-apa bilang ke mamah biar mamah bantu" sambung mamah.

Jujur dulu aku takut jika keluarga Devan tak menerimaku seperti nivel yang sering kubaca karena aku juga bukan orang kaya raya. Tapi itu semua salah, mereka baik kepadaku terlebih lagi mamah, dia sangat posesiv sekali kepadaku melebihi Devan tapi aku senang karena mereka begitu perhatian.

Kami mengobrol banyak hal, terlebih lagi tentang kandunganku. Memasuki usia dua bulan membuat ku sering mengantuk. Mama dan nenek juga banyak memberi wejangan dan bercerita saat mereka hamil membuatku mengerti dan bersyukur seridaknya sosok seperti bunda ada disini juga.

Cukup asik mengobrol membuat kami tak sadar jika Devan dari tadi memerhatikanku membuat kami menatapnya seolah berkata  'ada apa?'

"Mau ikut ngga?" ucap Devan.

"Kemana?" tanyaku.

"Jalan-jalan, kan aku udah janji mau ajak kamu jalan-jalan"

"Beneran? Ngga boong kan?" dia nampak terkekeh mendengar ucapanku.

"Ngga sayang, sekalian aku mau kedistro sebentar"

"Mah, nek Nayna boleh ikut?" tanyaku yang dibalas senyuman oleh mereka berdua.

"Boleh sayang, gih ikut suami kamu" ucap mama.

Aku mengangguk lantas berdiri dan pamit untuk pergi bersama Devan.

Kami berdua jalan-jalan ke mall, sebenarnya bukan jalan-jalan hanya saja kita belanja kebutuhan titipan mamah juga dan beberapa yang harus Devan beli, namun aku senang untuk pertama kalinya pergi bersama suamiku ini.

Setelah mengambil belanjaan dari kasir yang sudah dihitung kami segera pulang, Devan juga membelikanku susu untuk ibu hamil dan buah-buahan banyak membuatku merasa berlebihan namun dia bilang tidak apa-apa.

Kami masuk kedalam mobil, kali ini Devan mengajakku untuk ke distronya juga untuk sitirahat sebentar dan sholat.

Kami sampai di distro milik Devan, jujur ini besar sekali menurutku, aku bahkan ada rasa tidak percaya.

"Ayo masuk" ajak devan membuatku mengangguk, dia menggenggam tanganku erat.

"Assalamualaikum" ucap kami berdua.

"Wa'alaikumsalam" jawaban kompak dari beberapa pria membuatku tersenyum kikuk.

"Loh ada mba Siska sama Sila?" ucapan Devan membuatku menatap kearah mereka.

"Eh iya Dev, mba bosen dirumah jadi kesini deh" ucap mba Siska membuat Devan mengangguk.

Aku menatap area sekeliling, hodie, kaos bahkan ada sepatu dan tas juga disini. Saat mataku meneliti ada satu yang menarik perhatianku. Hodie hijau tosca polos membuatku ingin memebelinya saja, tapi aku tak membawa uang.

Entah Devan terlalu peka sampai dia mengikuti arah pandangku dan mengambil hodie itu lalu menyerahkan kesalah satu temannya untuk dibungkus.

"Kamu mau itu kan?" ucapan Devan membuatku mengangguk kikuk.

"Jangan malu, lagian gapapa ko" ucapan Devan membuatku tersenyum.

Aku menghampiri Mba Siska dan meminta Sila untuk ku gendong. Aku memainkan tangan mungilnya yang halus dan menciumi pipi gembulnya itu dengan gemas.

Tingkahku tak lepas dari pandangan Devan membuatku tersenyum malu. Kami juga mengobrol banyak disini, aku baru tau di distronya Devan ada dua kamar, yang satu untuk Devan dan satunya untuk teman-temannya atau Mba Siska dan Bang Dewa jika menginap atau sekedar singgah disini.

Berbincang cukup lama membuat kami tersadar saat suara adzan dzuhur berkumandang membuatku menghampiri Devan yang tengah berbincang dengan Bang Dewa untuk segera menunaikan sholat dan diangguki olehnya.

Salam dariku

Kholfi

Nayna [ Revisi ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang