11

3.1K 186 6
                                    

Aku mulai menerima takdir yang Allah berikan, dari mulai menerima Devan menjadi suamiku, bersikap selayaknya istri kepada suami, jika kalin tanya kenapa? jawabanku mudah, Aku tak mau terlalu memikirkan masalaluku toh, kejadian ini tak dapat dirubah.

Suasana hening menyelimuti kami berdua yang tengah berada dikamar. Setelah sholat isya memilih istirahat karena kepalaku sedikit sakit. Devan membawakanku obat dari dokter yang memeriksaku. Dia menyuruhku meminumnya setelah meminumnya dia menatapku begitu lekat membuatku salah tingkah dibuatnya.

"Cantik" ucapan Devan mamlu membuat kedua pipiku merona.

"Dua hari lagi aku pulang karena pengumumang kekulusan" sambungnya. Ouh ayolah kenapa saat dia mengatakan akan pulang aku tak rela.

Aku menganggukkan kepalaku dan dia beralih menggenggam tanganku, aku menatapnya, sosok Devan si mata teduh yang akhir-akhir ini selalu memelukku saat tidur, membuatku nyaman dan terlindungi saat didekatnya.

Jujur jika kalian tanya apakah aku mencintainya? Maka jawabanku belum, belum bukan berarti tidak mencintainya hanya saja aku dan Devan sama-sama sedang belajar menerima satu sama lain.

"Kenapa hm?" peetanyaan dari Devan memebuatku tersadar atas pikiranku.

"Nggapapa. Dev, aku mengantuk" ucapku, mungkin karena efek obat yang diminum membuatku merasakan kantuk. Dia tersenyum manis dan segera menyuruhku berbaring diranjang.

"Tidur gih, aku mau ke Nikko sebentar" ucapnya berlalu meninggalkanku setelah mengelus kepalaku membuatku menggelengkan kepalaku, percayalah entah kenapa aku ingin selalu dekat Devan saat ini. Dia tersenyum kearahku dan ikur berbaring disebelahku dan menrikku kedalam dekapan hangatnya. Nyaman, itu yang aku rasakan terlebih lagi parfum yang dia pakai membuatku tak mual. Entah keberanian dari mana aku balas memeluknya dan menenggelamkan kepalaku didada bidangnya membuatku cepat terlelap.

***

Setelah Nayna tidur, aku tersenyum. Entahlah aku rasa aku mulai mencintainya, dia Nayna istriku. Aku mengecup lama keningnya mengingat kejadian tadi membuatku tersenyum dimana Nayna melarangku menemui Nikko, padahal ada sesuatu yang penting ingin kubicarakan dengannya. Namun, istirku ini menggelengkan kepala yang mana terlihat gemas menurutku, aku tau dan peka bahwa Nayna selalu tidur nyenyak saat aku peluk, dan entah kenapa Nayna membalas pelukanku bahkan dia  menenggelamkan kepanya didada bidangku membuatku kaget namun tersenyum juga. Sampai akhirnya rasa kantuk menyerang dan aku ikut tidur bersama Nayna.

Adzan subuh sudahb berkumandang, aku terbangun dari tidur nyenyakku, Nayna? Dia masih setia memelukku dan tertidur pulas membuatku tersenyum. Aku mengecup keningnya lama, dia terbangun dan mengerjap-ngerjabkan matanya membuatku ingin, ah sudahlah.

"Ayo mandi, wudhu, terus sholat" ucapku yang dibala anggukkan olehnya.

Nayna, dia terlihat pucat bahkan lemas membuatku menahan dia yang akan bangkit dari ranjang.

"Kenapa?" aku menggelengkan kepalaku, lalu menggendongnya ke kamar mandi ala bridal style untuk wudhu, dia nampak terkejut membuatku terkekeh pelan karna melihat wajah salah tingkahnya itu.

Nayna mandi dan wudhu dahulu setelah dia disusul aku. Setelah mandi dan wudhu kami melaksanakan sholat berjamaah, tadinya aku diajak ayah untuk ikut dengannya ke masjid seperti biasa namun Nayna merengek memintaku untuk tidak ikut membuat ayah dan Nikko tersenyum dibuatnya dan berakhir aku sholat dirumah mengimami bunda dan Nayna.

Hey, jangan pikir aku tak tau bacaan sholat. Walaupun aku nakal namun percayalah aku pernah dimasukkan ke pesantren oleh ayahku selama satu tahun setelah lulus SMP, alasannya pasti kalian tahu, dipesantren juga aku tetap nakal, namun nakalku masih batas wajar karena orang dipesantren slalu menasehatiku dan membantuku dalam belajar. Saat memasuki SMA aku kembali ke sosok nakal dan seperti ini sekarang.

Setelah sholat Nayna kembali tidur, entahlah belakangan ini Nayna terlihat suka sekali tidur, bahkan sehabis sholat isya dia langsung tidur, padalah kata ayah dia itu anak yang susah tidur dan selalu menghabiskan waktunya dengan belajar, belajar dan belajar.

Nayna tidur lelap sekali, sampai suara ketukan pintu membuatku beranjak dari ranjang dan membuka pintu, terlihat bunda tengah tersenyum kepadaku membuatku balas tersenyum.

"Masuk bun" ucapku namun dijawab gelengan olehnya membuatku heran.

"Bunda cuma mau tanya, Nayna udah tidur apa belum soalnya tadi bunda liat dia pucat" pertanyaan bunda membuatku tersenyum dan mengangguk.

"Udah bun, cuma iya tadi sempet ngalami morning siknes" ucapku.

"Nggapapa itu wajar. Nak, wanita hamil itu sensitif sekali, bunda cuma pengin bilang kamu harus sabar ngadepinnya kalo dia manja, ngambekan kamu harus sabar hormon wanita hamil memang seperti itu, terlebih lagi Nayna masih remaja dia pasti sangat labil" ucapan bunda membuatku mengangguk paham, pasalnya memang benar yang diucapkan bunda. Bahkan, saat tadi Nayna mau tidur dia sempat menangis karena akan kutinggal ke kamar mandi. Setelahnya dia memintaku untuk mengelus perutnya sampai ia tertidur lelap.

"Iya bun makasih ya sarannya, ouh iya bun lusa Devan harus  pulang karena pengumuman kelulusan, Devan nanti titip Nayna yah bun" ucapku dan dijawab anggukan oleh bunda.

Setalah mengobrol panjang dengan bunda aku masuk kembali ke kamar, Nayna bangun dan duduk diranjang sambil mengucek kedua matanya membuatku lagi-lagi tersenyum.
Aku segera menghampirinya.

"Butuh seauatu hm?" pertanyaanku dijawab gelengan olehnya. Nayna terlihat menahan seauatu, aku tau dia pasti sesang merasakan mual. Dia menyibak selimut dan berlari ke kamar mandi membuatku langsung menyusulnya.

"Huekk... Huekk..." aku memijat tengkuk Nayna, setelah dia membersihkan mulutnya dia langsung memelukku dan menengelamkan kepanya di dada bidangku. Tunggu, Nayna menangis membuatku segera membawanya keluar kamar mandi dan mendudukkannya di ranjang, dia masih setia memelukku membuatku balas memeluknya dan mengusap rambut sebahunya yang tak tertutup kerudung.

"Kenapa hm? Cerita" dia menggelengkan kepalanya membuatku menghela nafas.

"Dev, aku takut" setelah menunggu Nayna angkat bicara, dia mendongakkan kepalanya dan menatapku.

"Takut kenapa hm?" tanyaku sambio mengusap sisa air mata dipipinya.

"Aku belum siap hamil, pasti melahirkan sakit kan?" deg. Ucapan Nayna membuatku tercekat terlebih lagi Nayna mengatakannya sambil menangis, membuat merasa bersalah.

"Maaf" ucapku sambil mengecup keningnya lama. Dia menggelangkan kepalanya.

"Kamu ngga salah, jangan pergi ya, nanti kamu temenin aku saat melahirkan" ucapannya membuatku terkekeh, benar kata bunda kalo wanita hamil itu labil.

"Ngga, aku ngga pergi" ucapku padanya.

"Brarti lusa ngga akan pergi kan?" aku tersenyum, aku harus menjelaskan pelan-pelan.

"Nay kita udah lulus, dan aku harus pulang untuk pengumuman kelulusan lusa, mama, papa, nenek, dan citra juga nunggu kita disana, nanti kalo aku udah pengumuman kelulusan aku janji kesini lagi jemput kamu" ucapku.

"Tapi nanti aku sama siapa?" ucap Nayna.

Aku kembali tersenyum, dia sangat manja sekarang.

"Kamu nanti sama bunda dulu yah, ayah sama Nikko" dia menggelengkan kepalanya dan kembali memelukku.

"Nanti kalo aku udah pengumuman kelulusan aku ajak kamu jakan-jalan mau?" dia menatapku lama namun akhirnya mengangguk antusias membuatku tersenyum dan kembali memeluknya erat.

Assalamualaikum. Akhirnya aku kembali di ceeita ini, terimakasih sudah membaca jangan lupa tinggalkan jejak.

Nayna [ Revisi ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang