12

3K 185 10
                                    

Bingung. Bagaimana tidak, sikapku pada Devan membuatku malu sendiri dari kemarin. Tapi percayalah perlakuan dia terhadapku membuatku nyaman bahkan sangat.

Lusa Devan akan pulang untuk pengumuman kelulusan, jika kalian tanya kapan pengumuman kelulusanku, maka jawabanku orang tua yang mengambil, entahlah setiap tahun kelulusan dari kaka kelasku tak ada acara perpisahan seperti sekolah lain.

Aku menghembuskan nafas gusar, setelah sholat dzuhur Devan pergi bersama Nikko entah kemana membuatku khawatir. Lelah berfikir macam-macam aku memutuskan istirahat, percayalah saat ini rasa kantuk mudah sekali menyerangku.

Lama terlelap sampai akhirnya suara berisik dibawah membangunkanku, saat melihat jam aku terkejut karna sekarang pukul empat lebih, segera bergegas wudhu lalu aku sholat.

Aku turun kebawah dan dikejutkan dengan adanya teman-teman Devan, ya aku ingat mereka yang datang ke pernikahan kita, disana juga ada mba Siska dan Sila putrinya.

Aku berjalan hendak ke dapur untuk minum, namun ayah memanggilku.

"Nay, sini sayang ini teman-teman Devan datang" aku mengaguk lalu menghampiri mereka. Duduk disamping Devan membuatku ingin menenggelamkan wajahku saja di dada bidangnya.

"Apa kabar Nay?" pertanyaan dari pria yang kuketahui bernama Adit itu membuatku tersenyum.

"Baik" jawabku. Aku merasakan rangkulan dipundakku siapa lagi jika bukan Devan.

"Jangan senyum gitu aku ga suka" ucapnya ditelingaku.

"Eh bos kita masih bisa denger kali, posesif banget lu" timpal Satria.

"Biarin" Devan malah mempererat rengkuhannya kepada tubuhku. Aku malu.

"Jadi gimana Nik? Mau yah?" pertanyaan dari laki-laki yang kuketahui bernama Dewa membuatku bertanya ada apa?.

"Gimana ya bang, abang juga udah liat gambar Nikko kaya apa, ngga bagus-bagus amat bang" jawab Nikko.

"Yaelah masih mikirin aja loh, kita butuh banget saat ini banyak banget pesenan masuk, mau ya Nik?" sambung Adit.

"Yaudah iya, Nikko mau, tapi gambar dikirim lewat e-mail kan?" tanya Nikko yang dijawab anggukan Devan dan teman-teman.

"Dev, emang Nikko kenapa?" tanyaku berbisik yang dijawab gelengan olehnya.

"Gapapa nanti aku jelasin" ucapnya sambil mengelus kepalaku.

"Eheem... Wahai para sepasang, hargai kami yang belum memiliki pasangan" ucapan Reno membuat kami semua tertawa sampai akhirnya. Wanita yang memangku bayi bertanya padaku.

"Kamu lagi isi ya Nay?" pertanyaan mba Siska membuatku mengangguk.

"Keliatan dari aura kamu" sambungnya.

"Bang istri lo bisa baca aura orang yah?" pertanyaan konyol Satria membuat kami terbahak sampai akhirnya teman Devan mengucapkan selamat disusul panggilan bunda untuk makan.

Kami makan lesehan, banyak tawa menghiasi disini. Ayah bahkan nampak senang karena teman-teman Devan yang terus mengeluarkan tingkah lucu mereka, terlebih lagi bunda.

Saat ditengah-tengah makan Sila menangis membuat kami berhenti tertawa, mba Siska yang berada disebelahku mencoba menghentikan tangisan anakannya namun tak mau berhenti. Aku mengambil alih Sila dari mba Siska, saat dipangkuanku Sila diam dan anteng memainkan kerudungku membuatku gemas lalu menciumi pipi gembulnya, bukannya marah atau apa Sila malah tertawa membuat semua orang tersenyum menatapku.

"Kamu udah cocok jadi ibu, sayang" bisikan Devan disisi kananku membuat pipiku merah.

"Aelah bos, lu kalo bisik-bisik pake toa ya? Kedengeran soalnya" ucapan Satria membuatku tersenyum kikuk.

Nayna [ Revisi ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang