Part 19 - Sebuah Alasan

16 1 0
                                    

23.10 WIB

Malam semakin larut, namun Aktifitas pria tampan berkaca mata itu belum juga terselesaikan. Banyaknya data pasien yang harus diperiksanya sendiri karna belum mendapatkan suster pendamping membuatnya cukup terbebani hingga kerap kali ia menginap di Rumah Sakit hanya untuk menyelesaikan semua pekerjaannya itu.

Beberapa jam sebelumnya. Ibunya telah menelfon memintanya untuk menginap di rumah, malam ini saja, karna ibunya merasa sangat kesepian di rumah. Ayahnya sedang berada di luar kota. Sedangkan Adiknya sibuk mengurusi Foto praweddingnya yang juga tengah berada di luar kota.

"Iya Mah, kalau kerjaanku sudah selasai, aku akan pulang ke rumah kok." Hanya itu yang bisa ia katakan pada ibunya. Dia tak bisa berjanji, hanya mampu berusaha.

Tapi sepertinya malam ini dia bisa menginap di rumahnya. Setengah Jam sebelum tepat tengah malam, berkas-berkas yang menumpuk diatas mejanya itu sudah ia selesaikan. Nafas lega terhembus bersama dengan tubuhnya yang terhempas pada sandaran kursi.

"Akhirnya selesai juga."

Diliriknya jam tangan yang melingkari lengannya. "Sebelum pulang beliin mama martabak manis dulu kali yah." Senyumnya mengembang kala mengingat betapa sukanya ibunya itu pada jajanan khas di malam hari itu.

Vigo, pria tampan berkaca mata tadi segera bangkit dari kursinya, diambilnya barang-barang bawaannya beserta jas Dokternya. Lalu bersiaplah ia untuk pulang ke rumah.

Tapi Ketika ia hendak membuka pintu, sayup-sayup telinganya mendengar sebuah percakapan yang tak terlalu jauh dari ruang kerjanya. Pendengarnya semakin ia tajamkan hingga berhasil mengenali siapa pemilik suara itu.

"Dokter Tirta." Gumam batinnya menyelidik. Telinganya semakin bersemangat mencuri dengar percakapan dokter paruh baya itu dengan seseorang didalam ponselnya.

"Jangan cemas Nila. Aku sudah berhasil membujuknya kembali untuk melalukan serangkaian terapinya."

"-----~-~-----"

"Kamu tenang saja, Saya akan terus berusaha menyembuhkan penyakit Anakmu."

Matanyanya menyipit ketika mendengar Dokter Tirta berkata demikian.

Nila?
Bukankah itu nama ibunya Nico?
Lalu siapa yang sakit?
Nayla atau Nico?

~~♡☆♡~~


Keesokan Paginya,

Daffa menghampiri Nico ketika ia melihat pria itu kerepotan dengan alat-alat persiapan untuk Hunting Foto Praweddingnya.

"Sini gue bantu." Katanya yang membuat Nico sadar akan kehadirannya. Pria itu kemudian tersenyum.

"Loe udah baikan."

"Yah seperti yang loe liat."

Sembari merapikan Alat-alat, Daffa terus mengajak Nico mengobrol. Hingga pada Akhirnya ia meminta Maaf yang membuat Nico mengerutkan keningnya, tak mengerti.

"Gue fikir selama ini gue banyak salah sama loe. Gue selalu ngerepotin loe. Gue selalu bikin hidup loe susah dengan segala permintaan-permintaan gue. Maka dari itu gue minta maaf yang sebesar-besarnya."

Nico terkekeh. "Apaan sih loe. Gue itu nggak pernah ngerasa direpotin ama Loe."

"Ello tuh, selalu aja ngomong kayak gitu. Nih aja nih yah gue udah ngerepotin loe banget."

Nico kembali tertawa. "Apaan sih loe. Gue nggak ngerasa direporin kok.

"Udah, loe santai aja kalau ama gue. Lagi pula gue seneng lakuin semua ini. Dan juga masa iyya sih, sahabat gue mau nikah tapi gue nggak ngelakuin apa-apa."

Mantan TerindahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang