Part 25 - (Happy) Wedding

26 1 0
                                    

{19 February 2019}

"Saya terima Nikahnya Keke Wicaksono binti Dani Wicaksono dengan mas kawin Seperangkat Alat Sholat, juga Emas Permata seberat Seratus Gram dibayar tunai."

"Bagaimana Saksi?"

"SAH"

"Alhamdulillah."

Kalimat ijab kabul itu membuat darahku berdesir. Setetes air mata mulai ku rasakan jatuh membasahi pipi ini. Begitu dahsyatnya, hingga aku tak mampu berucap apa-apa.

Tak ku pungkiri hati ini bersyukur, akhirnya Daffa memilikiku seutuhnya. Tapi, rasa sesak itu masih ada.

Cinta Pertamaku

Masa Laluku

Mantan Terindahku

NICO...

Haruskah aku melepaskannya?

Sesak ini semakin kuat saja menekan hatiku.

Tetes demi tetes air mata ini terus saja jatuh membasahi pipi. Nadia yang sedari tadi menemaniku di dalam kamar ini, tak hentinya menatapku dengan pilu. Ku yakin dia pasti merasakan apa yang ku rasakan. Meski dia terlampau membenci Nico, tapi dirinya juga adalah saksi Cinta Kami. Sedikit banyak, peristiwa hari ini juga membuatnya terguncang.

"Ikhlas, Ke. Terimalah Daffa sebagai Jodohmu." Ujarnya dengan menyentuh bahuku, menyalurkan sedikit kekuatan untukku.

Tak ada yang mampu ku ucapkan padanya selain hanya menatapnya dengan linangan air mata. Aku pun tak mengerti kenapa mata ini terus saja mengeluarkan airnya. Meski tanpa ku suruh. Dan semua masih berlanjut ketika kak Vigo datang.

"Princess." Ujarnya lembut.

Kakaku itu kini bersimpuh dihadapannya. Sebelah tangannya menyeka air mataku. Dia menatapku dengan tatapan yang masih tak ku mengerti. Sejak saat itu, sikap kakakku ini sangat aneh, dia lebih pendiam dari biasanya. Entah apa yang membebaninya, Aku tak tahu. Tapi itu sedikit mengusik hatiku.

"Sudah waktunya kamu keluar, Sayang." Ujarnya lagi masih dengan sorot matanya yang penuh teka teki. Tak ada ekspresi yang bisa ku baca dari wajahnya. Raut bahagia ataupun sedih tak juga ku temukan.

Sebetulnya, Ada apa?
Apa yang telah terjadi pada kakakku ini?

"Keke, Ayo." kini dia memerintahku untuk berdiri. Aku menerima uluran tangannya dan perlahan kakiku mengikuti gerak langkahnya.

Dengan hati tak karuan, aku melangkah menuju ke tempat dimana Suamiku berada. Jantung ini berdegub cepat, bukan karna nervous, tapi karna hal lain. Sesuatu yang masih mengganjal dihatiku membuat tubuh ini menjadi tak seimbang. Fikiranku masih terfokus pada pria masa laluku.

Apa yang akan terjadi setelah ini, Tuhan?
Apakah aku bisa tulus menerima Daffa sebagai Suamiku?

Tolong kuatkanlah aku, Ya Robb...
Teguhkanlah hati ini pada satu tujuan yang engkau Ridhohi. Yaitu Suamiku, Daffa.

Disetiap langkah, Aku terus Berdoa. Tapi seperti yang sudah-sudah, keteguhan hati ini pasti tergoyahkan. Terlebih saat mata ini terbentur pada satu objek yang sejujurnya sangat tak ingin ku temui hari ini, saat itu jugalah keteguhan hati ini tergoyahkan.

Bagai tercekak, dada ini rasanya sangat sulit untuk bernafas. Melangkah pun tak sanggup lagi untuk ku lakukan. Hanya air mata ini saja yang mampu menyatakan luka yang tengah ku rasakan kini.

Aku terdiam ditempatku untuk beberapa saat. Berapa lama waktunya, aku pun tak tahu. Yang aku tahu dan yang aku pusatkan saat ini hanyalah dia, pria masa laluku itu yang duduk tepat dibelakang Suamiku.

Mantan TerindahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang