Part 13 - Keputusan Final

21 2 0
                                    

{5 Juni 2018}

Sudah Tiga hari Daffa dalam kepergiannya. Selama itu pula dia merasa kalau Kekasihnya berubah. Keke sudah jarang menghubunginya, mengangkat telponnya pun susah. Begitu mengangkat, dia seperti enggan berbicara dengannya. Dan juga selalu saja ada yang menjadi alasan ketika ia ingin mengobrol lama dengannya.

Perubahan itu sangat drastis ia rasakan. Dan itu menambah kecurigaannya pada Nico.

"Apa mereka memang pernah bertemu sebelum ini?"

KRIEET

Kesadarannya terbangun ketika Om Dion membuka pintu kamarnya. Lelaki paruh baya itu menatapnya dengan lengkungan senyum tak biasanya. Seperti sedang menggodanya.

"Hmm.. Sepertinya ada yang kangen berat nih sama tunangannya."

Daffa hanya tersenyum menyambut kedatangan omnya.

"Kalau kangen ditelfon atuh?"

"Sudah om. Tadi baru aja selesai ngobrol." Daffa berbohong.

"Lah, kalau sudah mah, kenapa mukanya kaneh kuraweud kitu (masih cemberut begitu)"

"Naha (kenapa)? Sok, atuh cerita sama Om."

Dan lagi, Daffa hanya tersenyum menjawab pertanyaan Om Dion. Dia sepertinya tak ingin menceritakan keresahan hatinya. Biarlah dia sendiri yang mengetahuinya. Lagi pula tak baik menceritakan hal yang belum jelas kebenarannya. Dia hanya tak ingin salah faham pada kekasihnya dan nantinya akan berdampak buruk pada hubungan mereka.

"Nggak apa-apa kok, Om. Aku baik-baik aja. Yah mungkin aku kangen aja sama dia. Pengen ketemu langsung."

Om Dion Tertawa, "kamu ini. Aya aya wae (ada ada saja) pan besok teh kamu sudah pulang atuh."

"Sudah. Teu kudu nalangsa kitu (tidak usah sengsara begitu)"

Om Dion berlalu dengan Tawanya. Tinggallah Daffa sendiri dengan senyum hampanya. Dia mulai merasa takut. Entah kenapa, perasaan itu menguar begitu saja. Selama di rumah Om Dion, dia selalu merasa tak tenang. Seperti ada sesuatu yang akan terjadi, tapi..

Ahh sudahlah. Dia tak ingin semakin membuat perasaannya kalut.

Dengan kembali menghembuskan nafas beratnya, dia mencoba menghubungi kekasihnya lagi.

~~☆♡☆~~


Nico duduk termenung ditangga teras belakang Villa. Kedua matanya fokus menatap cahaya bulan yang malam ini tampak sangat berseri. Berbeda sekali dengan apa yang dirasakan hatinya. Sungguh miris. dan yang lebih mirisnya lagi, dia hanya bisa menerima semua kepahitan itu tanpa bisa berbuat apa-apa selain 'Pasrah'.

Helaan Nafas beratnya berhembus bersamaan dengan pundaknya yang merasakan ada sesuatu melekat padanya. Dia menoleh dan mendapati Keke yang kini berdiri disampingnya seraya memakaikan jaket pada tubuhnya.

"Di luar dingin. Masuk yuk"

Dia hanya tersenyum menatap wajah gadis cantik itu. Seolah tak ingin membuyarkan keindahannya, sedikit pun dia tak mendengar ajakan gadis itu.

"Nick."

"Nico.."

"Hey. Kok ngelamun sih."

Barulah ia tersadar ketika gadis itu telah duduk disampingnya dengan sebelah tangannya menyentuh lembut pipinya.

"Ada apa?"

Kembali dia melengkungkan senyumnya. "Aku nggak apa-apa kok."

Sebelah tangannya terangkat menggenggam jemari Keke yang masih melekat dipipinya. Seolah tak akan merasakannya lagi, dia begitu menghayati kenikmatan dari setiap sentuhan yang diberikan gadis itu. Kedua matanya ikut terpejam menikmati kehangatan itu. Kehangatan yang sudah lama sekali tak lagi dirasakannya dan kini hanya dapat ia rasakan sebentar saja.

Mantan TerindahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang