Tak pernah bosan mengingat, vote dan komen untuk meningkatkan semangat penulis untuk update cerita ini.
Hipi riding 😚
Lira berjalan mengelilingi rumah, dia terlalu bosan jika hanya berdiam diri di kamar polos bercat putih itu.
"Tak terlalu buruk," gumam Lira melihat ke sekeliling rumah.
Rumah berlantai satu yang begitu luas dan bergaya modern. Berbeda sekali dengan rumahnya yang berlantai 3 besar bak istana, dengan gaya Eropa kental. Jadi tak jarang dulu sewaktu Lira masih sekolah dia akan merasa kesepian jika saat pulang sekolah, karena tak ada seorangpun dirumahnya yang begitu besar. Ayahnya yang sibuk bekerja, dan kakaknya yang waktu itu juga baru mulai bekerja, bahkan para pekerja dirumahnya pun saat dia pulang sekolah tak ada.
"Apa anda menyukai interior rumahnya, Lira?" tanya Nick tiba-tiba di belakang Lira.
Pria yang Lira tebak umurnya lebih tua dari kakaknya itu, kini telah akrab dengannya. Nick tak sebegitu membosankan seperti tuan rumahnya.
"Ya, aku menyukainya. Bergaya simpel dan juga modern, sangat pas jika ditempati oleh sebuah keluarga," ujar Lira.
"Pendapatmu benar sekali, namun kini hanya ditempati oleh Julian dan juga aku."
"Hanya kamu dan si manusia kanebo itu?! Apakah kamu tak merasa bosan hanya tinggal berdua dengannya?!" tanya Lira tak percaya.
Nick terkekeh kecil, sebelum akhirnya berkata, "tentu saja rasanya aku akan mati kaku bersamanya selama ini, namun bagaimana lagi dia tuan rumah di sini aku tak bisa berbuat apa-apa."
"Apakah dia jahat kepadamu, Nick?! Katakan kepadaku jika dia jahat kepadamu. Apalagi kata-kata nya yang lebih mematikan dari bisa ular itu, katakan kepadaku jika kau selama ini tak bahagia hidup bersamanya aku akan memberinya pelajaran!" seru Lira seakan apa yang diucapkannya akan benar-benar terjadi.
"Wow ... kau begitu semangat Lira ... dia tak sebegitu buruknya hingga aku akan akan tega membiarkan dia menerima pembalasan darimu. Ya aku akui, kata-kata nya itu lebih mematikan dari bisa ular ...." kekeh Nick.
Sepanjang hari Lira menghabiskan waktunya bercanda dengan Nick yang menemaninya berkeliling rumah, kini dia tahu dimana letak rumah yang dia tempati ini, tepat berada di belakang markas besar yang menyekapnya lusa lalu.
Dia tak menyangka, jika rumah yang di kelilingi benteng ini menyimpan keindahan taman yang luar biasa, bagaimana bisa dua orang pria itu menyusun taman dengan begitu indah seperti ini, barisan bunga aster berwarna-warni disusun sedemikian rupa hingga menjadi satu kesatuan yang sedap di pandang mata. Belum lagi berbagai bunga dan pohon buah yang tingginya tak sampai 3 meter yang berbuah lebat.
"Nick bagaimana bisa kau menyusunya hingga seperti ini?" tanya Lira tak percaya, masih dengan memandangi taman.
"Aku hanya menyusunnya seperti apa yang dikatakan Julian saja, dia berkata aku yang berkerja, tetapi kalau bunga Aster itu dia sendiri yang menanamnya. Jangan lihat dia dari karyanya Lira, dia sebenarnya pemuda yang begitu lembut."
Lembut? Lira tak salah dengar? Ya mungkin Nick mengatakannya seperti itu karena dia telah berkerja bersama Julian sangat lama, jadi tentu saja Nick akan selalu mengatakan hal-hal baik tentang Julian.
"Ngomong-ngomong dimana dia?" tanya Lira.
"Sekarang dia pasti berada di sana."
***
Julian hanya bisa diam sembari mendengar ocehan pria yang telah berjasa dalam hidupnya itu. Sedari dia sampai di sana, Jhohan tak berhenti berbicara dengan senangnya. Uang yang dia bawa seakan menjadi hidangan pembuka Jhohan sebelum makan.
Julian tak bisa memastikan, apakah Jhohan memang begitu bahagia telah menipu musuhnya dan mendapatkan uang jutaan dolar atau karena dia bahagia membayangkan bagaimana ekspresi tertipu musuhnya itu.
"Yahhh, Brama pasti sangat menyukai kejutan itu, ya dia pasti sangat menyukainya ... hahahaha!" Jhohan tertawa terbahak seakan sebuah kebahagiaan besar telah menimpanya.
"Aku dengar dari Jack, kau membawa putri Brama ke rumahmu, Julian?" tanya Jhohan menghentikan tawa bahagianya yang telah berlangsung sangat lama itu. Julian diam tak menjawab.
"Ahhh ... tenang saja, aku tak perduli sebenarnya jika dia bersamamu atau tidak, yang jelas dia harus tetap berada di dalam genggamanku," ucap Jhohan.
"Sehingga aku bisa membalaskan dendam ku kepadanya" lanjut Jhohan dalam hati.
"Baik," respon Julian.
"Tetapi ingat, Julian. Jangan sampai kalau terlibat dengannya menggunakan perasaan," ucap Jhohan yang jelas tersita ancaman didalamnya.
Julian mengangguk mengerti, sebelum akhirnya dia pamit untuk kembali ke rumahnya.
Selama dalam perjalanan menuju rumahnya, Julian tak bisa menghapus ingatan apa yang dianya Jhohan sebelum dia pergi tadi. Entah kenapa perkataan Jhohan kali ini memang tak bisa dia langgar.
Julian sendiri jadi bertanya-tanya sendiri, kenapa juga dia akan bermain perasaan dengan wanita cerewet itu, toh dia tak tertarik sama sekali dengan wanita itu.
Saat memasuki pekarangan rumahnya, Julian dapat melihat wanita cerewet itu tengah duduk di ruang tamu sambil menonton tv. Sosok Lira dapat Julian lihat dari dia berada kini, dinding yang di dominasi oleh kaca tembus pandang itu, seakan tak bisa menyembunyikan rahasia dibalik nya.
"Kau sudah kembali Julian," sapa Nick saat Julian memasuki rumah.
Julian mengangguk, dan berjalan menuju dapur guna mengambil segelas air.
Tak ada satu kata pun yang keluar dari mulut Lira saat Julian berjalan melewatinya, begitu juga Julian yang tak berniat untuk berbicara.
"Dasar kanebo, apakah mulutnya tak kaku selalu terbungkam seperti itu." Baru setelah Julian berlalu pergi, Lira berucap yang tentunya hanya dapat didengar oleh nya saja.
Bersambung
15 April 2020
Vote dan komen
KAMU SEDANG MEMBACA
The Syndrom [TAMAT]
Mystery / Thriller"Aku memang benci hidup bersamamu, tapi bukan berarti aku ingin lepas darimu. Aku sudah merasa bahwa aku bukan diculik melainkan sedang liburan." "Itu pernyataan teraneh yang pernah kudengar." "Dengar Rey, aku pasrah saat kamu menyiksaku, menyekapk...