•Bab 14•

191 21 0
                                    

Julian masih memeluk Lira dengan erat, sembari mengucapkan kata maaf berulang kali terhadap Lira. Nick yang melihat pemandangan di depannya sedikit lega, setidaknya Julian tak menyiksa Lira seperti tadi.

“Maaf Lira, maafkan aku” Ujar Julian. Lira menangis tersedu-sedu dipelukan Julian, ia juga menyesal telat lancang menanyakan hal itu terhadap Julian.

“ Berhentilah menangis Lira, kumohon." Julian membawakan nampan berisi nasi dan susu putih kekamar Lira. Ia sempat turun dan menyiapkan makanan setelah Lira berhenti menangis. Julian membantu Lira untuk duduk bersandar pada ranjang dan menyodorkan piring di hadapan Lira.

“Makanlah, aku tau kau belum makan.” Lira menepis pelan piring yang di sodorkan Julian.

“Tidak, aku sudah kenyang.” Lira memalingkan wajahnya menghadap keluar jendela, enggan memandang mata hitam milik lelaki didepannya ini.

“Makanlah Lira, kau akan sakit jika tak makan nanti.” Ucap Julian masih bersikeras memaksa Lira.

“Bukalah mulutmu,” julian menyodorkan sesuap nasi yang diterima Lira dengan pasrah, karena ia tau menolak pria di depannya ini malah akan membuaatnya kesal.

“Sudah Tuan penculik, aku sudah kenyang.” Ujar Lira sembari meminum susu putih yang di sodorkan Julian kepadanya.

“Tidurlah” Kata Julian membantu Lira memasang selimutnya dan mengelus pipinya pelan. “Aww..” Eluh Lira pelan, pasalnya Julian mengelus pipinya bekas tamparan pria itu tadi. “Kau belum mengobatinya?” Tanya Julian. “Aku lupa” Julian berdecak pelan, bagaimana gadis ini bisa lupa jika ia memiliki luka di pipinya? Padahal luka itu telihat lebam dan sedikit membiru.
5“Bangunlah sebentar, akan ku obati lukamu” Kata julian setelah mengambil obat P3K dimeja kamar Lira.

“Aww... pelan-pelan,” rintih Lira.

“Ah maaf, sedikit lagi selesai.”

“Sudah selesai, tidurlah Lira.” Kata Julian sembari membereskan kotak P3K dan menaruhnya kembali di meja kamar Lira. Julian melangkah pelan menuju pintu sebelum benar-benar keluar Julian mengucapkan kata yang membuat Lira sedikit terkesiap.

“Malam Lira, mimpi indah.”

***

Lira mengerjapkan matanya pelan karena pantulan sinar matahari dari jendela yang mengenai wajah cantiknya. Ia bangkit untuk duduk di tepi ranjang sambil mereggangkan tubuhnya.

Clek...

Suara knop pintu yang di putar dan pintu yang terbuka mengalihkan perhatian Lira dari kegiatannya meregangkan otot. Di ambang pintu berdiri seorang pria. Pria itu melangkah pelan mendekati Lira, menyodorkan nampan berisi nasi beserta lauk pauk serta susu putih di atasnya.

***

“Makanlah.” Kata Julian sembari menaruh nampan di atas meja.

“Aku baru bangun dan kau langsung menyuruhku makan? Ayolah, bahkan aku belum cuci muka dan terlihat kusut.” Lira berucap di dalam hati, ia sedikit kesal dengan pria didepannya ini. Apakah ia tidak bisa melihat penampilan Lira ini?

“Ia aku akan makan setelah mandi” Kata Lira yang langsung di balas angukan kepala oleh Julian. Lira melangkahkan kakainya menuju kamar mandi dengan Julian yang duduk di tepi kamarnya sembari memainkan hanphone.

***

Lira makan dengan canggung, pasalnya sedari tadi Julian terus menatapnya tanpa bicara.


“Ekhmm... ada yang ingin kau katakan Tuan penculik?” Lira akhirnya bertanya, ia sedikit risih dengan Julian yang terus menatapnya.

“Kau sudah memaafkanku kan Lira? Aku sangat menyesal atas tindakanku kemarin terhadapmu, aku hanya sedikit kesal.” Julian menggenggam tangan Lira, memandang wanita didepannya dengan pandangan berharap.

“Ya, kau tau itu tak sepenuhnya salahmu Tuan penculik, tak seharusnya aku bertanya lancang kepadamu waktu itu, bahkan kita tak saling mengenal dengan baik kan?” Lira mengakui jika itu juga salahnya, ia sangat lancang menanyakan privasi seseorang.

“Tidak Lira itu bukan salahmu, maafkan aku.” Kata Julian, ia masih menggenggam tangan Lira penuh harap.

“Sudahlah Tuan penculik, aku sudah memaafkanmu, ayolah kau terlihat lucu jika memohon seperti ini” Kata Lira dengan sedikit kekehan. “Terimakasih,” ujar Julian yang langsung memeluk Lira dengan erat, entahlah ia sangat senang sekarang.

***

Seorang wanita sedang menyiapkan makanan di atas meja makan di rumah seseorang. Wanita itu Sera, wanita yang mengantikan Lira untuk diserahkan kepada keluarganya, dan sekarang wanita itu tinggal di kediaman Zura.

“Selamat pagi tuan,” Sera menyapa Zura yang melangkah menuruni tangga dan menuju meja makan.

“Sudah berapa kali ku bilang jangan memangilku tuan. Cukup Zura, kau boleh memangil dengan kata itu untuk ayahku tapi tidak dengan ku.”

“Ahh.. baiklah Zuu-ra, bagaimana dengan Lira? Adakah perkembangan darinya? Apakah dia baik-baik saja?” tanya Sera sambil menuangkan minuman di gelas Zura.

“Ya keadaan dia cukup baik, dia ada di tempat tinggal Julian, dan dia tidak banyak mendapat siksaan disana.” Jawab Zura dengan nada ironis.

”Dirumah Julian? Apakah laki-laki itu menaruh hati terhadap adikmu? Tidak biasanya ia berbuat seperti itu?” tanya Sera yang dibalas gelengan kepala oleh Zura.

“Aku pergi ke kantor, kau jangan lupa makan, dan biarlah piring-piring itu pembantu yang mencucinya, kau baru saja pulih jangan bekerja terlalu keras” Ucap Zura, mengambil jasnya yang tersampir dia senderan kusri dan melangkah keluar rumah.
“Terimakasih Zura, kau sangat baik” Ucap Sera yang di balas angukan kepala oleh Zura.

***

22-april-2020

The Syndrom [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang