Di sebuah kamar yang gelap terdengar suara tangis yang terdengar pilu, tangisan itu milik dari gadis tawanan yang tidak lain adalah milik Lira. Ia menangis sambil menahan sakit karena merasa bahwa rahangnya akan patah karena di cengkram sedemikian kuat oleh Julian apalagi bekas tamparan yang memerah dipipi mulusnya.
"Hiks ... hiks ... seharusnya aku tidak berkata seperti itu, hiks ... hiks ... tapi apa salahku? Aku hanya bertanya, kenapa ia kembali menyiksaku lagi?" isaknya yang terdengar pilu, apalagi ia menenggelamkan wajahnya di lutut yang sudah ia tekuk itu.
*Flashback*
Setelah Julian menyelamatkan Lira dari gudang ia langsung menuju ke kamarnya untuk mengobati leher Lira yang terluka. Setelah Lira diobati bersamaan tangis Lira mereda, ia memperhatikan dengan lekat wajah Julian, Julian juga tidak merasa risih, ia malah tetap fokus untuk mengobati luka Lira.
"Apa yang kau lihat? Berhentilah untuk terus menatap padaku dengan pandangan seperti itu." kata Julian yang akhirnya membuka mulutnya kembali. "Ti ... tidak aku hanya mengingat keluargaku saja, setiap aku terluka pasti mereka akan mengobatiku, mereka selalu menjagaku meskipun aku selalu keras kepala dan egois tapi mereka tidak pernah mengacuhkanku, mereka sangat menyanyangiku. Aku rindu mereka. Meskipun aku kadang bertengkar dengan Zura karena sikap posesifnya tapi saat seperti ini aku sangat merindukannya. Hanya ia yang paling mengerti aku," kata Lira yang terus mencerocos tanpa melihat perubahan wajah Julian. Bahkan tanpa Lira sadari bahwa tangan Julian yang sudah selesai mengobati lehernya mengepal.
"Kau tau? Aku rasa pendapat orang memang benar. Senyaman apapun kita bersama orang lain, aku akan lebih nyaman dengan keluarga sendiri. Bahkan rasanya kalau waktu bisa berputar aku tidak akan membantah bahkan membentak ayahku saat terakhir aku masih bersama. Oh iya bagaimana denganmu? Apakah kau setuju denganku atau kau memang tidak memiliki perasaan sehingga tidak bisa nyaman dengan keluargamu?" katanya yang sebenarnya tidak ada yang salah, tapi entah kenapa hawa di sekitarnya terasa berbeda. Ia pun menengok ke arah Julian dan melihat bahwa Julian sedang mengeraskan rahangnya terlihat sangat marah.
Melihat adanya aura menyeramkan dari dalam tubuh Julian membuat Lira sadar atau tidak mulai menjauh dari Julian yang tampak seperti saat pertama mereka bertemu. Brutal, ganas, dan kejam. "A ... ada a ... apa Julian? Kenapa ka ... kau terlihat sangat ma ... marah?" tanya Lira gugup karena ketakutan mulai melingkupinya. Melihat bahwa Lira menjauh malah membuat Julian mendekatinya dan mulai berbicara dengan nada tajamnya, "Jangan pernah membicarakan tentang keluarga atau kau yang akan menanggung resiko karena mengatakan sesuatu hal yang paling kubenci" 'dan hal yang tidak kumiliki jawabannya' katanya melanjutkan dalam hati.
Melihat hal itu entah kenapa jiwa pemberontak Lira muncul tanpa tau apa balasan yang akan ia dapatkan karena sikapnya tersebut. "Memangnya kenapa? Apa dugaanku tentang masalalumu itu benar?" tanya Lira dengan nada berani yang sebenarnya membuat lututnya gemetar karena melihat tatapan Julian yang layaknya laser tersebut.
"Apa yang kau fikirkan tentangku? Apa yang ada dalam fikiranmu tentang masalaluku? APA," tanya Julain dengan sentakan di kalimat terakhirnya. "Kau bukan putra dari Jhohan. Kau hanyalah kacung baginya," katanya yang sebenarnya keluar tanpa ia filter terlebih dahulu. "Katakan sekali lagi, keluarkan apa yang ada dalam fikiranmu." kata Julian yang sebenarnya tengah mencoba mengatur emosinya agar tidak meledak-ledak dan ingin tau apa sebenarnya yang ada difikiran Lira.
"APA HUBUNGANMU DENGAN JHOHAN? AKU TAU KALIAN TIDAK MEMILIKI HUBUNGAN DARAH. KALIAN BERBEDA BAHKAN ORANG AWAM PUN TAHU BAHWA KALIAN SANGAT BERBEDA. TAPI KENAPA? KENAPA KAU SELALU BERSAMANYA? KENAPA KAU SEOLAH MENURUT PADANYA? HAH? KENAPA?" teriak Lira yang mulai hilang kendali akan dirinya karena perasaan aneh yang mulai muncul kembali.
Sedangkan Julian mulai hilang kesabaran dan mencengkeram rahang Lira dengan erat. Bahkan mereka tidak mendengar gedoran pintu yang keras karena aura kegelapan menguar di dalam kamar, "Dengar ini Lira. Kau tidak memiliki hak untuk menanyakan perihal hal itu. Jangan kau kira setelah beberapa hari kita mulai dekat kau bisa seenaknya saja bertanya semua hal. Kau sudah kelewatan batas." kata Julian dengan dingin tanpa memperdulikan ringisan kesakitan dari Lira.
Lalu tanpa perasaan ia menampar pipi kanan Lira sampai sudut bibirnya terluka dan keluar darah. Baru akan menyiksa Lira kembali ada sebuah tangan yang menahan gerakan tangan Julian yang belum puas menyiksa Lira. Saat mereka melihat siapa yang berani menahan gerakan Julian terlihat Nick yang berusaha untuk menahan perlawanan dari Julian yang tentu saja lebih kuat daripada Nick. Nick kemudian melihat keadaan Lira yang kacau dengan pipi memerah, "Cepat Lira, tinggalkan tempat ini dan kunci kamarmu. Aku yang akan menenangkan Tuan Julian." teriak Nick. Mendengar hal itu kontan membuat Lira menggeleng karena mana mungkin ia mengorbankan Nick kepada pria yang terlihat mengamuk dengan alasan yang tidak ia ketahui.
Sedangkan Julian mulai memaki dan menyerang Nick, "Berani sekali kau menahanku? Kau lupa aku adalah Tuanmu! Kau seharusnya menurut padaku bukan pada wanita seperti dia." kata Julian yang kemudian memukul wajah Nick dengan membabi buta. Sekali lagi Nick melirik padaku dan mengisyaratkan kepadaku untuk segera pergi dari sana. Aku tidak memiliki cara lain selain menuruti perkataan Nick selain takut dengan tingkah Julian yang brutal dan baru pertama kali aku melihatnya begitu. Karena selama ini meskipun Julian kasar aku tidak pernah melihat ia sebrutal ini seakan ingin menghabisi Nick dan orang-orang yang ada di sekitarnya, termasuk aku. Dan setelah sampai kamar aku langsung mengunci kamarku dan meletakkan kursi yang berada di kamarku untuk menahan pintu karena barangkali Julian membuka pintu dengan kunci cadangan. Kontan saja tubuhku merosot kebawah mengingat tingkah Julian yang untuk pertama kalinya seperti orang yang kehilangan akalnya.
*Flashback off*
***
Sementara di kamar Julian keadaan mulai terkendali karena Julian sudah tidak memukul wajah Nick yang sudah babak belur dan hidungnya yang keluar darah menandakan bahwa pukulan Julian tidak bisa dianggap enteng.
"Kenapa kau melakukan hal itu Nick. Harusnya kau tetap diam dan tidak menghentikanku." Kata Julian setelah meredam emosi yang sempat bergejolak. "Aku hanya tidak ingin kau lebih menyesali apa yang akan terjadi jika aku tidak menghentikan tindakanmu," kata Nick dengan tenang seolah lukanya tidak berpengaruh apa-apa. Tanpa berbicara seperti biasa Julian langsung meninggalkan Nick. Nick yang sering mendapat perlakuan seperti itu sudah terbiasa dan mulai melangkah ke arah kamar Lira untuk melihat keadaan gadis itu.
***
Sementara Lira yang sudah tertidur dengan meletakkan kepalanya di lututnya tidak menyadari bahwa ada pria yang masuk lewat jendela kamarnya yang tidak ia tutup. Pria itu terlihat berjalan mendekat ke arah Lira dan menyibakkan rambutnya agar terlihat wajah Lira yang kini sembab karena dipenuhi oleh air mata. Pria itu mengangkat tubuh Lira ala bridal style dan membaringkan tubuhnya di kasur. Ia mengambil kotak obat yang berada di lemari kecil dalam kamar tersebut dan mengoleskan salep pada luka memar di pipi Lira. Setelah selesai ia menyimpan kembali kotak tersebut dan perlahan mendekatkan bibirnya pada kening Lira. Pria itu mengecup kening Lira cukup lama, dan menggumamkan sebuah kata berulang kali tepat di telinga gadis itu, "Maaf,"
Ya dia adalah Reynard Daxler Julian ...
***
Sedangkan tanpa Julian sadari ia telah diintip 'Lagi' oleh 2 orang yang sama. Ya, 2 orang tersebut adalah Nick dan Jhohan. Tentu saja dengan pandangan yang berbeda. Jika Nick melihat dengan tatapan lega, sedangkan Jhohan dengan pandangan yang tidak terbaca tetapi terasa berbahaya.
Bersambung
22 April 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
The Syndrom [TAMAT]
Mystery / Thriller"Aku memang benci hidup bersamamu, tapi bukan berarti aku ingin lepas darimu. Aku sudah merasa bahwa aku bukan diculik melainkan sedang liburan." "Itu pernyataan teraneh yang pernah kudengar." "Dengar Rey, aku pasrah saat kamu menyiksaku, menyekapk...