Jangan lupa untuk vote dan komen
Hipi riding 😚
Terlihat Jhohan yang sedang duduk sambil menimang-nimbang koper yang berisi sejumlah uang dengan jumlah yang tak bisa dibilang sedikit.
"Ah, sepertinya sudah cukup uang yang aku dapatkan selama ini dari Brama sudah cukup untukku pergi ke belahan bumi yang lain. Bahkan seumur hidupku," kata Jhohan. Kemudian mengambil ponselnya untuk menelpon nomor Brama.
"Aku akan mengirimkanmu alamat. Dan cepat ke alamat itu sekarang jika kau ingin putrimu kembali padamu." Setelah mengatakan hal itu, ia langsung mematikan teleponnya.
Lira yang sedari tadi tidak sengaja menguping pembicaraan Jhohan malah merasa tidak suka. Bukan karena tidak suka akan bertemu dengan keluarganya, tetapi ia merasa tidak suka karena artinya ia akan berpisah kembali dengan Julian.
Setelah mengetahui hal itu, ia langsung pergi menuju ke arah Julian yang berada di samping rumah. Saat ia melihat Julian yang sedang bersama beberapa anak buahnya, tanpa perduli sesuatu ia langsung menerjang Julian dengan pelukannya dan menangis takut dipisahkan dengan Julian.
Julian yang tidak mengerti dengan keadaan Lira yang tiba-tiba menangis di pelukannya, ia langsung menyuruh anak buahnya untuk pergi dari sana.
Setelah memastikan bahwa semua anak buahnya telah pergi dari tempat tersebut. Baru Julian beran membuka suara dengan mengelus lembut rambut Lira.
"Hey, ada apa Lira? Kenapa kau tiba-tiba menangis seperti ini?" tanya Julian heran, "Hiks ... hiks ... aku tidak mau dipisahkan darimu. Hiks ... aku hanya ingin bersamamu. Apa kita memang tidak bisa bersama seperti yang lain?" tanya Lira dengan sesegukan.
Sedangkan Julian mulai menegang mendengar hal itu. Ia pun tidak ingin dipisahkan dari Lira, sudah cukup beberapa waktu yang lalu mereka dipisahkan. Sekarang tidak lagi.
"Dari siapa kau mendengar hal itu? Siapa orangnya?" tanya Julian dengan rahang yang mengeras.
"Jhohan. Aku mendengar langsung darinya, dia sendiri yang menelpon ayahku untuk membawaku pulang, Julian. Aku tidak ingin pulang. Aku hanya ingin bersamamu." Perkataan Lira tidak didengar lagi oleh Julian. Ia serasa tidak bisa berfikir lagi. Ia heran, kenapa Jhohan bisa melepaskan Lira dengan begitu saja?
"Sudah, kamu tenang dulu. Aku akan membicarakannya sesuatu dengannya dulu. Tapi, sebelum itu. Aku ingin kau diam disini beberapa saat." Setelah mengatakan hal, ia langsung pergi tanpa mendengar kata-kata Lira.
***
Julian yang sudah sampai di ruangan Jhohan langsung masuk tanpa diketuk terlebih dahulu. Saat ia masuk terlihat Jhohan yang sedang duduk dengan santai.
Melihat hal itu, ia langsung mendekat dan berkata, "Apa maksudmu? Kenapa kau membebaskan Lira begitu saja? Bukankah kau ingin ia ada ditangan kita?" tanya Julian beruntun.
"Aku tidak pernah mengatakan hal itu. Kalau kau lupa, aku hanya mengatakan kalau kita akan menculiknya dan akan melepaskannya suatu saat nanti. Kau sudah terlalu jauh bermain hati dengan tawanan itu. Aku sudah mengatakan padamu untuk jangan bermain menggunakan hati terlalu sering." kata Jhohan dengan santai.
"Bisakah kita tidak memberikannya pada mereka. Kalau kau tidak ingin mengurusi Lira, kau bisa menyerahkan padaku semua tentang Lira," kata Julian yang mulai putus asa karena membayangkan akan kehilangan Lira untuk selamanya. Dan jawaban tidak lah yang ia peroleh dari Jhohan.
Setelah itu Jhohan langsung keluar dan mencari Lira untuk ia berikan pada Brama yang memang sebentar lagi akan datang.
***
Saat ini Brama, Jhohan, Zura, dan Lira sedang berkumpul di ruang tamu setelah perdebatan antara Brama yang ingin menghajar Jhohan dan Jhohan yang ingin bicara 4 mata dengan Brama. Perdebatan itu berlangsung alot dan hasilnya adalah mereka berempat berada di 1 ruangan. Sedangkan Julian, ia tidak terlihat dimana-mana.
"Aku ingin bicara denganmu, Brama. Hanya kita berdua. Bukan sebagai musuhmu, tapi sebagai sahabatmu." Katanya yang membuat Brama sedikit tersentak kemudian mengangguk dan mengisyaratkan kepada Zura untuk menjaga Lira.
***
"Apa yang ingin kau katakan padaku Jhohan? Kenapa tiba-tiba kau mengingatkanku tentang kisah lama yang kau akhiri sendiri?" tanya Brama berusaha bersikap santai.
"Sebenarnya aku menculik Lira bukan hanya menginginkan uangmu saja. Tapi ini juga berkaitan dengan masa lalu," kata Jhohan santai yang membuat Brama mengernyit bingung. "Apa maksudmu?" tanya Brama heran.
"Semua ini bermula ketika kau merebut Kalista dariku, kau membuat Kalista lebih memilihmu daripadaku. Setelah aku merelakan Kalista untukmu, kau malah membuat ia meninggal ketika melahirkan Lira. Kau membiarkan ia kehabisan darah." kata Jhohan dengan penuh emosi.
"Apa yang kau maksud Jhohan? Kau tahu bukan, jika Kalista memang mencintaiku sedari awal. Kita saling mencintai. Dan kau malah bilang aku merebutnya darimu? Sepertinya kau salah paham tentang perhatian Kalista terhadapmu." jawab Brama mencoba tenang.
"TIDAK! Kau yang merebutnya dariku. Kau membuat dia buta akan cintaku dengan harta milik keluargamu. Kalista adalah cinta pertamaku. Dan kau telah mencurinya dariku. Aku merelakan Kalista dengan anggapan akan membuat ia tersenyum sepanjang hari. Senyum yang tak bisa aku lihat, senyum indah yang hanya akan tercipta jika bersamamu. Aku merelakannya dengan anggapan kau akan membuat ia bahagia sepanjang hidupnya. Dengan anggapan bahwa ia akan lebih aman dengan pria yang ia cintai. Dulu aku begitu naif, aku merelakan cinta pertamaku untuk pria yang bahkan tidak tau caranya menjaga suatu hal. Dan ini yang aku dapatkan. Aku kehilangan cinta pertamaku. Aku kehilangan wanita yang sampai sekarang masih hadir dalam sudut hatiku. Kau yang membunuhnya, Brama." kata Jhohan panjang lebar dan diakhiri dengan penekanan di ujung katanya.
"Kau gila, Jhohan. Ia adalah istriku. Kau hanyalah dianggap sahabat olehnya. Jadi, tidak sepantasnya kau mengatakan hal seperti itu. Lagipula kau juga sudah menikah juga kan dengan istrimu—" Belum sempat Brama menyelesaikan perkataannya Jhohan kembali menyela.
"Dan kau juga membunuh istriku dan calon anakku saat istriku di mall." kata Jhohan yang disela oleh Brama, "Kau salah paham Jhohan. Aku tidak membunuh istri ataupun calon anakmu. Saat itu aku hanya fokus pada istriku, dan istrimu sangat nekat ingin kelantai bawah dan dia tergelincir hingga jatuh. Itu murni kecelakaan. Lagi pula, siapa juga yang ingin itu terjadi." Kata Brama mencoba menjelaskan kesalahpahaman yang terjadi.
"Kau memang penipu ulung Brama. Bilang saja kau memang ingin aku hidup sendiri, bukan? Tapi tidak. Aku tidak akan membiarkan semua berjalan dengan normal dalam hidupmu. Dan dimulai dari putri kesayanganmu. Dan lihat, bagaimana keadaan putrimu tersebut. Ingat ini Brama, aku tidak akan membiarkanmu disaat kau menjadi pelaku atas kematian 2 wanita yang aku cintai." katanya dengan nada tajam.
"Lalu, jika kau memang ingin membalas dendam atas kematian mereka, kenapa kau harus menculik putriku? Kenapa kau tidak membunuhku saja?" tanya Brama yang tidak habis pikir.
"Tentu saja aku menculiknya selain untuk membalaskan dendamku, juga untuk memeras pengusaha kaya raya sehingga aku bisa menguasai hartanya tanpa harus bersusah payah." katanya dengan seringainya yang khas.
Bersambung
8 Mei 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
The Syndrom [TAMAT]
Mystery / Thriller"Aku memang benci hidup bersamamu, tapi bukan berarti aku ingin lepas darimu. Aku sudah merasa bahwa aku bukan diculik melainkan sedang liburan." "Itu pernyataan teraneh yang pernah kudengar." "Dengar Rey, aku pasrah saat kamu menyiksaku, menyekapk...