Bab Sebelas - Ada Gue!

415 65 2
                                    

Hari-hari selanjutnya, Cinta dan Atar semakin dekat. Mereka tidak melewatkan sehari pun untuk bertukar kabar. Meski frekuensi pertemuan mereka juga terbilang jarang karena kesibukan masing-masing, tak hayal apabila Atar berkunjung ke kontrakan Cinta. Toh, kontrakan tersebut juga milik Tante dari Atar sendiri.

Ivo juga sudah tahu kedekatan mereka. Itupun karena suatu hari ia melihat Cinta diantar pulang oleh Atar. Ivo dengan mati-matian mengintrogasi keduanya. Walaupun keduanya belum mengesahkan hubungan mereka, Ivo dengan sangat jelas bisa melihat binar cinta dari mata keduanya. Ivo hanya berharap, semoga Atar bisa membawa kebahagiaan baru buat sahabatnya.

Ini sudah sebulan setelah hari pertemuan mereka yang pertama saat itu. Sudah banyak hal yang mereka berdua lakukan. Termasuk bagi Cinta, ia setidaknya sudah bisa mengerti sedikit dengan keseharian Atar. Tepat saat Atar mengajaknya ke suatu kafe karena ada panggilan nyanyi.

Atar sampai senyum-senyum sendiri dari tadi. Ia hanya menatap ponselnya lamat-lamat; yang di sana ada bekas percakapannya dengan Cinta. Kebetulan saat ini ia sedang berada di kantin kampus setelah mengikuti kelas terakhirnya.

"Lo kayaknya kerasukan, deh, Tar. Dari tadi senyam-senyum macam orang gila saja." Dika angkat bicara setelah dari hanya bergidik ngeri melihat tingkah sahabatnya itu.

"Biasalah, man. Bunga-bunga cinta mulai bermekaran," celetuk Rangga yang juga sahabat karib dari Atar. Mereka bertiga memang satu fakultas, satu jurusan, bahkan satu kelas. Sedari sekolah menengah, mereka sudah selalu bersama-sama.

"Tuh, kan, makin aneh," ucap Dika setelah kekehan Atar sudah terdengar. "Jangan sampai gue nge-ruqiyah lo, ya?" sambungnya.

Atar yang masih mengulas senyum menatap kedua sahabatnya. "Lo makanya cari demen sana biar lo tahu juga gimana perasaan lo saat lagi dekat dengan cewek."

Dika dan Rangga sama-sama kaget mendengar penuturuan dari Atar. Pasalnya selama perkuliahan, Atar tidak pernah benar-benar dekat dengan perempuan, apalagi yang sampai membuatnya uring-uringan seperti ini.

"Lo? Lo lagi dekat dengan cewek?" tanya Dika. Atar belum menceritakan sosok Cintara kepada kedua sahabatnya.

"Bisa dibilang." Rangga yang sedang menikmati es tehnya langsung tersedak.

"Hah? Sejak kapan? Bukannya lo―" Rangga langsung menghentikan ucapannya ketika Dika menyikut perutnya tetapi Atar telanjur melihatnya.

"Gue nggak mau ngarepin dia lagi. Lagipula, sampai sekarang dia nggak ngabarin gue juga. Dia pergi dulu juga nggak izin sama gue. Jadi, bukankah dia sendiri yang memilih untuk pergi? Guenya aja yang terlalu bodoh. Ngarepin orang yang sama sekali nggak ngarepin gue." Dika mengusap-usap pundak Atar. Bagaimana pun, dia dan Rangga tahu benar bagaimana masa lalu Atar; sahabatnya. Bukankah ini juga pertanda baik apabila Atar mulai membuka hati lain.

"Gue dukung apapun keputusan lo. Ngomong-ngomong lo, kok, nggak cerita sama kita kalau lo lagi dekat sama cewek? Bagaimana orangnya?" tanya Rangga penasaran. Dalam sekejab Atar langsung menerbitkan senyumnya.

"Belumlah. Belum juga jadian. Kenalan baru sebulan. Namanya Cintara. Cantik dan dia juga pekerja keras. Nanti, deh, gue kenalin sama lo berdua kalau ada waktu," ucap Atar menggebu-gebu.

"Ya, deh. Sesuka lo. Jangan lama-lama tapi. Em ... lo nggak lupa, kan? Kita ada undangan dari kafe Sky nanti malam?" tanya Rangga.

Atar mengangguk. "Enggaklah. Gue ikut."

"Lo sekalian ajak demen lo itu juga, deh. Sekalian kenalin sama kita," usul Dika yang juga diangguki oleh Rangga. Atar belum mengajak Cinta saat dia manggung bersama kedua sahabatnya ini karena Atar juga punya band luar kampus. Kebetulan waktu ia mengajak Cinta kemarin adalah saat dia manggung bersama band luar kampusnya itu. Wajar bila Dika dan Rangga belum tahu.

C I N T A R A (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang