DuaTiga - Pertunjukan yang Luar Biasa

287 36 1
                                    

"Pagi, Mbak!" sapa Cinta pada Bela yang baru saja sampai di ruangan kerja.

"Pagi, Cin."

Cinta lebih dulu menaruh tas kerjanya di atas meja lalu mengeluarkan laptopnya. Ia menarik kursinya dan duduk setelah melepaskan jas kerjanya menyisakan blouse berwarna biru dongker.

"Kerjaan kemarin beres, Cin?" Kian menghampiri Cinta.

"Eh, Mas. Udah, sih. Cuma butuh masukan dari Mas dan Mbak juga sebelum saya setor ke Pak Revan," jawab Cinta. Ia menghidupkan laptop miliknya juga komputer kantor yang memang sudah tersedia di mejanya.

"Yang kafe Mbak Diah itu, Cin?" sahut Bela.

"Iya, Mbak."

Cinta membuka folder di mana ia menyimpan file desain kafe itu.

"Terlihat lebih alami, ya?" komentar Kian setelah melihat desain interior yang telah dibuat oleh Cinta. Kafe itu berlantai dua namun bagian dalamnya bernuansa kayu, serta sekatnya masing-masing dibatasi oleh rentetan bambu yang sudah didesain semenarik mungkin hingga tampak jauh lebih adem.

"Mbak Diah enggak minta lesehan aja nggak, sih? Kayaknya lebih cocok lesehan daripada kursi bundar gitu. Jarang-jarang, loh, kafe yang lesehan. Pengunjung juga akan lebih rileks kalau duduknya lesehan," sahut Bela juga ikut berkomentar.

"Itu juga mau saya tanyakan ke Pak Revan. Kalau memang cocok, saya yang akan berbicara langsung dengan Mbak Diah," ucap Cinta.

Ia memperbesar filenya, lebih tepatnya desain yang ada di lantai dua. "Kalau ditambah bunga gini, bagus nggak?"tanya Cinta memperlihatkan beberapa pot bunga yang berjejer di depan jendela yang langsung menghadap ke jalan raya.

"Enggak cocok, Cin. Pake bunga yang merambat itu aja. Biar kesannya nambah natural. Apalagi kalau udah panjang bunganya, tambah bagus itu," komentar Bela.

"Baik, Mbak. Makasih masukannya juga, Mas. Saya mau bertemu dengan Pak Revan dulu. Semoga langsung lolos, deh," ucap Cinta sumringah. Ia sudah memeluk laptopnya.

Bela hanya mengepalkan tangannya di udara sedang Kian hanya mengacungkan jempolnya.

***

"Gue dengar ada mahasiswi pindahan di manajemen, ya?" Atar menoleh ke arah Rangga dan Dika yang baru saja datang.

"Tiap bulan juga ada aja mahasiswa pindahan," celetuk Atar acuh. Ia memainkan floam latte yang ada di dalam gelasnya dengan menggunakan sedotan minumannya.

"Ya, enggak heran juga, sih. Barangkali aja bisa gue embat kalau cewek itu cocok, hehehe," kelakar Dika.

"Anjir! Sekian banyak mahasiswi di kampus ini, apa emang enggak ada yang nyantol di mata lo?" tanya Rangga menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia tak habis pikir dengan sahabatnya itu.

"Mau gimana lagi. Gue lebih nyaman gini," ucap Dika. "Tuh, Atar aja belum nembak Neng Cantik," tambahnya yang mendapatkan pelototan dari Atar.

"Nanti malam juga udah sah," balas Atar tak terima. Kedua pundaknya langsung mendapatkan tepukan dari Dika.

"Lo seriusan? Enggak bohong, kan?" tanya Dika heboh.

"Seriuslah. Lagian gue udah nyaman sama dia. Tapi, habis manggung nanti aja di Kafe Orange," balas Atar.

"Gue dukung lo, deh. Cinta juga orang baik. Enggak heran kalau lo bisa takluk sama dia." Rangga bersuara. Ia mencomot kentang goreng yang ada di meja.

C I N T A R A (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang