Berusaha memulihkan badan sejak semalam hingga siang ini, akhirnya tubuh Cinta sudah merasa baikan. Meski masih ada sedikit ngilu apabila ia menggerakkan badannya, tapi setidaknya sudah tidak sesakit semalam saat ia ingin beristirahat.
"Lo kayaknya demen banget cium tanah air. Heran gue. Yang dicium, tuh, pacar, bukannya aspal." Sedari tadi, Ivo juga terus-terusan mengomelinya. Sejak kepulangan Cinta semalam, ia kembali kaget setelah melihat kondisi Cinta yang mengenaskan. Belum sebulan paska kecelakaannya tempo hari, lagi-lagi Cinta kembali mempersembahkan kecintaannya kepada aspal.
"Kuping gue udah mau meledak dengerin lo ngomel mulu, Vo. Lo enggak capek apa?" tanya Cinta. Ivo yang kesal tak sengaja menekan luka pada lutut Cinta yang tengah ia ganti perbannya.
"Bangke! Lo mau bunuh gue apa? Sakit, gila!" jerit Cinta langsung menarik lututnya.
"Gitu aja ngelu kesakitan. Semalam pas kecelakaan santai aja," dumel Ivo lalu kembali menarik lutut Cinta. Dengan pelan, ia membereskan luka Cinta."Ya, namanya kaget dan takut, mana sempat kepikiran sakit," balas Cinta malas.
"Baru kali ini gue dengar alasan kayak gitu. Kenapa dari kemarin-kemarin lo enggak kecelakaan terus aja," sahut Ivo seperti ledekan.
Cinta melempar bantal pada wajah Ivo saking kesalnya. "Lo enggak tahu apa namanya takdir."
"Enggak."
"Mentang-mentang belum pernah kecelakaan. Jadinya gini, nih."
Ivo hanya menyengir kuda. Sebenarnya tak ada niatnya mau meledek Cinta seperti itu. Cuma cara menyampaikan kekhawatirannya yang susah. Lagipula ia tahu benar kekerasan kepala Cinta seperti apa.
"Lo bisa, kan, nganterin gue?"
"Astaga, Cin! Lo masih sakit ini. Mau ke mana lagi lo?" tanya Ivo mendelikkan matanya.
"Ke rumah sakitlah. Gue mau memastikan kondisi Tata gimana. Bagaimana pun, ini semua gara-gara gue juga."
"Nunggu pulih juga bisa, kan?"
"Kelamaan, Vo. Intinya lo mau apa enggak?" tanya Cinta.
"Iya, iya. Tapi mana bisa lo naik motor gue kalau kondisi lo kayak gini. Paling naik grab," kata Ivo.
"Ya, sudah enggak apa-apa."
Ivo akhirnya membantu Cinta menuju dapur untuk makan siang setelah membantu Cinta berpakaian. Pukul dua, akhirnya Cinta dan Ivo menuju rumah sakit.
"Kok kaki gue nyut-nyut lagi, ya," keluh Cinta setelah turun dari mobil."Gue juga bilang apa." Ivo dengan cepat memapah Cinta menuju ruangan di mana Tata dirawat. Sebelum berangkat, ia juga sudah bertanya pada Atar nomor ruangan Tata.
"Di ruang mana, sih?" sambung Ivo lagi.
"Dua. Ruang Garuda," kata Cinta.
Melewati lift terdekat, Ivo dan Cinta akhirnya sampai juga di depan ruangan di mana Tata dirawat.
Pelan-pelan, Ivo membuka pintu ruangan lalu masuk diikuti oleh Cinta dari belakang. Di ruangan itu hanya ada Atar dan Tata. Meski sedikit cemburu, Cinta tidak mau menunjukkannya di depan Tata yang tengah dirawat.
"Sore," sapa Cinta dengan pelan. Ia masih takut-takut setelah melihat Tata yang menatapnya dengan sedikit datar.
"Udah datang? Tadi aku bilang biar dijemput aja malah enggak mau." Atar langsung menghampiri Cinta dan memapahnya menuju tempat duduk yang ia pakai tadi.
"Kan, ada Ivo. Kamu juga bakalan bolak-balik. Pasti capek," ucap Cinta sedikit canggung. Apalagi setelah Atar merapikan rambutnya, Cinta dengan jelas bisa melihat Tata yang melarikan bola matanya ke arah lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
C I N T A R A (Selesai)
RomanceWAJIB FOLLOW SEBELUM BACA!!! ~~~~~ Cinta menyandarkan dagunya di atas bahu lelaki yang sedang ia peluk pinggangnya itu, merasakan angin yang berembus melawan mereka berdua saat motor itu melaju. "Di kota yang seluas ini, aku nemuin kamu. Kita ber...