Jennie memetik setangkai tulip putih dari beratus-ratus tangkai yang dapat ditemuinya dengan mudah pada pinggiran salah satu sungai Pixabay. Dia hirup aroma tulip itu untuk beberapa saat. Hidung Jennie seakan penuh dengan bebauan roti Pixabay yang khas. Sekadar informasi saja, roti terkenal dari Pixabay adalah roti yang terbuat dari kelopak bunga tulip berwarna kuning. Itulah alasan mengapa tulip berwarna kuning, ungu, dan merah terkadang lebih susah ditemui di pelosok-pelosok Pixabay sebab para penyihir yang punya keahlian untuk mengolah sumber daya negeri selalu berkuasa untuk mengeksploitasi tulip-tulip dengan warna tersebut.
Jennie letakkan setangkai tulip tersebut di atas permukaan batu sungai yang berukuran cukup besar. Dia melangkahkan kaki di atas air yang mengalir setelah mengucapkan sebaris mantra agar tubuhnya bisa berteman baik dengan sungai. Jennie adalah elemen-elemen alam dari Pixabay, dia mencintai sistem politik dan cara penyihir senior membentuk pola pikir penyihir junior—sebenarnya, dia benci, tetapi dia harus berbohong supaya bisa mengalahkan mereka dengan cara yang paling halus.
"Aku tidak tahu, ini adalah penemuan yang akan menggemparkan Pixabay atau tidak," ucap Jennie bersenandika. Dia mengetuk-ngetukkan jari pada bagian dagu, sedang berusaha memeras otaknya yang tak seberapa agar bisa berpikir dan mencari cara agar penemuannya yang kali ini tidak terlalu mengecewakan. Paling tidak, dia bisa lolos di tahap pertama dan membawa penemuan ini pada jajaran pemerintah negeri sihir.
"Aku mulai meragu." Jennie lagi-lagi bermonolog. "Hey, aku bahkan belum mencobanya, bukan? Aku tidak boleh pesimis!"
Jennie memetik satu kelopak dari tangkainya. Dia letakkan kelopak tersebut pada telapak tangan, kemudian berucap, "Aku harus membuatmu melayang lebih dulu, setelah itu, aku baru bisa mengeksekusimu."
Dia arahkan ujung tongkat sihir pada permukaan kelopak tulip yang masih terlihat suci. Putih tanpa bintik-bintik seperti bunga tulip lain yang tak sengaja dia perhatikan secara mendetail beberapa menit lalu. Dia mengayunkan tongkat sembari berkata, "Hombalahezakihubre!"
Kelopak bunga tulip itu pun melayang dengan terkendali. Kuasa penuh ada pada jemari Jennie yang bergerak-gerak abstrak mengais oksigen serta partikel-partikel lain dari penyusun udara di Pixabay. Sebentar lagi, dia akan menciptakan sebuah mantra dan penemuan baru. Jujur, dia mulai bosan menerapkan mantra 'hombalahezakihubre' saat hendak menerbangkan sesuatu. Namun, hingga saat ini masih belum ditemukan mantra terbaru dari kemampuan menerbangkan benda mati. Jennie hanya bisa pasrah saja saat peraturan Pixabay menetapkan mantra tersebut sebagai mantra yang dilindungi sepanjang masa karena tidak dapat diperbaharui.
Jennie mengarahkan pikiran agar mampu membuat kelopak tulip tersebut berotasi sesuai dengan orbit yang dia ciptakan sendiri.
"Astaga, apa aku harus minta tolong Hoseok?" Jennie menggeram frustrasi ketika detik-detik berlalu hanya dengan pergerakan memutar dari kelopak tulip tanpa disertai perubahan yang berarti. "Aku tidak tahu harus memulai semua ini dari mana."
Dia membiarkan kelopak tersebut terus berotasi di atas aliran sungai. Dia meninggal posisi tadi, melangkah menjauh hingga berakhir dengan tubuh yang terduduk di atas kursi kayu buatannya kemarin.
"Buku yang kubaca tadi, sebenarnya sangat menginspirasi. Tapi kenapa hingga detik ini aku masih tidak punya ide sama sekali untuk mengubah setangkai tulip menjadi sesuatu?" Jennie mengacak rambut. Dia masih tidak punya konsep apa-apa tentang eksperimennya kali ini.
Hingga di detik-detik yang bergerak simultan dengan suara gemericik air, Jennie pun menyerah. Dia bangkit dari kursi kayu, kemudian mengarahkan ujung tongkat sihirnya pada kelopak tulip yang masih loyal berotasi di atas aliran sungai. Selang beberapa saat setelah membacakan mantra, kelopak tulip terus berhenti berputar dan lantas terjatuh sampai hanyut terbawa arus sungai—Jennie tidak tahu-menahu tentang arah aliran sungai tersebut, bukan urusannya.
Dia pun merogoh sapu terbang yang sejak tadi dijejalkannya pada saku jubah. Kembali mengucap deretan mantra hingga berhasil mengubah sapu terbang tersebut ke bentuk semula. Jennie meninggalkan pinggiran sungai Pixabay tanpa mengubah apa-apa selain membuat satu kelopak tulip hanyut tanpa cacat di aliran sungai yang airnya masih belum terkontaminasi oleh eksperimen gagal para penyihir lain.
***
"Tumben kemari? Ada apa?"
Jennie meletakkan jubahnya dengan sembarangan ketika telah memasuki kediaman Hoseok. Saat pertama kali dia membuka pintu gubuk megah Hoseok, pria itu tampak tengah mengerjakan sesuatu. Barangkali eksperimen baru. Dia yakin kalau eksperimen Hoseok akan masuk ke dalam salah satu dari lima penemuan terbaru pada tahun ini.
Dia berjalan menghampiri Hoseok yang sedang mengaduk sesuatu di panci berukuran besar. Di atas api berwarna keunguan yang menyala-nyala tanpa hantarkan suhu panas di sekitarnya. Hoseok memperhitungkan seluruh bagian-bagian dari eksperimennya, yang Jennie tahu hanya itu sepanjang memperhatikan Hoseok mengaduk cairan berwarna merah jambu dengan gelembung-gelembung kecil tersebut.
Tahu kalau pertanyaan Hoseok nyaris kadaluarsa, dia pun segera menjawab, "Aku butuh referensi untuk menciptakan penemuan, tahu. Kau ada buku yang sekiranya bisa kubaca untuk itu, tidak?"
Hoseok menghentikan pergerakannya mengaduk ramuan. Ia mengusap peluh sambil menatap punggung Jennie. Wanita itu membelakanginya karena dia tampak sibuk dengan sebuah rak buku yang sengaja diletakkan melekat pada dinding gubuk. Jennie suka membaca, tapi terkadang, bacaan wanita itu sedikit melenceng dari ajaran-ajaran penyihir senior.
Jennie memutar kepala beberapa derajat hingga dapat melirik Hoseok. "Jawab aku kalau kau masih memiliki mulut," desaknya.
Hoseok memutar bola mata, jengah. "Sebenarnya tidak ada." Ia kembali mengaduk ramuan tersebut, lalu berkata, "Tapi, beberapa hari yang lalu ketika pedagang buku lawas melintasi jalan setapak di Pixabay, aku membeli sebuah buku darinya. Buatmu saja, ada di bagian rak tingkat satu dari bawah, paling pojok kiri."
Jennie mengikuti instruksi Hoseok. Dia mengambil sebuah buku dengan sampul berwarna cokelat. "Konfrontasi Para Manusia Bumi." Jennie membaca judul buku. Dia menatap Hoseok yang lagi-lagi fokus pada panci besar. "Kenapa membeli buku seperti ini? Katanya, kau itu patuh dengan ajaran penyihir Pixabay. Ini ciptaan manusia biasa, lho, Hob." Jennie sedikit memberi aksentuasi pada saat berkata 'manusia biasa'.
Hoseok tidak menggubris cibiran Jennie. Ia masih fokus pada gelembung-gelembung kecil yang mulai berterbangan memenuhi sisa ruang di pancinya.
"Aku pulang saja, deh!"
Jennie memakai jubahnya kembali. Tanpa berpamitan dan berterima kasih pada Hoseok, dia berlenggang pergi meninggalkan gubuk pria berhidung mancung itu yang dominan berwarna biru. Gubuknya sendiri dominan berwarna—Kanan dan Kiri sering bermain-main dengan warna, jadi jangan heran kalau melihat warna gubuknya selalu berubah-ubah. Dia sedikit menyesal telah mengajarkan dua burung hantu itu mengecat dinding.
Setelah melewati beberapa toko roti dan perlengkapan sihir yang berjajar rapi di sekitar gubuk-gubuk para penyihir, akhirnya dia sampai di depan gubuk sendiri.
"Aku bersyukur karena Kanan dan Kiri sedang tidur, aku tidak perlu khawatir tentang warna gubuk yang akan kembali berubah setelah ini," ujar Jennie sembari menduduki batu yang baru saja disulapnya agar bisa melayang kembali seperti pagi tadi.
Dia melepas jubah. Memangku buku berukuran tebal yang baru saja Hoseok berikan kepadanya dengan hati-hati, takut sekali ada lembar-lembar buku yang rapuh dan tak sengaja terjatuh.
Dari detik menuju menit, perlahan-lahan Jennie mulai mengonsumsi paragraf-paragraf yang manusiawi sekali pada tiap eksemplar buku tersebut. Dia tak pernah membanding-bandingkan kaum penyihir dengan manusia biasa karena dia juga mencintai tulisan-tulisan yang dibuat oleh para manusia biasa. Dia menyamaratakan kaumnya dengan mereka yang normal. Pixabay dan negeri lain hidup berdampingan kendati pada waktu-waktu tertentu akan ada konflik yang bermunculan. Dia netral, jadi tidak masalah memekuri sebuah buku tulisan manusia hingga berjam-jam penuh.
Jennie memekik lirih ketika menemukan kata kunci yang tiba-tiba saja menggugah otaknya hingga menciptakan sebuah ide.
Dia tersenyum tipis sembari mengusap-usap bulu Kanan yang sedang tidur tak jauh dari posisinya. "Manusia kloning. Di negeri biasa, ini memang sesuatu yang ilegal. Namun, aku hidup di Pixabay, semua dibebaskan asal masih berlandaskan pada ketentuan yang ada." Jennie menurunkan buku tersebut dari pangkuannya. "Aku berjanji akan menciptakan generasi-generasi baru Pixabay yang berkualitas dengan kemampuanku sendiri."
***
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Pythonissam
FanfictionPada tahun-tahun yang berguguran bersama daun berwarna oranye di Pixabay, Jennie Imogen yaitu seorang penyihir pemula hendak menciptakan sebuah mantra yang dapat mengubah kehidupan di negerinya. Jennie mengikuti sebuah sayembara yang diadakan setia...