06

118 22 0
                                    

Vokal mendayu-dayu keluar dari celah bibir Yoongi kala pria bersurai pucat itu bersiul seperti seekor burung hantu yang hinggap di atas gubuk para penyihir Pixabay. Ia menyisir rambut menggunakan jari-jari yang terasa lembab sebab menjadi korban dari helai-helai rambut basah. Ia menghadapkan diri pada cermin. Khusyuk dalam memandangi refleksi diri sendiri. Ia arahkan jari-jarinya pada permukaan wajah, menyentuh kesempurnaan pahatan Jennie yang luar biasa—ia sudah tahu bahwa Jennie adalah penyebab mengapa dua matanya bisa menyentuh langit-langit dunia, Jennie melahirkannya ke dunia dari sebuah kelopak tulip putih yang bersih. Kemarin malam, Jennie mengungkapkan validitas tanpa diminta. Wanita itu mendudukkan diri di atas batu besar pipih yang melayang-layang, tepat berada di sampingnya. Jennie bilang, ia akan jadi penemuan terhebat tahun ini jika bisa menjadi lebih pintar dan cerdas daripada hari-hari yang akan dilalui.

Ia sudah bertekad untuk lakukan apa saja demi kebahagiaan Jennie. Sekalipun harus mati.

Yoongi berjanji.

"Yoongi!"

Ia menoleh kilat ketika mendengar teriakan Jennie yang menggema. Ia mengernyitkan dahi, lalu merespons, "Apa?"

Jennie menutup wajahnya yang memerah menggunakan dua telapak tangan. "Aku sudah bilang, gunakan pakaian yang sudah kuberikan kemarin! Kenapa masih bugil, Yoongi Mesum?!" Dia menghentakkan sepasang kaki ke atas lantai kayu.

Yoongi kembali mengernyit. Alis Yoongi menunggal satu di semenjana pertemuan kanan dan kiri bulu-bulu tebal berwarna putih tersebut—serupa seperti rambutnya. Ia lantingkan pertanyaan, "Bugil itu apa?"

Jennie harus bisa mengontrol emosi dengan usaha keras jika masih mengharapkan Yoongi menjadi satu-satunya penemuan terhebat pada tahun ini. Dia takut kalap dan berujung dengan menelan cacing-cacing yang tidur di bawah keset sabut kelapa di depan gubuknya. Kendati demikian, dia tetap menjawab, "Telanjang. Sinonimnya begitu."

Seperti menjadi aksi yang identik sekali dengan ke-Yoongi-an, pria itu menelengkan kepala dengan tatapan heran yang dicetak jelas-jelas tanpa ditutupi agar tidak terlihat kontras. "Sinonim itu apa?" tanyanya disusul oleh kedipan mata yang dilakukan dengan ringan di bagian beranda netra.

Bibir Jennie produksi geraman kesal. Dia tak menggubris pertanyaan Yoongi setelah diam-diam mengintip ekspresi yang dilayangkan pria bugil itu dari balik celah-celah jari. Dia hanya lihat sekilas, sungguh.

Dalam beberapa detik-detik yang terlewati dengan helaan napas teratur Yoongi, Jennie memutuskan untuk berbalik badan—memunggungi Yoongi—lalu menurunkan dua tangan yang sejak tadi menutupi wajahnya. Dia berujar, "Pakai bajumu, lalu temui aku di depan gubuk. Jangan lupa, kenakan jubah dan topi sihir duplikatnya supaya kau tidak tertangkap basah oleh para aparat Pixabay." Kemudian, Jennie berlalu meninggalkan Yoongi yang masih berusaha mencerna kalimat panjangnya.

Jennie tampaknya harus lebih sabar dalam menghadapi tingkah Yoongi.

***

Yoongi menempatkan diri di samping Jennie. Ia perhatikan Jennie lekat-lekat karena wanita itu sudah mewanti-wanti agar ilmu yang diperlihatkannya di pinggiran air mengalir—Jennie menyebut air tersebut dengan nama sungai—tidak boleh terbuang sia-sia.

"Kau harus bisa menguasai mantra-mantra dasar di Pixabay, Yoongs," ujar Jennie sembari merotasikan daun kering di atas telapak tangannya menggunakan kendali pikiran.

Yoongi tak perlu menjawab atau merespons ucapan yang baru saja Jennie lemparkan dengan nada ketus. Ia malah mengikuti cara Jennie menerbangkan daun kering di atas telapak tangan tanpa menyentuh kulit.

Jennie mengalihkan pandangan dengan gerakan kilat ketika tak mendengar satu kata pun yang keluar dari celah bibir lembab berwarna merah muda milik Yoongi. Dia mendecih, lalu mencibir, "Ini baru mantra dasar. Tidak usah sombong begitu." Kemudian mengalihkan pandangan dari arah Yoongi menuju daun kering yang masih loyal berkeliling di atas telapak tangannya.

Jennie menghentikan pergerakan daun tersebut. Dia mundur satu langkah hingga menyejajari posisi Yoongi yang terlihat masih asik dengan daun di atas tangannya. Dia tersenyum tipis sembari menolak pinggang dengan dua tangan yang lengan jubahnya telah dilipat beberapa kali karena dia merasa menganggu. Dia menyentuh salah satu pundak Yoongi, meminta sedikit atensi pria itu agar kembali fokus pada apa yang hendak dia ajarkan lagi.

Jennie tersenyum, lantas berkata, "Kau belajar dengan cepat, di luar ekspektasiku."

Yoongi turut mengulas senyum. Kendali pikirannya lepas pergerakan daun dari atas tangan. "Katamu, ini masih mantra dasar, 'kan?" tanyanya yang langsung mendapat sebuah respons berupa anggukan dari Jennie. "Aku akan menyesal telah lahir ke dunia apabila melaksanakan hal-hal kecil saja aku tak mampu, Jun."

"Kalau begitu, jangan panggil aku Juni. Bukankah itu juga termasuk hal kecil, Yoongs?" ujar Jennie, setengah jengkel.

Yoongi tertawa hingga membuat sepasang pipinya terangkat. Dengan gerak spontan, salah satu tangannya terangkat lalu bertengger pada puncak kepala Jennie. Sepersekon kemudian, ia mengusap rambut Jennie yang tak tertutup topi. Ia berucap, "Aku lebih suka memanggilmu dengan Juni daripada Jennie."

Jennie terdiam.

Tahu anak itik yang punya sepasang sayap kupu-kupu di punggung? Tahu reaksi yang anak itu gambarkan ketika lahir ke dunia? Kalau tidak tahu, lihat saja ekspresi Jennie saat ini—nyaris sama seperti anak itik dengan sayap kupu-kupu.

Wajah Jennie memerah. Kelopak matanya berkedip-kedip, berusaha mencerna keadaan yang sedang dipersembahkan oleh Yoongi secara tiba-tiba dan cukup sialan, sebab bisa membuat detak jantungnya berpacu seperti tengah lari mengelilingi Pixabay sebanyak tiga kali padahal sudah memiliki sapu terbang untuk melakukan itu. Dia ingin menepis tangan Yoongi, tetapi anggota tubuh yang selama ini telah mengabdi kepadanya tiba-tiba saja berdusta dan beralih pihak pada kubu Yoongi yang sialan sekali.

"Juni?"

Jennie kembali menurunkan kelopak mata sebagai kedipan. Dia menyahut, "Y-ya?"

"Wajahmu berwarna—tidak tahu, aku lupa harus menyebut warnanya dengan nama apa," ujar Yoongi, "tapi, warnanya seperti warna jubah salah satu penyihir yang tadi kita lewati."

Jennie tidak bereaksi.

"Itu lho, penyihir yang menaiki buaya terbang." Yoongi menjelaskan, berharap Jennie segera mengingat penyihir yang ia maksud di sini. Ia menjelaskan lebih spesifik, "Yang hidungnya mancung sekali. Jubahnya punya hiasan di beberapa sisi, bentuk bintang dan bulan. Ayo dong, Masa' kau sudah lupa, sih?"

Jennie merotasikan sepasang bola mata sebagai tanggapan pertama. "Kau ini cerewet di waktu yang tidak tepat, tahu?" Dia menyingkirkan tangan Yoongi yang masih loyal jejaki anak rambutnya dengan gerakan pelan. "Penyihir itu menaiki naga, Yoongs, bukan buaya terbang."

"Terus?"

"Kau salah, Yoongs!" Jennie bersungut-sungut.

"Lalu?"

"Astaga!" Jennie mencubit lengan Yoongi yang tertutupi jubah.

Yang Jennie tahu dari kelakuan Yoongi, laki-laki itu irit bicara dan menyebalkan. Namun, melihat dan mendengar tanggapan Yoongi yang terkesan hendak membantunya dalam mengingat-ingat seorang penyihir yang dimaksud dengan menyusun banyak kata dalam kalimat yang dilontarkannya, dia jadi tahu kalau Yoongi ternyata bisa cerewet juga. Meskipun pada waktu yang tidak tepat seperti tadi.

***
Tbc.

[✓] PythonissamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang