"Hari ini, kau mau ke mana?"
Yoongi mendongak dari posisi duduknya ketika sedang memberi makan Kanan dan Kiri. Ia mengangkat salah satu sudut bibir hingga membentuk sebuah seringai. Lantas ia menjawab, "Bukankah yang lebih pantas bertanya seperti itu adalah aku?"
Jennie tidak membalas apa pun. Dia sibuk dengan catatan eksperimennya. Jennie sendiri sudah berencana untuk mengirimkan catatan tersebut sejak jauh-jauh hari, tetapi saat Hoseok tiba-tiba mencegah dan memintanya untuk menunggu pria itu, dia pun urung melanjutkan perjalanan menuju tempat sayembara. Jennie setuju-setuju saja akan permintaan Hoseok, karena dia pikir, tidak ada salahnya juga menunggu eksperimen sang pujaan hati hingga rampung.
Yoongi tiba-tiba menyita perhatian Jennie yang sedang khidmat mengandai-andai nasib hidupnya nanti bersama Hoseok. Hanya berandai.
"Kanan, Kiri, kalian malang sekali, ya?"
Jennie mengamati Yoongi baik-baik. Pria itu tampak sedang mengajak Kanan dan Kiri yang tengah mematuk-matuk roti tulip di atas permukaan daun. Sekadar informasi, Kanan dan Kiri saat ini lebih menuruti perintah yang diajukan Yoongi daripada perintahnya. Akhir-akhir ini mereka selalu bersama dan terlihat dekat sekali. Dia bahkan sempat mengira bahwa ketiga makhluk berbeda jenis itu sedang berkomplot untuk melakukan sesuatu saat ini.
Gubuk Jennie sempat dilanda hening untuk beberapa waktu. Baik dari pihak Jennie maupun pihak Yoongi tampak enggan menaruh peduli secara terang-terangan kepada satu sama lain. Mereka bergerak implisit agar tidak diketahui jika punya rasa peduli yang begitu tak terbatas keberadaanya.
Yoongi pun kembali melanjutkan aksinya. "Untung saja ada aku, jadi kalian tidak perlu takut kelaparan."
"Hey, kau sedang membicarakanku, ya?!" Jennie terlihat bersungut-sungut di atas batu. Dia meletakkan pena entah di mana, dia lebih tertarik untuk menanyakan sesuatu kepada Yoongi yang mahabenar itu.
Yoongi melirik kaki Jennie dengan aura sinis. "Siapa juga yang sedang membicarakanmu? Dasar."
Jennie menghentakkan sepasang tungkainya di atas lantai kayu. Yoongi mulai bertingkah menyebalkan, ya walaupun Yoongi selalu begitu. Namun, kadar menyebalkan Yoongi semalam bertambah saja, dan itu berhasil membuatnya ingin mengunyah kepala Yoongi saat itu juga.
"Sana, kau kan mau bertemu si Hoseok itu, cepat pergi. Kanan dan Kiri sudah tidak membutuhkanmu lagi." Yoongi bangkit dari posisi jongkok. Ia meninggalkan Jennie ke halaman belakang.
Ia bisa melakukan apa saja di halaman belakang tanpa perlu repot-repot menyembunyikan amarah yang begitu mengoyak relung hati tatkala melihat cara Jennie memuja Hoseok yang eksesif sekali. Ia ingin berada di samping Jennie, ingin sekali menggantikan posisi Hoseok yang katanya tak akan pernah terganti. Namun, ia tidak bisa berbuat apa-apa ketika Jennie sudah melarangnya untuk jatuh cinta—selain membangkang larangan Jennie dengan cara mempertahankan rasa cintanya kepada wanita itu.
Hanya membayangkan Jennie yang bergandengan tangan di pinggiran jalan Pixabay bersama Hoseok saja, rasa-rasanya ia bisa memecah batu gigantik yang terletak di mana-mana. Ia hanya bisa mengamati Jennie dari jauh, tidak bisa melangkah pelan-pelan dan berdiri di samping wanita itu seperti Hoseok. Sialan, tetapi tidak masalah selagi ia masih bisa memastikan bahwa Jennie Imogen tetap baik-baik saja.
Seperti saat ini contohnya. Yoongi berjalan mengendap-endap dari halaman belakang menuju samping gubuk untuk kemudian menyusul Jennie yang hendak pergi bersama Hoseok. Lagi, mereka berdua bergandengan tangan, sedangkan ia hanya bisa memperhatikan jalinan tangan Hoseok dan Jennie yang semakin mengerat bagai diberi perekat.
***
Jennie mengikuti langkah Hoseok menuju Jembatan Cinta. Dia harus menahan senyum malu-malu yang selalu hadir saat Hoseok—entah sengaja atau tidak—melirik dengan tatapan mata yang sulit diartikan. Dia tidak ingin melihat cermin, malu, karena dia tahu kalau ekspresinya saat ini begitu menjijikkan. Dia tidak ingin Yoongi melihat tingkahnya yang seperti ini, Yoongi hanya boleh tahu kalau dia lemah jika berurusan dengan Hoseok, apalagi cinta.
"Jennie," panggil Hoseok sesampainya di tengah-tengah jembatan.
Jennie menjawab, "Ya?"
"Aku ... aduh, kenapa jadi gugup, ya?" Hoseok menggaruk tengkuk sembari membuang pandangan dari Jennie. Ia menatap air sungai, kendati objek pandangannya sangat acak dan tak menentu saat ini, asal bukan mata Jennie.
Jennie merasa gemas. "Kau mau bicara apa? Pasti penting sekali sampai-sampai kau mengajakku kemari."
"Eungh, tidak juga, tapi entah. Bagiku sendiri, sih, penting. Namun, aku berharap bahwa apa yang aku katakan saat ini adalah hal penting juga bagimu, Jen."
Jennie tiba-tiba diserang gugup. Dia tidak bisa menerka-nerka apa yang hendak Hoseok katakan. Memandangi Hoseok lekat-lekat, dia pun mulai menajamkan indra pendengaran ketika Hoseok mulai membuka mulutnya.
"Maukah kau menjadi kekasihku?"
Jennie diam. Diam dalam ingatan yang tiba-tiba mengarah kepada senyum Yoongi yang ternyata sialan sekali begitu memabukkan. Di saat-saat yang krusial seperti ini, tidak seharusnya dia menggunakan akal sehat untuk bekerja dan menuhankan Yoongi yang menyebalkan sekali. Cara kerja otaknya mulai tidak tersistem, berkhianat. Padahal, dia sudah mengatur sistem otak agar selalu memprioritaskan Hoseok, Hoseok, dan Hoseok. Kendatipun Yoongi adalah ciptaannya yang paling berhasil dan berguna dibanding yang lain. Untuk beberapa detik yang bergerak maju, Jennie hanya mengedipkan kelopak tanpa tahu apa yang hendak dia lakukan. Dia mendadak jadi idiot.
Hoseok menyadari keterdiaman Jennie. Ia tersenyum tipis, kemudian berkata, "Kukira dugaanku selama ini benar. Ternyata ... ah, lupakan saja permintaanku yang tadi. Anggap saja aku—"
"Iya, iya, aku mau!"
Kini Hoseok yang mengerjap. Ia tidak salah dengar, 'kan? Oke, jawab saja tidak. Ia langsung mendekap Jennie sembari mengucapkan terima kasih berulang kali.
Jennie yang mendapat pelukan secara tiba-tiba hanya berharap dua kakinya masih mampu untuk menyanggah tubuhnya yang mulai kehilangan tenaga. Hanya dipeluk saja, dia sudah seperti ini. Bagaimana jika Hoseok menciumnya seperti saat Hoseok mencium Alisha? Ah, kenapa pula dia kembali mengingat saat-saat Hoseok melumat bibir Alisha di sudut ruangan? Sial.
Hoseok tidak bisa melunturkan senyumnya. Dengan dua tangan yang masih memeluk Jennie, ia bersua, "Sebenarnya aku tahu kau menyukaiku juga, Jen. Namun, aku terlalu takut kalau dugaanku yang begitu bersarang di otak ternyata tidak benar. Aku sempat takut kalau kau malah mencintai Yoongi, tetapi bersyukur sekali ternyata kenyataannya tidak begitu."
Jennie mengurai pelukan. Dia menangkup wajah Hoseok yang rupawan. "Hob, dengar, aku dan Yoongi hanya terlibat sebuah misi. Aku punya tujuan dalam terciptanya Yonggi di dunia ini, tetapi tujuan itu bukanlah untuk menjadikan Yoongi sebagai kekasih." Jennie menurunkan dua tangannya. "Jadi, jangan khawatir."
Kemesraan dan ujaran yang begitu menusuk ulu hati itu didengar Yoongi. Semuanya. Yoongi dengar kalimat Jennie yang menamparnya dengan keras sekali. Yoongi dengar Jennie yang menerima pernyataan cinta Hoseok. Ia dengar dengan jelas. Untuk yang kesekian kali hingga tak terhitung jumlahnya, ia kembali patah dengan sebab yang sama.
Yoongi pun pergi meninggalkan Hoseok dan Jennie yang masih memadu kasih di tengah jembatan biru.
***
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Pythonissam
FanfictionPada tahun-tahun yang berguguran bersama daun berwarna oranye di Pixabay, Jennie Imogen yaitu seorang penyihir pemula hendak menciptakan sebuah mantra yang dapat mengubah kehidupan di negerinya. Jennie mengikuti sebuah sayembara yang diadakan setia...