"Oh, astaga!"
Jennie tergopoh-gopoh melewati pintu gubuknya yang nyaris lepas dari engsel karena terlalu keras dia banting benda itu dari tempat semula. Dia tidak banyak berpikir dan menimang-nimang aksi ketika melihat Kanan dan Kiri mencium kaki-kaki Yoongi yang bergerak aktif di atas batu pipih.
Jennie menolak pinggang. Dengan tatapan nyalang serta kenakalan Kanan dan Kiri yang jadi objek utama pandangannya, dia berkata, "Aku punya roti tulip, tapi karena kalian badung, aku batal memberinya." Lalu Jennie membuang muka ke sembarang arah. Dia kesal sekali melihat Kanan dan Kiri yang ingkar janji tetapi masih mau diberi belas kasih yang tumpah-ruah seperti segelas kopi di ujung kedai milik manusia normal pada pagi hari.
Kanan dan Kiri tampak tak terima saat Jennie berkata demikian. Namun karena tak punya kuasa apa-apa dengan dua kaki yang sudah diberi mantra agar berhenti melangkah oleh si Imogen itu, mereka hanya bisa diam dan berkicau lirih—sebagai bentuk pemberontakan lewat suara, semoga saja Jennie mau dedikasikan sedikit nuraninya untuk memaafkan kenakalan mereka. Hey, ini bukan sepenuhnya salah Kanan dan Kiri sebab kaki-kaki Yoongi begitu imut, mereka jadi gemas sendiri ketika melihat Yoongi tertidur dengan kaki yang bergerak menendang angin Pixabay.
Jennie menghampiri Yoongi yang di beberapa bagian kakinya sudah terlukis bercak kemerahan. Paruh Kanan dan Kiri yang jadi pelaku utama kekerasan dalam gubuk ini, biadab sekali. Dia belai kaki Yoongi yang punya epidermis dengan warna putih pucat seperti salju, berharap agar Yoongi sedikit tenang. Bayi itu memang tidak menangis atau meraung-raung, tetapi dilihat dari dua alis yang menyatu di bagian tengah, dia jadi paham bahwa Yoongi kesakitan tetapi malas berteriak.
Jennie merogoh botol ramuan yang sejak tadi diletakkannya di dalam saku. Dia membuka penutup botol tersebut menggunakan ujung ibu jari. Hanya butuh satu atau dua tetes ramuan dari Hoseok, maka Yoongi akan tumbuh lebih cepat dari sekadar bayangannya sendiri pada bunga tidur yang lalu-lalu perihal anak bayi lahir dari bunga tulip.
"Cepatlah dewasa, Yoongs." Jennie mengecup puncak kepala Yoongi. "Jadilah penyihir tampan, kalahkan ketampanan Hoseok yang sombong sekali karena hidung mancungnya itu."
Jennie menggigit bibir bawah ketika Yoongi tiba-tiba mengeluarkan suara tawa. Astaga, ternyata ada yang lebih manis daripada permen apel dari gubuk sebelah—yaitu senyuman Yoongi yang lebih-lebih dari sekadar manis, Yoongi overdosis. Dia sempat membayangkan kendati hanya sekilas perihal Yoongi yang sudah tumbuh dewasa. Dia membentuk Yoongi sedemikian rupa agar punya sifat dan sikap yang baik dan berbudi pekerti, walau tak jarang lamunan itu disisipi oleh wajah malas dan sayu Yoongi yang tak bersemangat. Hey, wajah Yoongi memang begitu sejak jadi bayi, jadi rasa-rasanya tidak mungkin menjadi Yoongi yang bersemangat ketika sudah tumbuh dewasa nanti. Yoongi, ya, Yoongi.
Jennie menggusur paksa imaji yang berputar-putar di sekitar otaknya. Dia ulas senyum tipis, lalu berkata, "Oh, ya, aku akan mengirimmu ke pemerintah Pixabay yang bertugas menyeleksi kandidat penyihir senior setelah kau sudah tumbuh lebih tinggi dariku." Dia menegakkan tubuh yang sempat membungkuk. "Jadi, lekaslah tumbuh dewasa, Yoongs. Aku menantimu, sungguh."
Jennie melangkah pergi, meninggalkan Yoongi seorang diri. Tidak dengan Kanan maupun Kiri sebab dia terlalu takut kalau sampai epidermis Yoongi yang berpigmen putih pucat itu ternodai oleh jejak paruh Kanan atau Kiri hingga berubah jadi kemerahan, bisa juga sedikit ungu seperti kulit umbi. Maka dari itu, sebelum memutuskan untuk mencari udara segar di luar gubuk, dia lebih dulu ucapkan mantra yang punya kegunaan untuk membentengi Yoongi dari segala macam probabilitas buruk yang bisa saja tandang cuma-cuma untuk menghancurkan asetnya yaitu Yoongi, tentu saja.
Dia sengaja menggunakan dua kaki yang sudah lama tidak berpijak di atas permukaan bumi akhir-akhir ini. Oh, kapan tepatnya dia gunakan kaki untuk berjalan? Kalau tidak salah kemarin, oh, atau dua hari yang lalu, atau bisa jadi malah baru saja dia gunakan untuk menapaki bumi? Dia tidak tahu yang pasti. Dengan bibir yang mengerucut, dia bersiul sepanjang perjalanan tak tentu arah. Ada banyak yang dia lewati sepanjang jalan setapak yang tersedia secara gratis tetapi tak pernah digunakan oleh penyihir-penyihir Pixabay. Apakah dia termasuk penyihir aneh karena mau-mau saja berjalan kaki dan menguras tenaga padahal sudah ada sapu terbang agar bisa berkeliling dunia? Tidak tahu, dia penyihir jadi-jadian, sepertinya.
Dia menghentikan langkah ketika ujung sepatu hitam yang runcing itu telah menyentuh pintu gubuk Hoseok. Dia tidak merencanakan semua ini, sungguh. Namun, perlu diketahui bahwa nuraninya memang menyanjung Hoseok secara berlebihan. Maka dari itu, semua yang dilakukan oleh Hoseok akan terlihat begitu mengagumkan di matanya. Entah itu ketika Hoseok sedang mengaduk ramuan seperti tadi, atau si mancung itu tengah membersihkan hidungnya dari kotoran sekalipun—dia akan tetap mengagung-agungkan Hoseok di dalam kepalanya sendiri. Hoseok menjelma jadi definisi paling erat dari kata 'sempurna'.
Dia tidak perlu mengetuk permukaan pintu gubuk, alih-alih berlaku demikian, dia malah langsung menerobos pintu tersebut dengan perasaan yang menggebu-gebu.
"Hobbie! Aku datang—"
Jantungnya nyaris meledak ketika melihat Hoseok tengah mencium seorang wanita di pojok ruangan. Dia menghentikan pergerakan dengan tiba-tiba. Sekuat tenaga mengatur napas yang mulai memendek tersendat-sendat. Dia tidak perlu menangis. Tidak.
Dia melangkah mundur. Menguatkan hati yang sempat runtuh sebab puing-puingnya secara ajaib bisa melipat-lipat sendiri. Dia tidak meraung-raung karena melihat Hoseok mencium seorang wanita di pojok gubuk sampai seperti kehabisan oksigen tapi tetap tidak mau berhenti. Dia juga tidak menjerit ketika tak sengaja melihat leher Hoseok yang memerah dengan bercak gigitan di beberapa sisi. Hoseok tetap Hoseok, dan dia paham setengah hidup bahwa Hoseok tidak akan semudah itu diraih walau sudah punya distansi yang dekat. Karena dekat belum tentu bisa menjadi lekat. Dia dan Hoseok tetap seperti ini, tidak akan jadi lebih dari itu—kecuali Hoseok tengah mabuk dan dia punya keberuntungan lebih untuk mencium Hoseok seperti wanita tadi.
Jennie menggerakkan tungkai kembarnya menjauhi kediaman Hoseok. Dia menundukkan kepala. Barangkali Yoongi menangis karena Kanan dan Kiri yang badung itu mengoceh tidak jelas hingga timbulkan kebisingan di tengah gubuk, jadi si Yoongi mengirimkan sinyal pada kaki-kakinya yang sedang berjalan lunglai agar menjadikan gubuk sebagai tempat persinggahan. Dia menghela napas sejenak. Membiarkan udara Pixabay yang begitu autentik menyayat-nyayat hatinya sampai berdarah. Dia sakit dalam definisi paling menyedihkan, tetapi enggan menangis. Dia menghela napas sekali lagi sebelum mendorong pintu gubuk dengan setengah hati.
"Aku pulang."
Jennie lagi-lagi harus menguatkan jantungnya ketika membuka pintu gubuk. Meskipun tidak mendapati Kanan dan Kiri sedang berciuman di pojok ruangan seperti yang dilakukan Hoseok dan sang pasangan, dia tetap terlonjak kaget.
Jennie mengarahkan jari telunjuknya pada presensi asing yang tiba-tiba hadir di sentral ruangan. Dia membulatkan mata.
Yang ditatap Jennie ternyata lakukan hal yang sama. Mata sipitnya seketika membulat dengan pendar-pendar cahaya remang yang dihasilkan kunang-kunang di pinggir batu. Ia berkata, "Ma-Mama!"
Jennie nyaris membenturkan kepala pada kayu jati yang menjadi pilar-pilar gubuknya sendiri. Menemukan pria tampan yang sedang bermain bersama Kanan dan Kiri tanpa menggunakan sehelai benang untuk menutupi tubuhnya serta melafalkan kata 'Mama' tanpa sopan santun padanya membuat kepala seakan mengepulkan asap.
Dia melirik batu yang beberapa saat lalu digunakan Yoongi untuk beristirahat. Yoongi tidak ada di sana lagi.
Jennie tersenyum tipis sembari membuang muka dari tatapan presensi asing di sentral ruangan. Dia menangkup wajah sebab epidermisnya seakan memanas tanpa sebab. Dia berbisik pada udara Pixabay yang lalu-lalang di sekitar, "Kau tumbuh lebih cepat daripada perkiraanku, Yoongs."
***
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Pythonissam
FanfictionPada tahun-tahun yang berguguran bersama daun berwarna oranye di Pixabay, Jennie Imogen yaitu seorang penyihir pemula hendak menciptakan sebuah mantra yang dapat mengubah kehidupan di negerinya. Jennie mengikuti sebuah sayembara yang diadakan setia...