Jennie diam-diam melirik Yoongi. Tidak tahu ini sudah hari ke berapa, tetapi Yoongi masih betah mendiaminya seperti orang yang tidak saling mengenal. Itu sebuah siksaan yang tidak dia ketahui apa penyebabnya sampai detik ini.
Jennie meneruskan aktivitasnya yang saat ini sedang meneliti laporan hasil eksperimen yang nanti akan diserahkan kepada para jajaran penyihir senior Pixabay yang menjabat sebagai pihak penyelenggara sayembara lima ratus tahunan. Dia juga sudah meminta Hoseok untuk turut menyerahkan catatan hasil laporannya, pria itu setuju dan sepakat untuk menyerahkan laporan tersebut pada hari ini.
Yoongi beranjak dari kursi setelah melahap sepotong roti tulip. Tak menggubris keberadaan Jennie yang diketahuinya tengah melirik dalam diam. Ia enggan menaruh peduli, tetapi cinta yang tertulis dengan nama Jennie masih tetap tumbuh seperti bunga tulip di pinggiran sungai Pixabay yang terlihat merekah di beberapa waktu ketika ia temui. Sebelum berlalu dari hadapan Jennie, suara ketukan pintu sudah lebih dulu menginterupsi pergerakannya. Alhasil, ia terduduk kembali—ada yang ingin ia pastikan, jadi ia harap Jennie tidak curiga saat ada orang ketiga di tengah-tengah percakapan wanita itu bersama si Tuan Kekasih.
Jennie menyambut kedatangan Hoseok. Dia memeluk pria itu setelah berdiri di sentral gubuk. Mau menangis lagi seperti beberapa hari yang lalu, tapi dia sudah janji untuk tidak lakukan itu karena kata Hoseok, pria itu tidak suka kalau melihat air mata Jennie merembes seperti kencing katak di bebatuan. Astaga, romantis sekali, 'kan? Jennie hampir pingsan saat itu. Namun, dia punya tingkat kewarasan yang masih ada di otaknya, jadi untuk melakukan hal konyol seperti itu, dia perlu berpikir berulang kali. Hoseok tidak boleh tahu kalau yang tengah dipacarinya saat ini adalah Jennie Imogen si penyihir junior yang tidak bisa waras sedikit.
Hoseok mencium puncak kepala Jennie. Ekor matanya tak sengaja melirik Yoongi yang sedang menulis sesuatu di atas lembaran kertas. Ia kembali menaruh atensi pada Jennie, mengurai pelukan, lalu bertanya, "Catatannya sudah selesai?" Ia bertanya sembari mengusap puncak kepala sang wanita.
Jennie mengangguk pelan. "Tuh, sudah ada di atas batu. Ayo! Aku ingin mengunjungi Jembatan Cinta setelah mengantarkan laporan hasil eksperimenku."
Hoseok tersenyum penuh arti. Dengan alis yang naik turun, ia menggoda Jennie dengan berkata, "Tempat favoritmu, ya?"
Jennie mengedip malu-malu. "I-iya. Kan itu tempat bersejarah."
Jauh dari jangkauan pandang Jennie dan Hoseok yang sedang saling melempar canda di sentral gubuk, Yoongi tengah meremat kertas yang ada di hadapannya. Ia kuat, ia bisa patah berulang kali tanpa menangis karena ia adalah seorang pria. Jennie mencintai Hoseok? Tidak masalah, itu urusan si Imogen. Namun, menyoal ia yang masih menyimpan rasa begitu dalam kepada penciptanya sendiri adalah hak pribadi yang Jennie tidak bisa utak-atik kendati wanita itu berkuasa penuh atas dirinya. Yoongi beranjak dari tempat duduk tanpa membawa kertas maupun pena, dia hanya berlalu begitu saja menuju halaman belakang.
"Ayo, katanya mau ke Jembatan Cinta? Jangan peluk aku terus, nanti kita malah terlambat, tahu." Hoseok mencium cuping hidung Jennie karena gemas.
Jennie menuruti perintah Hoseok. Dia pamit dari hadapan lelaki itu untuk mengambil kertas laporannya yang tergeletak di atas batu dengan tergesa-gesa. Setelah selesai melakukan itu, dia pun melangkah menjauh dari gubuk bersama Hoseok dan genggamannya yang semakin mengerat pada lengan sang pujaan hati.
***
Yoongi masuk ke dalam rumahnya yang baru saja ia sihir lagi. Perlu diketahui, Yoongi menyembunyikan hasil eksperimen iseng itu dengan usaha mati-matian. Ia tidak mau diledek Jennie maupun Hoseok karena membuat rumah dari sebuah jamur yang ia ambil dari halaman belakang gubuk Jennie.
Ia melangkahkan kaki menyusuri rumah tersebut. Kosong. Tidak ada perabotan yang tersedia seperti gubuk Jennie. Ia ingin menyempurnakan eksperimen tersebut, tetapi bingung apa yang harus ia sihir menjadi perabot lengkap ketika tak satu pun benda yang muncul dalam pikiran.
Ia bersandar pada jamur raksasa yang saat ini sudah lebih besar ukurannya dibanding gubuk Jennie. Di dalam rumah jamur, Yoongi sedikit merasa lembab. Mungkin karena tidak ada sumber pencahayaan kecuali dari lubang yang baru saja ia buat sebelum menyihir jamur tersebut menjadi ukuran raksasa. Kapan-kapan, ia ingin berdiskusi dengan Jennie tentang perabotan yang akan digunakannya ketika tinggal di rumah baru, tetapi itu urusan nanti. Sekarang, yang penting hatinya yang patah bisa sembuh dulu, baru semua ia akan urus hingga rampung. Urusan hati nomor satu.
"Aku tidak ingin terlahir ke dunia ini menjadi eksperimenmu, Jun, jika sebelumnya aku tahu kalau larangan mencintai pencipta sendiri itu adalah hal mutlak."
Yoongi menidurkan tubuhnya seperti seekor anak kucing di tengah ruangan. Menekuk lutut, lalu menutup mata.
***
"Kalian sudah yakin?"
Jennie dan Hoseok serempak mengangguk.
Penyihir senior yang mereka ketahui bernama Lusi itu tampak mengulas senyum tipis, tidak tahu maksud dari senyum itu apa, yang penting mereka sudah mengumpulkan laporan hasil eksperimen kepada wanita itu.
Lusi meneliti laporan hasil eksperimen Hoseok dengan teliti. Dia tersenyum sembari menganggukkan kepala berulang kali. Dia mendongak dari kertas Hoseok, kemudian melirik sang empunya seraya berkata, "Kau selalu membuat sesuatu yang tak terduga."
Hoseok kini tersenyum congkak. "Tentu saja."
Lusi tidak membaca laporan Jennie sama sekali, dia akan menyimpan milik Nona Imogen itu untuk dia baca nanti.
"Sudah? Kami bisa pamit undur diri sekarang?" tanya Hoseok.
Lusi mengangguk. "Ya, silakan."
Jennie dan Hoseok membungkukkan badan untuk beberapa saat sebagai penghormatan, kemudian berlalu sembari berpegangan tangan seperti biasa.
Mereka berjalan beriringan di tengah terik matahari yang katanya bisa membakar epidermis hingga dapat mengubah warnanya menjadi kecokelatan. Jennie tidak terlalu peduli karena Hoseok mencintainya setulus hati. Fisik bukan jaminan, kata Hoseok begitu. Dia melangkah riang diiringi gelak tawa Hoseok yang sedang melempar kelakar. Pria itu punya selera humor yang bagus, sama sepertinya, dan berbanding terbalik dengan Yoongi.
"Tadi aku tak sengaja lihat Yoongi." Hoseok membuka pembicaraan di tengah terik matahari.
"Kenapa?" tanya Jennie. "Dia akhir-akhir ini sedang meneliti sesuatu, aku sendiri tidak tahu." Jennie memberi informasi tanpa dimintai.
"Yoongi sempurna sekali untuk ukuran sebuah eksperimen. Dia terbuat dari apa sih?" Hoseok tertawa. "Aku sampai tidak habis pikir, cerdas sekali otak si Yoongi itu."
"Dia itu menyebalkan, irit bicara, sok tampan, tapi dia punya hati yang tulus."
"Kau hebat sekali bisa menciptakan eksperimen semacam Yoongi." Hoseok memberi pujian. Ia membelokkan langkah saat mendapati tikungan terakhir menuju jembatan. "Aku masih penasaran, kau membuat Yoongi dari apa? Hebat sekali, sungguh! Aku bangga."
Jennie tersenyum malu-malu. Dipuji pujaan hati itu adalah hal yang paling luar biasa.
Mengingat Yoongi, dia jadi rindu dengan senyum pria itu yang irit sekali. Namun, sekali Yoongi menarik sudut bibir, maka seluruh perhatian yang ada di sekitar seketika langsung tertuju pada senyum pria itu. Yoongi punya aura yang berbeda, dia tahu. Yoongi berkharisma, dan dia akan termasuk ke dalam orang bodoh karena sudah mencampakkan Yoongi. Dia sedikit banyak sadar bahwa perasaan Yoongi adalah hak milik pria itu sendiri, jadi dia sengaja untuk tidak mencampuri urusan cinta Yoongi yang katanya begitu besar untuk seorang penyihir junior sepertinya.
***
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Pythonissam
FanfictionPada tahun-tahun yang berguguran bersama daun berwarna oranye di Pixabay, Jennie Imogen yaitu seorang penyihir pemula hendak menciptakan sebuah mantra yang dapat mengubah kehidupan di negerinya. Jennie mengikuti sebuah sayembara yang diadakan setia...