18

109 21 1
                                    

Yoongi Harus berdecak berulang kali ketika Hoseok terus-menerus melirik ke arahnya. Ia bergumam, "Orang itu mau apa sih?" Yoongi mengomel dalam volume suara lirih. "Datang ke sini terus. Mengganggu ketentraman saja, huh!"

Yoongi terus menggerutu sepanjang jarinya menulis beberapa mantra yang terkadang kerap kali ia lupakan walaupun mantra terus kata Jennie adalah mantra dasar. Ia menulis mantra-mantra tak lagi pada selembar kertas sisa milik Jennie yang tak terpakai, ia sudah menulis di sebuah buku kosong yang Jennie berikan.

Setelah dua hari yang lalu kepergok di halaman belakang bersama jamur raksasa, Jennie memberinya sebuah buku kosong untuk ia isi dengan mantra-mantra orisinilnya. Ia menerima pemberian Jennie setelah mengucapkan terima kasih. Ia sengaja tidak mengucapkan apa-apa lagi dan langsung meninggalkan wanita itu begitu saja.

Hoseok menarik salah satu kursi yang terletak di hadapan Yoongi. Ia sedikit berjingkat untuk membaca sekilas apa yang sedang Yoongi tulis. Lantas ia berdecak takjub sembari bertepuk tangan tanpa memedulikan tatapan Yoongi yang merasa terganggu akan hal itu.

Hoseok menduduki kursi tersebut. Sejenak melempar senyum untuk Yoongi sebelum menumpu dagu menggunakan salah satu tangannya yang bertumpu pada batu.

"Kau ini cerdas sekali untuk ukuran sebuah eksperimen," sanjung Hoseok.

Yoongi yang mendengar kalimat sanjungan dari Hoseok langsung mengangkat salah satu sudut bibir, bentuk senyuman congkak yang setengah ikhlas lalu setengahnya tidak.

Ia mengalihkan topik yang hendak Hoseok usung pada saat itu dengan membicarakan Jennie.

"Jennie sedang pergi ke perpustakaan." Yoongi memberi informasi.

Hoseok kemudian mengukir senyum seperti biasa. "Aku tahu." Ia mengangguk. "Aku di sini ingin berbincang-bincang sedikit denganmu."

Yoongi tak menggubris, tetapi ia semakin menatap Hoseok dengan tatapan mata yang lebih-lebih dari sekadar tajam. Terserah saja mau Hoseok senyum tiga jari sekalipun, ia tidak akan luluh.

Hoseok menangkap aura dari Yoongi dengan baik. "Kau ingin mengusirku, ya?" tebak Hoseok.

"Tentu saja," balas Yoongi dengan telak.

Hoseok terkekeh pelan, hal itu tidak luput dari tatapan mata Yoongi yang terbuka setengah malas.

"Kau terbuat dari apa?" Hoseok menatap Yoongi seperti cara Yoongi menatap Hoseok saat ini. Aura di sekitar pria itu tiba-tiba berubah kroma. Yang semula putih bersinar menjadi hitam legam laksana Yoongi yang demikian pula.

"Rahasia."

"Hey." Hoseok menepuk permukaan meja sembari tertawa seakan jawaban Yoongi adalah lelucon paling lucu sedunia. Lantas ia melanjutkan, "Tenang, ini hanya tentang kita, Yoongs. Kau bisa bercerita tentang apa saja, aku akan menjadi pendengar yang baik."

Yoongi mendecih. "Jangan panggil aku 'Yoongs' dan jangan bersikap seolah kita saling kenal dekat."

"Kenapa begitu?" tanya Hoseok, "masalahnya apa?"

"Aku membencimu."

Hoseok bertepuk tangan atas jawaban Yoongi. Ia melipat tangan di hadapan Yoongi, lalu menatap manik mata Yoongi yang sejak tadi tak bergerak sama sekali. "Aku tanya sekali lagi, kau sebenarnya terbuat dari apa?"

Senyap. Bibir Yoongi terkunci rapat seperti sudah diberi lem paling ampuh di negeri Pixabay yang tingkat kelengketannya bisa mencapai 99,9%. Namun, usai Hoseok menarik salah satu alis ke atas dengan pandangan mata yang menyebalkan sekali, ia menjawab dengan perasaan kesal yang meledak-ledak.

"Apa urusanmu, huh?"

Yoongi tetap Yoongi. Pria itu tidak akan menunjukkan kejengkelan yang bercokol nakal di semenjana akal sehatnya dengan penjabaran begitu gamblang. Ia akan menyimpan rasa kesal itu sendirian.

Hoseok lantas membulatkan tekad untuk mengatakan semuanya kepada Yoongi. Sebelum itu, ia berdeham singkat.

"Aku ingin menguasai Pixabay." Hoseok menjawab sekilas sebagai permulaan. Mengamati mimik wajah Yoongi yang masih datar seperti tadi. Mungkin, Yoongi belum mencerna betul kata-kata yang baru saja dilontarkannya. Ia mengangguk maklum. "Aku ingin menjadi orang yang bisa menguasai negeri sihir ini. Dan satu-satunya cara cerdas untuk melakukan itu adalah membuat manusia semacammu." Ia tersenyum di sela-sela kalimat.

Yoongi sempat terkejut dengan ambisi Hoseok yang meletup-letup. Ia tak percaya jika Hoseok yang 'suci' ternyata punya pemikiran untuk menguasai Pixabay seorang diri.

Melihat Yoongi yang stagnan, Hoseok lagi-lagi mengukir senyum. "Aku harap, kau mau bekerja sama denganku. Kau akan kuangkat sebagai penyihir senior tanpa ujian khusus jika rencana ini berhasil. Bagaimana?"

Yoongi memiringkan kepala. Ia mengedip sesaat. Kemudian suaranya memecah keheningan yang masih utuh di tengah-tengah rencana Hoseok. "Tidak."

***

Jennie menepuk pundak Yoongi yang sedari tadi tampak melamun. "Kau kenapa, Yoongs?"

Yoongi mengangkat pandangan, tetapi tak bersuara. Ia kembali mengamati warna batu yang saat ini menjadi tumpuan dua tangannya yang terlipat. Ia tidak beranjak dari posisi itu kendati Hoseok telah pamit untuk pulang sesaat setelah Jennie mengetuk pintu beberapa saat lalu.

Obrolan kotor tadi terhenti begitu saja dengan tolakannya atas ajakan Hoseok. Ia memang sakit dengan adanya hubungan Hoseok dan Jennie, tetapi ia masih punya hati untuk balik menyakiti Jennie dengan cara membeberkan rahasia wanita itu. Baik, Hoseok memang kekasih Jennie. Namun, bukankah tidak menutup kemungkinan bahwa pria itu nanti akan merugikan Jennie? Atau yang paling parah probabilitasnya adalah membahayakan Jennie? Ia tersenyum tipis.

Tidak, aku tidak akan membiarkan itu terjadi pada Juni, kata Yoongi dalam hati.

Jennie mengusap puncak kepala Yoongi. Dia limpahkan seluruh kasih sayang yang dimilikinya untuk dibagi kepada Hoseok sebanyak lima puluh persen, Yoongi tiga puluh persen, Kanan dan Kiri lima belas persen, dan sisanya untuk dia sendiri. Yoongi adalah apa yang selama ini dia impi-impikan. Walau Hoseok adalah kekasihnya, tetapi Yoongi tetap menduduki prioritas utama dalam hidupnya. Hoseok tidak akan menggeser posisi siapa pun dalam kedudukan kepentingan hidup seorang Jennie Imogen.

"Yoongs?" Jennie menuntut jawaban.

"Hati-hati dengan Hoseok."

Jennie mengernyit. Dia memutari batu untuk duduk di hadapan Yoongi. Dia menarik kursi yang sebelumnya diduduki oleh Hoseok. Dia menatap Yoongi sedalam lautan, mengamati gerak-gerik bola mata Yoongi yang barangkali akan menunjukkan sebuah dusta. Dia bertanya, "Maksudmu apa?"

Yoongi mengusak wajah frustrasi. Jennie tidak akan memercayainya. Jennie lebih percaya kepada Hoseok, tidak mungkin wanita itu akan mendengarkan apa yang akan ia katakan. Namun, membiarkan Jennie yang masih naif karena cinta, ia jadi tidak tega. Ia takut Jennie diperalat Hoseok untuk kepentingan pribadi pria itu.

Tanpa menjawab pertanyaan Jennie yang begitu menuntut, Yoongi bangkit dari kursinya. Ia menatap Jennie sejenak, lalu mendorong kursi ke belakang untuk memberinya sedikit akses lewat. Sebelum berlalu begitu saja meninggalkan Jennie beserta tanda tanya besar, ia berkata, "Kau belum mengenalnya dengan baik. Hati-hati."

Kemudian, Jennie menunduk dengan kepala yang sudah ditumbuhi pertanyaan-pertanyaan tanpa jawaban jelas. Semua tanda tanya bergentayangan di kepala, dan sampai detik ini, dia tidak paham apa yang ingin Yoongi katakan. Pria itu terlihat ragu di beberapa bagian kalimat.

Di saat Yoongi ragu akan rasa cinta Hoseok kepada Jennie, maka Jennie pun merasa ragu dengan perasaannya yang begitu sakit ketika Yoongi tetap bersikap dingin. Jennie yakin, ada yang salah dengan detak jantungnya ketika Yoongi mau memberi respons terhadap kata-katanya.

***
Tbc.

[✓] PythonissamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang