Hoseok memperhatikan seisi gubuk Jennie yang tertata rapi. Ia sentuh beberapa batu yang disusun Jennie kemudian difungsikan sebagai hiasan. Selera Jennie memang luar biasa. Jennie mencintai seni keestetikaan, sepertinya begitu. Ia menilik satu per satu ruangan yang ada dalam gubuk tersebut. Pertama kamar Jennie, kedua ruangan khusus yang entah isinya apa, sentral ruangan, dan di samping itu ada kursi yang mengelilingi sebuah bongkah batu pipih lebar—tempat Yoongi biasa menekuk wajah sembari membaca sesuatu atau menulis sesuatu.
Tadi, Jennie pamit untuk membeli persediaan roti tulip dan memintanya untuk menjaga gubuk bersama Yoongi. Namun, saat sampai di depan pintu gubuk Jennie yang terbuka lebar, ia tak menemukan keberadaan Yoongi sama sekali.
Ia memasuki kamar Jennie. Tangannya menyentuh tongkat sihir Jennie yang diletakkan di dekat sebuah buku mantra.
"Mau mencuri, huh?"
Sontak Hoseok langsung memandang Yoongi yang telah berdiri menjulang sembari menyandarkan tubuh pada daun pintu. Pria itu menyongsong senyum sarkastik. Hoseok menghampiri Yoongi dengan langkah tenang, tidak tergesa-gesa karena kepergok hampir membuka buku sihir Jennie.
Hoseok berdiri tepat di hadapan Yoongi. Ia berkata, "Mencuri? Apa? Aku sedang melihat kamar kekasihku sendiri. Apa yang salah?"
Yoongi tertawa lirih. Tidak ada yang lucu. Ia hanya ingin tertawa tak habis pikir. Lantas memandang Hoseok lurus-lurus sembari berujar, "Jangan seenaknya masuk ke dalam kamar Jennie." Yoongi mengikis jarak, ia menyentuh salah satu pundak Hoseok, diikuti oleh pergerakan mata pria itu. "Dengar, bukan karena kau adalah kekasih Jennie, berarti kau punya hak untuk mengobservasi ruangan pribadi kekasihmu."
Hoseok menarik turun tangan Yoongi yang bertengger di pundaknya. Ia menatap Yoongi tak kalah sengit.
"Kenapa? Kau cemburu?" Hoseok melewati Yoongi sekitar satu langkah di depan. Ia tersenyum sejenak. "Jangan pernah ikut campur dalam urusanku. Ingat, kau hanya seonggok eksperimen yang sialnya berhasil dibuat oleh Jennie."
Yoongi membalikkan badan. Ia langsung mencekal tangan Hoseok, salah satu tangannya yang bebas pun segera mencekik leher pria itu hingga Hoseok memukul-mukul tangannya dengan brutal.
Yoongi mengarahkan pandangan pada mata Hoseok yang berkilat-kilat. "Aku tidak tahu apa yang sedang kaurencanakan, tetapi yang jelas, jangan libatkan Jennie ke dalam rencanamu."
Setelah berkata demikian, Yoongi berlalu dari hadapan Hoseok yang wajahnya telah memerah dan sedikit kesulitan bernapas kendati jari Yoongi tak lagi menyekat tenggorokannya dari luar.
Hoseok menarik dua sudut bibir, tersenyum tipis menatap punggung Yoongi yang semakin menjauh. Ia mengelus permukaan leher yang masih terasa perih.
"Kau salah memilih lawan, Yoongi."
***
Kanan dan Kiri menatap Yoongi yang bergerak ke sana kemari tanpa tujuan pasti. Pria itu telah melewati sentral ruangan sebanyak tujuh kali, tetapi tak kunjung temukan apa yang hendak dicari. Yoongi mulai pelupa, atau ada yang aneh di sini?
Ia menarik kursi, lalu duduk di atasnya dengan kepala tertunduk frustrasi.
"Kanan, kau tidak tahu ke mana perginya catatan eksperimenku?"
Yoongi mengacak rambut. Setelah kepergian Hoseok dari gubuk Jennie, entah kenapa ia tiba-tiba teringat dengan catatan eksperimennya. Ia sudah mengelilingi seisi gubuk, tetapi hingga saat ini tak kunjung ia dapatkan benda tipis tersebut.
Seingat Yoongi, kertas itu ada di depannya—di atas batu pipih yang saat ini menjadi tumpuan tangannya. Ia mengalihkan atensi pada kertas yang tergeletak tak jauh dari lipatan tangan. Ia meraih kertas tersebut, berharap bahwa isi kertas itu adalah catatan eksperimen non formal miliknya. Namun, ketika membaca sederet kalimat dari catatan tersebut, ia sedikit terkejut karena kertas itu adalah milik Jennie.
"Jangan bilang kalau si Jennie salah mengambil kertas?" Yoongi menduga-duga.
Ia bangkit dari kursi dengan kertas laporan tersebut yang ada di genggaman tangan. Ia hendak menyimpan kertas tersebut, takut-takut kalau Hoseok menemukannya dan berakhir dengan membaca laporan hasil eksperimen sayembara Jennie. Hoseok masih terlihat mencurigakan bagi Yoongi, kendatipun lelaki itu berperilaku baik sekali kepada Kanan dan Kiri.
Ia melirik singkat ke arah pintu masuk. Tanda-tanda Jennie akan datang masih tidak terlihat. Ia mengusap dada karena sedikit merasa lega. Ia pun berjingkat menuju pintu menuju halaman belakang, waspada akan kedatangan Jennie maupun Hoseok.
Tak lupa setelah mengunci pintu halaman belakang, ia segera masuk menuju rumah jamurnya dengan gerakan mengendap-endap. Ditangannya, kertas Jennie sudah digulung agar tersamarkan—meskipun tidak cukup tersamarkan, tetapi ya sudah, yang penting ia berusaha.
Ia menyimpan kertas tersebut di dalam rumah jamurnya. Tampak lebih aman dibandingkan meletakkan gulungan kertas penting itu di gubuk Jennie yang seringkali kedatangan tamu tak diundang seperti Hoseok tadi.
Ia pun menidurkan diri seperti biasa di sentral rumah. Menatap ke langit-langit rumah jamur yang dominan berwarna merah dengan pola lingkaran berwarna putih—polkadot.
***
Jennie mengitari gubuk setelah lebih dulu memanggil-manggil nama Yoongi dan tak mendapat sahutan dari pria itu. Dia tidak lupa kalau Yoongi masih marah, tetapi tidak ada salahnya mencoba memanggil nama pria itu, 'kan?
Dia mengamati rak buku, tidak ada Yoongi yang biasanya berdiri seperti penjaga perpustakaan di depan rak sembari membaca salah satu buku dengan posisi berdiri. Dia berjalan lagi, kali ini melihat batu pipih lebar yang terletak tak jauh dari rak buku. Biasanya, Yoongi duduk-duduk di sana sembari menulis sesuatu atau hanya sekadar melamun. Namun, Yoongi tetap tidak ada di sana.
Dia melirik keberadaan Kanan dan Kiri yang asik berceloteh. Dia menyentuh paruh Kanan, lantas berkata, "Yoongi mana?"
Baik Kanan maupun Kiri sepertinya sudah bersekongkol dengan Yoongi. Dua burung gagak itu hanya diam tanpa menunjuk arah, memperhatikan Jennie yang mulai menyatukan alis—pertanda bahwa wanita itu sebentar lagi akan marah. Mereka tak menggubris. Alih-alih menyahut, mereka malah terbang menuju ruangan lain yang berada di gubuk tersebut hingga meninggalkan Jennie seorang diri.
Jennie mendengkus kesal. "Oke, terserah kalian."
Dia berjalan lagi menyusuri gubuk. Hingga satu pikirannya yang sejak tadi terdiam bisu tiba-tiba mengarahkan tungkai menuju pintu menuju halaman belakang. Biasanya, Yoongi akan ke sana, entah itu hanya untuk melihat senja atau melakukan sesuatu.
Dia membuka pintu dengan gerakan pelan. Harap-harap cemas, takut Yoongi tidak ada di halaman belakang.
Tepat saat pintu terbuka, di hadapannya langsung terpampang sebuah jamur berukuran raksasa dengan—tunggu, jamur tersebut punya pintu?
Dia melangkah maju. Tanpa mengetuk pintu jamur tersebut, dia langsung menarik kenop dan masuk ke dalam jamur tanpa berkata-kata.
Mengobservasi seluruh penjuru jamur raksasa, di tengah-tengah jamur tersebut terdapat Yoongi yang sedang tertidur pulas.
Dia mendekat, lantas menyentuh pipi Yoongi sampai membuat pria itu terkejut dan terbangun.
Jennie tersenyum ketika Yoongi menatap panik. Lantas, dia berkata, "Kau hebat, Yoongs. Jamur ini bagus sekali."
Yoongi sudah bertekad untuk tidak tersenyum seperti orang bodoh saat Jennie tiba-tiba memeluknya.
Namun, ia tidak bisa menahan diri. Ia tersenyum tipis tanpa membalas pelukan Jennie.
***
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Pythonissam
FanfictionPada tahun-tahun yang berguguran bersama daun berwarna oranye di Pixabay, Jennie Imogen yaitu seorang penyihir pemula hendak menciptakan sebuah mantra yang dapat mengubah kehidupan di negerinya. Jennie mengikuti sebuah sayembara yang diadakan setia...