8

2.9K 301 7
                                    

Bahagia Jungkook sederhana, cukup dengan melihat Taehyung ada di sekitarnya. Dilihatnya pemuda manis itu tampak sibuk menggerutu di teleponnya.

"Bedebah, dia kira aku tak mampu membayar minuman mereka?"

Jungkook langsung mendekat ketika melihat Taehyung yang mengambil kunci mobilnya.
"Sayang, mau kemana? Sudah malam."

"Argh! Jangan melarangku, Jeon." Taehyung tak peduli, melangkahkan kakinya untuk keluar dari unit mereka.

"Tae, diluar dingin pakailah jaketmu. Sebentar, biar aku antarkan saja."

Sebelum Jungkook melangkah lebih jauh Taehyung menghardiknya.
"Jeon, apa kau bodoh? Sudah berapa kali kubilang padamu kalau aku tak suka mendapat perhatian darimu."

"Tae.."

"Sudahlah, aku pergi. Jangan beritahu orangtuaku dan jangan tunggu aku seperti kemarin."

Katakanlah Jungkook pengecut, untuk seorang kepala rumah tangga ia tak bisa menahan istrinya untuk pergi. Namun ia takut, takut akan kehilangan Taehyung jika ia terlalu mengekangnya. Padahal sejak awal ia sudah kehilangan Taehyung, kehilangan Taehyung tanpa sempat memilikinya.

Hanya Jungkook yang menganggap pernikahan ini ada, sedangkan Taehyung ia hanya menganggap ini adalah sebuah permainan yang harus segera ia selesaikan.

Jarum jam terus berputar tanpa peduli betapa khawatirnya Jungkook. Taehyung belum pulang, padahal jarum pendek sudah tepat di angka dua.

Tanpa ia sadari kantuk mengambil alih dirinya, tertidur begitu pulas di atas sofa ruang tengah.

Pagi harinya ia terbangun dengan rasa pegal di seluruh badannya, mengecek rak sepatu namun tak ada sepatu Taehyung disana.

Taehyungnya tidak pulang.

Ingin rasanya menghubungi orangtua Taehyung, ingin menanyakan apakah istrinya ada disana namun ia sudah berjanji pada Taehyung tak akan melibatkan orangtua mereka.

Bersiap-siap untuk pergi ke art exhibition di Gangnam, ada beberapa lukisannya yang dipamerkan di sana. Mengambil secarik sticker note lalu menempelkannya di kulkas, ia tahu nomornya sudah di block Taehyung sehingga akan sia-sia saja jika mengirim Taehyung pesan atau panggilan.

°○°○°○°

"Tae pulanglah. Bagaimanapun ia mau bertanggung jawab dan menikahimu, berbaik hatilah sedikit." Hoseok terlihat terampil menyiapkan sarapan untuk mereka berdua.

Taehyung menunggu di meja makan sambil menyiapkan peralatan makan.
"Bagaimana bisa aku berbaik hati padanya jika melihat wajahnya saja membuatku teringat kejadian itu."

"Aku tak berada di pihaknya, namun kurasa ia adalah pria yang baik. Apa yang telah kita lakukan padanya sudah cukup, Tae." Meletakkan dua piring omelet untuk dirinya dan Taehyung.

"Hyung, terima kasih untuk semalam. Jika kau tak ada aku tak tahu apa yang akan terjadi padaku."

Menghentikan makannya, Hoseok mengusak puncak rambut Taehyung.
"Tak perlu berterima kasih. Lagipula aku juga salah tidak memberimu kabar kalau aku tak bekerja lagi disana."

"Tapi kenapa semalam kau bisa ada disana?"

"Jackson bilang padaku bahwa kau mencariku, jadi hampir setiap malam aku selalu datang kesana karena aku tahu kau akan datang lagi."

Taehyung mengangguk mengerti.
"Ah, kenapa nomormu tak bisa dihubungi?"

"Ponselku hilang saat di kereta, aku juga tak ingat nomormu." Hoseok menjelaskannya tanpa beban.

"Hei, jangan pasang wajah sedih begitu. Yang penting sekarang kita sudah bertemu, kan?" Hoseok menambahkan ketika melihat wajah sedih Taehyung.

Taehyung mengangguk cepat. Untuk saat ini hanya Hoseok yang mampu menenangkannya.

"Jadi, apa hal yang membuatmu mencariku sampai sebegitunya?"

"Aku ingin menggugurkan kandungan ini."


.
.
.

Tbc

One More Time (Kookv/Kooktae)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang