Coba divote dulu ceritanya baru membaca. Okss?👍😎
Find me on instagram : @geminiestory.ark
.
.
.Jam di dinding sudah menunjuk pukul 06.43 WIB. Sebentar lagi gerbang sekolah akan ditutup, membuat Jia terburu-buru keluar dari kamarnya menuju sekolah. Namun langkahnya belum sampai pintu saat Jia dipanggil oleh Julian.
"Ji!" Julian menghampiri adiknya. Tidak mempedulikan tatapan elang sang Mama, Julian menyerahkan kotak makanan berisi roti isi yang telah ia buat kepada Jia. "Buat sarapan."
Kotak makanan itu masih menggantung di tangan Julian ketika adiknya justru memandang Julian penuh curiga. "Lo manggil gue? Nama gue?"
Heran? Mana mungkin tidak? Untuk pertama kalinya Jia dipanggil nama oleh abangnya sendiri. Lantas Jia ganti melihat Irene yang tatapannya masih sama seperti kemarin-kemarin, tajam dan menikam. Keduanya hari ini memiliki aura yang berbeda. Yang sulit untuk Jia mengerti ada apa dibalik ini semua?
"Keburu telat lo kalo banyak mikir gitu. Gih, sono!" Ujar Julian sembari memasukkan kotak bekal ke dalam tas adiknya. Lalu mendorongnya ke depan pintu.
"Gue he--"
"Hati-hati ya, Dik!" Julian seketika mengusap kepala Jia sambil tertawa oleh ucapannya. Sementara Jia mendadak bungkam oleh perlakuan Julian, ia segera berbalik ketika sudah tidak tahan untuk menahan air mata itu.
Sial, kebiasaan buruknya kumat lagi! Air mata itu lolos untuk ke sekian kali. Dan kali ini karena Julian? Tidak mungkin! Jia menggelengkan kepala melanjutkan langkah menuju motor. Ia harus segera pergi menjauh dari aura aneh di pagi hari itu.
Sampai di sekolah Jia disambut oleh Gilang yang baru berangkat sama sepertinya. Mensejajarkan langkah mereka menuju kelas.
"Lo suka berangkat mepet-mepet juga ya ternyata!" Tebak Gilang terkekeh oleh ucapannya. Yang dibalas Jia dengan dengusan dan sedikit tersenyum.
"Gue boleh tanya? Sejak kapan lo berteman sama Juan? Ya... kalo dilihat-lihat dari kedekatan lo berdua berarti lo tau tentang keluarga Juan dong?" Tanya Gilang penasaran.
Tidak ada sahutan membuat Gilang menarik tangan Jia sambil memanggilnya dengan nama itu. "Dara!"
Jia pun berhenti mendengarnya. Sepertinya memang harus ada yang ia perjelas lagi. Kemudian Jia menoleh dan mengangkat tangannya, berkode supaya Gilang segera melepaskan pegangannya pada tangan Jia. Setelah terlepas baru Jia bicara.
Dengan telunjuk Jia menekan setiap perkataannya. "Pertama, nama gue bukan Dara. Tapi RAZIA AVIARI. Nggak ada Dara-Dara nya sama sekali. Ngerti?" Gilang tercekat mendengar penuturan Jia, tapi kepalanya mengangguk secara otomatis. "Kedua, lo bisa tanya ke Juan soal pertanyaan lo itu. Gue sibuk! Ketiga, sorry kalo lo kaget sama sikap gue. Gue emang begini."
Kepergian Jia meninggalkan sebongkah pertanyaan dalam hati Gilang. Tak lama setelah Jia masuk ke kelas Gilang pun tersadar lalu melanjutkan langkahnya sebelum guru yang mengajar di jam pertama mendahuluinya.
Tepat di pergantian jam ke empat dan lima Gilang menoel lengan kiri Jia. Ingin memberikannya sesuatu.
Jia menoleh ketika secarik kertas yang sudah dilipat menghampirinya. Ia mengambilnya dan membaca dalam hati.
Sorry, kalo gue banyak tanya sama lo. Tapi gue emang begini. Tolong dimengerti.
Satu lagi. Gue bakal panggil lo Dara terus. Titik. Ini udah keputusan akhir.
~Gilang R.A
Jia mendengus tak peduli lalu meremas kertas itu menjadi bola. Membuangnya ke dalam loker. Ya, memang ia tidak peduli.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stone Cold
Teen FictionRazia Aviari pernah bertanya--mungkin sering-- pada langit gelap berbintang bisakah ia dicintai oleh keluarganya? Karena sejauh ini, dirinya hanya sibuk berlagak seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Menjadi dingin, dan bahkan tidak peduli pada apa p...