Vote sebelum membaca!
Jangan lupa buat share cerita ini ke kawan2 kamu yaa hehe😊😆Find me on instagram : @geminiestory.ark
.
.
.Saat ini Jia, Juan, Depi, Biyu, dan Gilang berada di teras rumah Oma. Baru saja mereka selesai makan malam bersama anak-anak. Usai makan, anak-anak segera melengang dari meja makan yang digelar di atas tikar tidur mereka. Kemudian menuju ke kawasan bermain mereka masing-masing ketika Gilang dan Juan saling memberi kode lewat mata.
"Seharusnya PJ ini!" Juan membuka topik.
"Iya, gimana sih? Sengaja pacaran diem-diem kayaknya biar nggak ngasih PJ." Sahut Gilang menyuduti Biyu.
Biyu yang merasa tersindir segera angkat bicara. "Ck, iya-iya! Besok gue traktir makan nasi uduk di kantin."
"Ih, nggak banget?! Masa nasi uduk? Gue mah geprek aja cukup." Balas Juan yang tidak setuju jika pajak jadian yang akan diberi berupa nasi uduk. Tidak level sekali!
"Gue bakso Kang Ucup deh kalo gitu," Gilang sontak tertawa.
Sekali lagi Biyu berdecak. "Susah punya kawan beda selera mah, padahal enakan nasi uduknya Bu Siti!"
"Nasi uduk apa Bu Sitinya yang enak?" Tanya Juan.
"Enak dipandang," sambung Gilang memainkan alisnya ke Biyu.
Cepat-cepat Biyu berdesut agar obrolan mereka tidak sampai ke telinga Depi yang sedang bermain bersama anak-anak. "Bacot lo berdua! Baru pacaran bisa putus gue kalo gini caranya."
Membuat Juan dan Gilang sontak tergelak melihat respon Biyu. Depi sedang asyik bermain dengan anak-anak, lebih tepatnya geng Fina. Para cowok juga tengah sibuk minta PJ kepada Biyu. Tanpa tau kalau jauh dari pantauan mereka, Jia yang sedang bersandar di bawah pohon sambil mengusap-usap surat panggilan orang tuanya tengah melamun.
"Eh, bukannya hari ini lo mau pergi ke makam teman lo? Si Firli?" Biyu mendadak ingat sesuatu, sekaligus mengganti topik PJ yang dibuat oleh Juan.
"Eh, iya ya?" Juan pun baru ingat. Segera ia bangkit, matanya ia pakai untuk mencari-cari keberadaan Jia. Saat ketemu segera Juan bertanya, membuyarkan lamunan Jia. "Ji, kita nggak jadi ke makam Biyu?"
Orang yang tersebut segera protes. "Eh, kok gue sih?!" Teriak Biyu tidak terima. Memangnya ia sudah mati apa?
"Maksud gue Firli deng, Firli!" Ralat Juan lalu membalas ucapan Biyu. "Typo mulut gue Yu, hahaha! Elo sih, belum kelar ngomong PJ udah ngalihin pembicaraan aja."
"Besok deh, ingetin ya!" Ucap Jia. Bergegas memasukan surat panggilan orang tua itu ke dalam tasnya.
"Lo juga. Ingetin gue buat ngingetin lo, oke?" Juan mengacungkan tiga jari dengan huruf O yang terbentuk dari lengkungan ibu jari dan telunjuk.
Jia menghela napas lalu mengikuti gerakan Juan. "OK!"
Biyu bertanya saat melihat Jia berjalan menuju ke arah mereka. "Ini mejanya beli apa bikin sendiri, Ji? Lucu warnanya, kuning!" Biyu lalu tertawa.
"Pandu yang bikin. Bareng anak-anak." Jawab Jia.
"Keren juga!" Puji Gilang meraba permukaan meja yang mulus.
Tak jauh dari teras, ponsel Depi seketika berbunyi saat sedang asyik bermain tebak-tebakan bersama Fina, Windy, Kinan, dan April. "Bentar ya, kakak mau angkat telepon dulu." Sela Depi ditengah permainan mereka lalu menjauh dari kebisingan.
"Halo?" Sapa Depi kepada sang penelepon.
Juan kini yang menggantikan Depi bermain bersama anak-anak. Tinggal lah Gilang dan Jia yang masih di meja makan karena Biyu menghampiri pacarnya--penasaran siapa yang sedang bicara dengan Depi lewat telepon.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stone Cold
Teen FictionRazia Aviari pernah bertanya--mungkin sering-- pada langit gelap berbintang bisakah ia dicintai oleh keluarganya? Karena sejauh ini, dirinya hanya sibuk berlagak seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Menjadi dingin, dan bahkan tidak peduli pada apa p...