[11] Hilang Tak Berkabar

84 43 18
                                    

Mari divote sebelum membaca kawan-kawan😊

Find me on instagram : @geminiestory.ark
.
.
.

"Anjing!"

Umpatan Juan barusan merupakan jawaban atas pertanyaan Depi. Lantas ia melempar ponselnya ke meja. Mengacak rambutnya frustasi. Mereka sama-sama bingung kenapa Jia sudah 3 hari ini absen tanpa surat. Bahkan tidak bisa dihubungi sama sekali. Sampai saat Juan datangi rumah Tante Mira--karena Jia pernah sekali membawa Juan ke rumah Tante Mira, justru Tantenya pun tidak tau soal itu.

Namun sehari setelah itu Tante Mira menghubungi Juan agar tidak usah mencari Jia dan memberitahu bahwa kabar Jia baik. Tentu Tante Mira tidak memberitahu apa alasan di balik itu semua, meski sebenarnya dirinya pun panik. Ketika Juan bertanya dimana alamat rumah Jia, tidak ada jawaban.

"Udah Wan, santai! Kali Jia emang nggak sempet buat surat." Biyu yang berada di sebelahnya berusaha menenangkan Juan.

Juan mengangkat kepalanya. "Santai lo bilang? Jia itu nggak pernah kayak gini. Kalo dia sakit, kenapa dia nggak pernah cerita ke gue? Kalo dia izin, kenapa nggak bilang-bilang? Lo tau dia serajin apa, kan?"

Biyu menurunkan tangannya dari bahu Juan. Tidak biasanya Juan sampai begini.

Sementara Jeje menyahut omongan Juan. "Karena lo nggak nanya... mungkin?"

Depi lalu menyela perbincangan mereka. Ia menggeleng. "Nggak diangkat."

Membuat Juan ambil keputusan dengan tiba-tiba bangkit dari bangku. Meminta Jeje dan Depi menyingkir dari jalan yang ingin ia lalui. Yaitu keluar dari bangkunya.

"Mau kemana lo?" Tanya Biyu turut berdiri.

"Nyari dia lah. Pake nanya!"

"Lo mau bolos? Habis ini kan jamnya Bu Wirda?" Tanya Jeje dengan raut seperti melarang Juan untuk melakukan aksinya.

"Kalo lo nggak mau bantu nyari, seenggaknya jangan halangin gue." Juan berucap tepat di depan wajah Jeje. Ia sungguh frustasi atas hilangnya kabar malaikat kecilnya.

Langkah ketiga Juan berhenti karena seruan Depi dan Biyu secara bersamaan. "GUE IKUT!!"

Mereka pun pergi, melewati Gilang yang masih dikerubuti penggemarnya di depan kelas begitu saja. Membuat Gilang keheranan dengan tingkah ketiga temannya yang lari kesetanan menuju lobi.

Sementara Jeje di dalam sudah duduk di bangkunya. Ia merasa tersakiti oleh ucapan Juan. Berbeda dengan logikanya yang merasa bahwa dirinya benar. Ia hanya tidak ingin Juan dapat masalah karena membolos. Apalagi di jam pelajaran Bu Wirda, guru Kimia terkiller seantero sekolah.

Akhirnya Gilang bisa lepas juga dari gerombolan fans-nya berkat bel masuk jam istirahat. Ia segera masuk dan bertanya kepada Jeje. "Lho, lo nggak ikut? Mereka pada kemana sih?"

Jeje menatap Gilang masih dengan raut kesal. "Bolos. Mau cari Jia."

"Hah?" Gilang melongo.

Melihat respon Gilang membuat Jeje senang karena merasa punya dukungan. "Bener kan kata gue, seharusnya tuh--"

"Bolos kok nggak ngajak-ngajak sih!" Potong Gilang yang dalam 2 detik sudah menghilang dari hadapan Jeje.

Jeje melihat kepergian Gilang. Lalu otaknya berpikir. "Jadi... gue yang salah?"

***

Di lain tempat Jia tengah memperhatikan layar ponselnya yang tergeletak di atas meja. Sudah banyak panggilan masuk dari teman-teman dan juga Tantenya namun tak ada satu pun yang ia angkat. Ia cukup merasa senang karena ternyata masih ada yang peduli kepadanya, meski bukan Mamanya sendiri.

Stone ColdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang