Fitri
Sepertinya keyakinan Bang Buyung pada agamanya semakin hari bertambah kuat saja. Lihatlah, betapa dirinya kian aktif di surau, selalu memerdengarkan suara indahnya itu keseantero kampung. Kenapa harus begini? Dia tak boleh semakin alim.
Walau kedekatanku dengannya terbilang cukup baik, tetapi, rasanya seolah kehilangan cara untuk mengeluarkannya dari dunia yang sekarang. Justru malah diriku yang terjerumus ke dalamnya, karena langkah yang harus ditempuh untuk bisa selalu dekatnya, hanya di surau ini. Aku pun tak bisa jika tak melihatnya, rasa rindu di dalam dada membuat tersiksa.
"Fit... "
Upik menyapa, padahal aku sedang serius melihat Bang Buyung melatih silek. Dia lalu duduk di sebelah, di teras surau.
"Kau dari tadi tak pulang ternyata."
Ya, tentu. Aku sedang melihat kekasihku, yang tak lain kakakmu sendiri.
"Iya, Pik. Belum," jawabku sambil mengalihkan pandangan ke arahnya.
Ia tampak menaruh curiga padaku. "Kupikir, kau sudah pulang."
"Kenapa memangnya?" Kucoba untuk mengukir senyum termanis untuknya.
Upik memandang aneh padaku. Dia tampak kurang berkenan dengan kehadiranku di sini.
"Kenapa tak duduk di dalam saja dari tadi?" tanyanya masih dengan gurat curiga.
Enak saja dia mengatur-ngatur. Terserah dong, mau duduk di mana. Aku tak menjawab.
"Fit, ada apa denganmu dan abangku?"
Wow! Jadi ini penyebab dia berubah. Tidak suka dengan kedekatanku dan Bang Buyung. Dia pikir, lelaki itu hanya milik dia saja. Ingat! Dia hanya adik buat Buyung, dan aku kekasih yang Buyung cintai. Lantas, salahnya di mana? jika aku ada apa-apa dengan pemuda tampan itu?
"Kenapa, Pik? Kamu tampak tak suka."
Sikapnya bahkan membuatku kehilangan kepiawaian memainkan sandiwara menjadi gadis yang penuh dengan senyuman.
Upik menatap Bang Buyung sekilas, lalu kembali mengarah padaku.
"Bukannya aku tak suka. Hanya saja, kudengar, begitu banyak orang membicarakan kau dan abangku. Bahkan, hampir tiap malam kau menunggu Bang Buyung di sini, benar begitu?"
Kupikir gadis ini, tak mau peduli dengan hal apa pun. Sikapnya di awal perkenalan menunjukkan seolah ia bukan tipikal orang yang suka ikut campur, tetapi ternyata dugaanku meleset.
"Iya, Pik," jawabku diam sambil menunduk, bukan merasa salah atau malu, tetapi ingin menyembunyikan kekesalan karena sikapnya yang sok itu.
"Kau tau kan dia kakakku...?"
Aku mengangguk.
"Dan kau temanku, Fit. Aku tak ingin kalian jadi bahan gunjingan di kampung ini. Di sini tak seperti kotamu dulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
I N Y I A K [COMPLETE]
FantasyPemuda kampung, jatuh cinta pada seorang gadis kota, yang ternyata bukanlah gadis biasa. Ia tak pernah diizinkan mendekat, meski sejengkal lebih maju. Oleh siapa? Mereka bilang Inyiak, yang sejak awal kemunculannya telah memberikan tanda di tubuh...