28. SEJENAK NORMAL

784 68 20
                                    

Buyung

Dua minggu telah berlalu. Berita penangkapan Kaperen memang membuat lega warga, walau kematian Buk Ros dan Hani menyisakan duka tersendiri di hati kami, terlebih aku. Seharusnya, salah satu dari mereka bisa kuselamatkan. Menurut Poro, Ande Bayer hanya melihat satu pria yang keluar dari warung Buk Ros, untuk menghajar satu orang tidaklah sulit bagiku.

Pengalaman berkelahi dengan mereka yang membuatku yakin akan kemampuan yang dimiliki. Namun, tidak ada gunanya menyesali yang telah terjadi. Mungkin, Tuhan punya rencana yang lebih indah untuk Buk Ros dan Hani. Mereka hanya tinggal berdua saja saat ini, keluarga dari mendiang suaminya pun tak peduli dengan mereka, kurasa ini jalan yang terbaik buat mereka. Semoga tenang di sana, Buk Ros, Hani.

Pertigaan sepi semenjak kematian Buk Ros. Warung itu tertutup habis. Pak Kepala Desa berinisiatif membagikan sisa dagangan Buk Ros pada anak-anak yatim, semoga pahalanya pun bisa mengalir pada mendiang.

Hari ini merupakan minggu kedua dihidupkannya kembali ronda. Semua jadwal dapat dilihat di surau dan Kantor Kepala Desa. Ada tiga posko ronda. Posko pertama, di surau –surau memang tempat para pemuda bermalam.

Posko kedua, di pertigaan, warung Buk Ros dijadikan posko inti dan ada empat orang yang berjaga malam. Posko ketiga, di depan rumah Mak Eroh, pos ronda resmi kampung kami, yang sudah lama ditinggalkan. Kini, di tempat itu juga dipasangi lampu dan ada tiga orang yang berjaga, dua pemuda dan satu mamak.

Jadwalku dan Ujang, sebelum resmi masuk sekolah, hampir setiap malam berjaga. Kami yang meminta, tetapi Buya tak pernah menempatkanku di pos ronda resmi. Aku paham, tampaknya Buya tak ingin hubungan dan Fitri terjalin kembali. Kuikuti saja alur yang diberikan beliau.

Bang Andra dan Da Zul mendapat jatah lima kali seminggu, karena sebentar lagi mereka juga akan kembali kuliah. Ajo Kar mendapat jadwal seminggu full, lebih banyak berada di surau. Tidak ada yang berubah baginya.

***

Aku dan Ujang buru-buru menuju lokasi ujian persamaan, jadwalnya dipercepat, karena sebentar lagi akan masuk tahun ajaran baru. Kami sudah mantap, selama belajar tiga minggu ini. Yakin sekali, semua soal bisa dijawab dengan benar.

Memang terbukti, kami bisa menyelesaikan dengan baik. Hasilnya akan diumumkan dalam satu minggu ke depan. Kemudian, kami juga akan segera bisa mendaftar di sekolah yang sudah ditunjuk desa.

Sesampainya di surau, Buya juga memberikan hadiah buat kami. Saat menerima seragam yang masih terbungkus plastik itu, hatiku bergetar. Ini hadiah untuk Mak. Aku segera membuktikan, bahwa anak laki-laki Mak ini kelak akan menjadi orang yang sukses, yang berguna bagi nusa dan bangsa, juga agama.

Teman-teman yang belum memiliki kesempatan seperti kami, terlihat ikut bahagia dan termotivasi agar bisa kembali sekolah.

"Buya sudah perkirakan seragam ini akan pas untuk kalian."

Buya menggiringku dan Ujang untuk ikut duduk bersamanya di dalam surau. Sementara teman-teman yang lain, beberapa ada yang sudah menuju kamar mandi dan sebagian masih berlatih silek. Sebentar lagi akan masuk waktu salat zuhur.

"Terima kasih, Buya," ucapku mewakili Ujang, yang mengangguk mantap.

Buya tersenyum dan menatap kami berdua.

"Jujur, Buya mengkhawatirkan kalian. Saat ini, Andra dan Zul sedang mendaftar ulang di Padang, tetapi Buya juga sudah menyampaikannya." Buya menoleh ke dalam bilik surau, yang ada di bagian kiri belakangnya. "Kar," panggilnya agar Ajo Kar keluar.

Tak lama Ajo Kar sudah duduk di sebelahku.

Buya menghela napas, memang jelas terlihat kekhawatiran dari dalam sorot matanya.

I N Y I A K [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang