27. TRAGEDI PERTIGAAN

852 64 24
                                    

Buyung

Subuh ini melewati warung Buk Ros, kenapa terasa begitu mengerikan. Tak biasanya bulu kudukku berdiri melewati pertigaan ini. Memang sepi seperti sedia kala dan hanya akan ramai ketika sudah buka. Aku teringat ekspresi Buk Ros kemarin, ia sedang ketakutan, tetapi tak ada hal yang ditemukan, selain ketakukan yang sedang ia alami.

Kupercepat saja langkah kaki, bahkan setengah berlari dan lagi-lagi tubuh ini terasa tiba-tiba melayang.

Wah, Inyiak menggendongku lagi. Ia menyeruduk dari bawah kaki dan membawaku ke lehernya. Bagaimana bisa, makhluk sebesar ini melakukan ini? Tak seperti biasa, tanpa tanda-tanda, bahkan tanpa nyamuk?

Ah, ada apa?

Aku membelai kepalanya, bahkan mencoba memeluk. Tak disangka, makhluk gaib, yang kukira jahat itu ternyata peliharaan Ungku, yang sampai saat ini setia menjaga keturunan kakek buyut.

Entah kenapa tiba-tiba aku begitu sayang padanya. Selayaknya seekor kucing besar.

Inyiak tak menurunkan seperti biasa, ia bahkan menjatuhkanku ke tanah. Aku terhenyak, sakit sekali pantatini. Kemudian ia pergi dan menghilang begitu saja.

Kupikir tak ada yang melihat saat terjatuh ke dalam semak.

"Kenapa sampai terjun ke semak?"

Ternyata Ujang melihatnya, ia bahkan membantu menarikku keluar dari semak-semak itu.

Aku tertawa, ada-ada saja keisengan Inyiak ini.

"Bagaimana rasanya melewati kedai Buk Ros tadi?" tanya Ujang tiba-tiba saja.

Aku mengernyitkan dahi.

"Ada berita apa lagi ini?" tanyaku setengah menebak.

Masih beberapa menit lagi sebelum azan.

"Karena kau tak tidur di surau, jadi kurang update dengan berita terkini. Si Poro, rumah dia kan dekat dengan Ande Bayer, di seberang kedai Buk Ros. Dia bilang, Ande Bayer lihat ada laki-laki yang keluar dari kedai Buk Ros, tak berapa lama setelah kau pergi dari sana. Betul kau singgah siang kemarin ke situ?"

Darahku tiba-tiba berdesir hebat.

Aku mengangguk, "Aku curiga, makanya kuperiksa, tetapi tak ada apa-apa. Lalu bagaimana?" tanyaku panik.

Jangan-jangan, Kaperen. Situasi warung Buk Ros saat kulewati memang terasa lebih mengerikan. Seolah ada sosok yang memanggil-manggil.

"Ande Bayer, baru akan melapor, jika Kaperen sudah tertangkap. Kubilang ke Poro, supaya memberitahu ke Ande Bayer kalau Kaperen sudah tertangkap, lalu katanya lagi, sampai malam, sebelum Poro pergi ke surau, Buk Ros maupun anaknya, belum keluar-keluar dari rumah. Makanya kutanya tadi, bagaimana perasaanmu lewat sana. Ada yang ganjal tidak?"

Aku mengangguk, lebih baik kita bilang ke Buya. Perasaanku tak enak melewati warung Buk Ros itu. Seperti ada semacam hal aneh, ingin segera sampai surau saja rasanya."

Ujang mengangguk.

Jujur saja, pikiran sedikit kurang tenang, sebelum menemukan jawaban dari semua ini. Aku takut, apa yang dicurigai kemarin benar terjadi? Kaperen memang benar-benar ahli, jika bisa lolos dari pemeriksaanku. Namun tiba-tiba, aku teringat sesuatu. Hah! sial, bilik di belakang itu, tak seluruh ruangan kuperiksa. Astaghfirullah.

Selesai salat, kami berkumpul di dalam surau, Buya juga sudah diberi tahu Ujang dan Poro soal kejadian di warung Buk Ros, ditambah dengan keterangan dariku kemarin.

"Ujang, Buyung, kalian mesti berangkat bimbingan belajar jam delapan, kan?" tanya Buya padaku dan Ujang.

Kami mengangguk.

I N Y I A K [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang