#7 Hujan

110 70 11
                                    

Sambil menahan pegal, Afra keluar dari Minisnack, dan dia merasa berat hati ketika melihat Sofie menunggunya di parkiran belakang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sambil menahan pegal, Afra keluar dari Minisnack, dan dia merasa berat hati ketika melihat Sofie menunggunya di parkiran belakang. Untunglah dia sendiri. Dia benar-benar tidak bisa menerima ketika Kujan juga hadir dan mewawancarai apa yang baru ia lihat.

Di satu sisi, Afra merasa ironis mengapa kasus pribadi seperti itu bisa dipergoki dua orang yang sedang mencari objek penelitian.

Mereka bisa menggila, kau tahu. Mereka akan meminta, mengorek, memaksa semua informasi, menanya ini-itu, terus meneror, kau tahu betul seberapa ambis mahasiswa Madani.

Afra memejamkan mata sambil menghela. Mungkin inilah takdir yang penuh hikmah.

"Afra!" Sofie langsung memeluknya. Lagi-lagi, wangi baju mahal yang sama seperti pertama mereka bertemu. "Kau baik-baik saja?"

"Alhamdulillaah, apa yang membawa Kakak—"

"Aku melihatmu disana!" Mata sipitnya entah kenapa jadi besar sekali. Dan kata-kata selanjutnya seperti dia penyanyi rap profesional. "Ada sepeda melesat, kemudian rombongan begal, kemudian brak! semuanya disingkirkan! Kemudian ada cowok ganteng itu tiba-tiba keluar, mengancam dan menembakkan pistol dengan keren seperti di komik-komik yang darahnya hanya menetes, dan dia memelukmu penuh kasih, oh my god, Afra! Apakah ini mimpi? Apakah dia pangeran? Boleh kau kenalkan aku padanya?"

"Dia tidak akan dikenalkan pada siapapun!"

Sofie mengerjap.

Eh, barusan aku ngomong apa? "Maksudnya, susah mengenalkan orang seperti itu. Kakak tahu, penembak berdarah dingin dan sejenisnya..." suaranya mengambang.

"Wow," dia kembali berbinar. "Tapi itu benar-benar keren." Kedua jemarinya bersilangan di bawah dagu. "Aku tak keberatan dikenalkan meskipun nyawaku menjadi taruhan." dia pura-pura mati dengan gaya dramatis.

Alis Afra berkedut tidak suka.

Wow. Ada apa dengan Afra?

"Ngomong-ngomong, kenapa Kakak disini?"

"Tentu karena kejadian keren itu, Afra! Ini akan jadi informasi berharga untuk penelitianku dan Kujan!"

Well, well, sudah kubilang. By the way, kau bisa menolak karena meskipun kalian teman tetap ada etika wawancara.

Afra terdiam, memikirkan saranku dan punggungnya yang pegal karena belum berbaring sejak pagi. Tapi kebaikannya tak boleh dilupakan.

Ia menatap mata Sofie yang masih bersilauan seperti kristal. "Baiklah, kita jalan sambil pulang gimana? Aku ada jam malam 21.00."

Sofie menjerit dan memeluk Afra lagi. "Kau memang baik!"

...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
THE GREY AFRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang