#23 - carl's game

7 4 0
                                    

Terimakasih banyak sudah membaca sampai sini 😁. Oh iya ini ada form pertanyaan atau kesan-pesan untuk cerita ini. Feel free to ask 😊 aku ingin cerita ini juga ada QnAnya gituu. Hehe. Boleh di komen atau klik/ketik aja link ini yaa

bit.ly/QnA_TGA

.
.
.
.

"Woah, lihat penampilanmu sekarang," Boy memandangku dari atas sampai bawah. "Apa yang kau lakukan sampai bisa seperti ini, eh?"

"Apakah ini benar-benar Afra? Bos, jangan-jangan kita salah orang."

"Salah orang?" Dia mendekat. Kepalanya naik-turun menelusuri wajahku. "Tapi dia orang yang sama. Lihat, bekas luka dari main basket waktu itu."

Satu detik, jarinya menyentuh kulitku sebelum aku menepisnya keras. Aku menyesal terlambat bergerak hingga dia memiliki kesempatan itu. Kulitku tersentuh oleh tangannya yang kotor. Betapa panas di perutku mulai bergejolak cepak.

"Wow, wow, rileks, Afra," dia tersenyum. "Tapi dia tetap seperti dulu, ya? Cuek dan judes sekali. Itu yang menarik darimu, Sayang."

Rahangku mengencang. Tanganku yang terkepal di kedua sisi sudah bergetar. Aku siap menghajarnya kapan saja. Aku benar-benar ingin, membuat wajah kismis itu menderita dan kapok-sekapoknya.

Hasrat dalam perutku melecut-lecut minta dibebaskan. Melihat Boy, Rey, kemudian teman-teman bodohnya yang tertawa-tawa, seakan mengembalikanku pada hari-hari di gymnasium. Bukankah dia ingin membunuh Afra? Bukankah amat pantas jika aku juga membunuhnya?

Aku mengeritkan gigi sangat kencang hingga kepalaku bergetar, lalu-Parker merangkul pundakku.

"Ekhem, apakah kalian benar-benar dibolehkan masuk Chessnut?" setengah alis Parker naik, menunjuk mereka satu per satu dengan elegan. "Kalian tidak seperti orang Utara. Kalian membobol masuk? Perlu saya panggilkan penjaga untuk mengantar anak-anak yang tersesat?"

Senyum Boy memudar. "Tersesat?" Dia mendengus, namun pandangannya banyak kebencian. "Kau tidak usah ikut campur, Sampah." Tidak ada malunya sama sekali ketika dia menenggak untuk merutuki Parker. Padahal Parker lebih tinggi beberapa senti dari semua anak-anak SMA ini.

"Hm, melihat kebar-baran Anda sepertinya Anda benar-benar bukan orang Utara," katanya. "Dari Selatan, sepertinya, ya? Well, kami tidak punya waktu untuk menanggapi tempat sampah itu sendiri. Kami permisi."

Parker menggiringku untuk berbalik. Jantungku masih berlarian karena terlalu marah, tapi aku tak punya alasan untuk menolak.

Tepat di langkah pertama kepergian kami, tangan Parker tiba-tiba terangkat dari pundakku, dan seseorang menjambak rambutku begitu keras hingga aku kehilangan keseimbangan dan telentang di lantai.

Orang-orang di lantai dua yang menyaksikan Carl menjerit tertahan ke arahku. Bukan hanya lantai dua, lantai tiga, dan empat, mereka semua kebingungan mengapa aku terbaring disini. Segala kesunyian mereka memanggil penghuni lantai dasar untuk melihatku juga.

Parker mengulurkan tangan, membantuku berdiri. "Gosh, Afra, maafkan aku, mereka-"

"Kaya atau tidak, kau tetap mainan kami, Afra!" Dia berteriak sambil berlari menjauh.

Afra tetap mainannya? Aku akan tetap dipermainkan seperti ini? Perutku begitu panas hingga mataku berkaca-kaca. Aku bangun dan berlari mengejar Boy. Jaraknya yang semakin dekat membuat rahangku semakin keras, tanganku semakin bergetar, aku benar-benar ingin membunuhnya!

Dia melirik ke belakang dan berusaha mempercepat langkah, tapi langkahku jauh lebih cepat. Aku memukulnya sekuat tenaga hingga ia mengaduh dan terpental ke depan, lalu jatuh ke lantai.

THE GREY AFRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang