Harusnya Rayyan tidak terganggu dengan pemandangan ini. Dia tak pernah peduli dengan apa yang dilakukan Afra, lalu buat apa ia tampak marah?
Wajahnya yang besar itu perlahan memerah seperti panci rebus yang mau meledak. Dengan tangan terkepal di kedua sisi, ia melangkah mendekat.
"Well, well, kita lihat siapa yang baru diundang kembali. Kukira kau sudah mati, Nick." Rayyan memelototinya sambil berkacak pinggang.
Nick sedikit maju tanpa melepas tanganku, sementara yang lebih kucemaskan dibanding tangannya adalah bahwa kedua orang ini akan saling adu pukul beberapa menit lagi.
"Well, well, kukira kau sudah meledak karena obesitas," balas Nick kalem. Pandangannya begitu dingin sampai membuat Afra ragu untuk menariknya mundur.
"Afra!" Afra terkesiap. Di antara dua orang itu ia berdiri seperti tikus kecil yang ketahuan mencuri keju. "Buat apa kau menghubunginya lagi, hah! Kau ini memang selalu membuat masalah!"
"Kau tidak perlu berteriak segala, Kampungan. Kuliah di Universitas Madani tapi gak ada akhlak." Nick bergeser lagi, menghalangi pandangan menusuk Rayyan yang menyasar Afra.
Rayyan mengeritkan gigi. Ia mendekat lagi, lalu menunjuk Afra. "Kemari, Afra! Kemari agar kuberi kau pelajaran!" Matanya yang merah melotot, sementara mulutnya terbuka lebar hingga Afra dapat melihat ujung lidahnya.
Jantung Afra berdetak lebih cepat, tubuhnya mulai terasa panas dan hendak mengeluarkan keringat sebagai pertanda stres.
Teriakan dan bentakan memang sesuatu yang biasa bagi Afra, tapi... penampakan Rayyan entah kenapa begitu mirip dengan Mr Sinathrya ketika hendak menguncinya di kamar mandi atau memukulnya dengan papan besi karena gagal memperluas jaringan sosial.
Apakah ini emosi Rayyan yang meledak setelah ia menyembunyikannya? Afra tahu Rayyan memang tidak menyukainya, tapi mengetahui ini sungguhan seperti menggoncang definisi saudara kandung dan ingatan masa kecilnya dengan Rayyan.
Dulu kakaknya itu memang egois, mirip seperti Ayah. Tapi ia masih meminta maaf jika Afra menangis karenanya, masih menyodorkan permen susu ketika ia membelinya kebanyakan.
Sekarang semua itu seperti...
"Hei, s*****, kau tak usah ikut campur—," geram Rayyan.
"Aku menolak." Senyum. Dari sini Afra melihat ujung bibir Nick yang tersenyum menyerupai seringai. Mungkin ia merasa tubuh besar Rayyan dan segala gerakannya yang seperti gorila benar-benar lelucon.
Well, aku pun akan berpikir demikian dan tanpa ragu memelototi balik mukanya yang jerawatan itu. Untuk apa dia datang dan tiba-tiba marah seperti ini, coba? Tapi Afra punya pemikiran lain, ia memikirkan ke depan, soal sesuatu.
"Minggir, Kurus!" Rayyan menerjang ke arah Afra. Jantung Afra seperti mau meledak dan ia hendak melompat menghindar, tapi Nick melepas tangannya.
Kejadian berlangsung begitu cepat. Mulanya Nick mencengkram kemeja Rayyan, Rayyan melambai ingin menangkapnya, tapi Nick sudah mengangkatnya beberapa senti dari tanah, lalu langsung membuat Rayyan terkapar memandang lurus ke langit.
Dengan masih tanpa alas kaki, Nick menginjak leher Rayyan hingga ia terbatuk-batuk. "Kau mau memukul Afra, hah? Bermimpi saja dalam pingsanmu yang indah."
Batuk Rayyan semakin besar, kemudian wajahnya mulai membiru. Kujan dan Sofie turun dari mobil, sementara Afra menarik tangan Nick.
"Nick, jangan!" katanya. "Kumohon, lepaskan Rayyan!"
Alis Nick mengerut seperti kecewa ketika memandangnya. "Orang seperti ini tidak patut dikasihani."
"Rayyan bisa mati, Nick! Kumohon..."
KAMU SEDANG MEMBACA
THE GREY AFRA
Random[HIATUS] "Apa kau mau menderita dan tertindas lagi di tempat itu? Dunia ini membutuhkan kekayaan dan kekuasaan, Afra! Ini demi kebahagiaanmu!" . Alter-ego. Mulan adalah diriku yang lain. Apa jadinya jika dia mengambil alih tubuhku? Memaksakan defin...