Afra rasa hal yang paling membuat dirinya tenang adalah belajar, ia sangat lega karena telah menyelesaikan tugas kuliahnya, ia harap tugasnya akan memberikan nilai yang baik untuknya.
Afra ingin cepat lulus ia tak sabar untuk membantu banyak orang. Mimpinya menjadi dokter spesialis tulang harus segera ia wujudkan, Afra harus cepat menyelesaikan S2 nya dan kembali ke Indonesia untuk mengabdi pada negara.
Semua hal itu mengingatkan dirinya kepada sang ayah.
"Ayah kapan ayah sembuh, udah seminggu tapi ayah belum sembuh. Ayah kan janji mau bantuin Afra belajar"
Azam mengelus kepala putrinya sambil terseyum, "Bentar lagi ayah sembuh kok, Afra gak liat ayah kuat kayak gini"
"Tapi, kapan? Afra mau belajar sama ayah"
"Iya nanti kita belajar ya" Azam memegangi kedua kakinya, ia meringis kesakitan.
"Ayah kenapa? Kaki ayah sakit ya?"
Azam hanya bisa menggeleng dan tersenyum, "Gak kok"
Afra mengusap pipinya yang basah, ia tak kuasa melihat keadaan ayahnya. "Besar nanti Afra mau jadi dokter spesialis tulang. Biar Afra bisa ngobatin orang yang sakit kayak ayah"
Azam menyuruh putrinya untuk lebih dekat dengannya, ia memeluk putrinya dengan erat karena Afra adalah hal yang berharga bagi dirinya.
"Iya nak iya kamu harus jadi orang hebat. Kamu harus jadi dokter, ayah akan selalu mendoakan kamu nak" Azam mengelus pipi putrinya sambil menangis.
"Afra ingat pesan ayah 'di dunia ini tidak ada jalan pintas untuk menuju tempat yang layak di tuju'. Jangan pernah berfikir kau sendirian"
Azam meletakkan tangan Afra di dadanya, "Ayah dan bunda akan selalu bersamamu. Kami akan selalu berada dalam tubuhmu walaupun tidak bersama. Ingat itu"
Tangis Azam semakin deras begitupun dengan Afra. Mereka saling berpelukan seakan ini adalah pertemuan terakhir keduanya. Entah telinga Afra yang salah dengar atau memang ini kenyataan.
Afra mendengar dua kalimat syahadat yang keluar dari mulut ayahnya, ia langsung mempererat pelukannya hingga selang satu menit kemudian tubuh Azam tak bergerak lagi, ayahnya itu tidak mengeluarkan suara apapun lagi.
"Ayah.. Ayah.." Afra menggoncang tubuh Azam, tapi tubuh ayahnya itu tidak merespon sama sekali.
"AYAHHHH!!!!"
Afra mengusap air matanya yang sudah mengalir dengan deras sejak tadi. Tidak.. Ia tidak boleh menangis, Afra tidak boleh menjadi wanita yang lemah ia tidak ingin membuat ayahnya sedih di sana. Afra mengangguk untuk dirinya sendiri, ia berusaha memberi kekuatan kepada dirinya.
Ponsel Afra berdering rupanya ia sudah terlalu lama menyendiri sampai Zoya berulang kali mengirim pesan kepadanya, saat Afra hendak pergi sebuah sapu tangan berada tepat di depan wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear OPPA [2013] | TELAH TERBIT
Hayran KurguAfra Naila Azam adalah seorang mahasiswi Indonesia yang meneruskan kuliahnya di Korea Selatan. Namun Afra tak sendiri ia bersama Zoya Nazra Aghnia yaitu sahabat sekaligus teman seperjuangannya, karena beasiswanya mereka bisa menginjakkan kaki di Neg...