Andrea memisahkan diri dari sepupunya dan berjalan menuju ke belakang gedung asrama putera. Ia ingin menginjakkan kakinya di tanah lapang belakang gedung sekolah. Ia berjalan melewati beberapa ruangan di lantai dasar, ketika melewati perpustakaan secara tak sengaja Andrea menabrak seseorang. Azka.
“Ya ampun…, aku minta maaf Pak, aku tak memperhatikan jalanan,” Andrea segera membantu Azka membereskan buku-buku yang terjatuh.
“Ya, tidak masalah. Aku harap kau baik-baik saja,” balas Azka.
Azka menatap Andrea yang sedang tak memakai baju seragamnya, gadis itu kelihatan berbeda ketika sedang tak berbalut seragam sekolah. Setelah membantunya, gadis itu berlalu dengan anggun melewati Azka menuju ke arah belakang asrama putera. Azka berbalik sesaat dan menatap punggung gadis itu yang sedang melangkah dengan santai. Pria itu tersenyum tanpa ia sadari.
Andrea berjalan melewati belakang asrama putera, asrama puteri dan gedung kosong yang Richard katakan. Setelah melewati ketiga gedung itu, ia akhirnya menginjakkan kaki di tanah lapang hijau nan luas. Di sana banyak sekali tanaman yang sengaja ditanam dengan rapi dan sesuai dengan kelompoknya.
Kubis, kentang, lobak, wortel, tomat dan masih banyak sayuran lainnya di sana. Kelompok buah-buahan juga terdapat di sana, ada pohon apel, jeruk, alpukat, semangka, melon, dan lain-lain.
Andrea berjongkok di dekat tanaman wortel yang area tanamnya lebih luas ketimbang yang lain. Andrea berjalan menuju ke arah yang lebih jauh, tepatnya ke sebuah rumah mungil yang ia lihat dari arah kelasnya siang tadi. Di halaman rumah itu terdapat sebuah ayunan, Andrea duduk di sana seraya melihat-lihat pemandangan hijau yang sejuk. Angin berhembus perlahan, bunga-bunga yang terawat dengan rapi di pot yang ada di halaman itu bergoyang serempak sesuai arah mata angin. Andrea meraih sebuah pot dan mencium aroma bunga mawar merah muda yang harum.
Ayunan itu mulai membuat Andrea merasa mengantuk, ia menatap langit yang cerah sore itu. Pot bunga di tangannya masih ia pegang dan ia hirup aroma wangi bunganya. Tak lama kemudian, ia tak menyadari kalau seseorang telah berdiri di dekatnya.
“Sepertinya kau sangat menikmati berayun-ayun di sini,” tegur Azka.
Andrea berbalik karena terkejut.
“Pak Azka? Anda membuatku terkejut!!!,” seru Andrea seraya melompat dari ayunan.
Andrea berubah menjadi waspada, tak lagi sesantai tadi.
“Tenanglah, aku takkan memarahimu karena memakai ayunanku tanpa ijin dan mengambil pot bungaku tanpa permisi,” sindir Azka seraya tersenyum.
“Ayunan anda? Ini rumah anda? Anda tinggal di sini?,” tanya Andrea dengan ekspresi lebih rileks ketimbang tadi.
“Ya, aku tinggal di rumah yang seperti sampah ini. Kenapa? Kau terkejut?,” tanya Azka.
“Tentu, aku terkejut! Apakah anda tahu, aku selalu bermimpi memiliki rumah kecil sederhana di tengah perkebunan hijau yang luas seperti ini dan anda memilikinya. Jujur…, aku iri,” jawab Andrea.
“Iri? Kau iri karena aku tinggal di rumah seperti ini? Otakmu tidak bermasalah kan?,” Azka keheranan.
“Tidak. Otakku baik-baik saja. Oh ya…, boleh aku melihat isi rumahmu? Aku mau tahu bagaimana kau mengatur isi rumah yang mungil seperti ini…,” pinta Andrea.
Azka segera membukakan pintu untuk Andrea dan membiarkan gadis itu masuk ke dalam. Andrea melihat sebuah sofa mini berwarna jingga di sudut ruangan tamu. Di sana ada jendela yang mengarah ke perkebunan wortel. Andrea tersenyum sesaat ketika menatap warna hijau dan jingga yang bersatu di perkebunan itu, ia merasa hidupnya begitu nyaman seandainya bisa memiliki rumah seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Emerald Heirs
Fiksi Ilmiah[COMPLETED] Jika berbohong bisa membuatku membuka topengmu, maka akan kulakukan kebohongan sebanyak yang kubisa. Jangan salahkan aku jika menyimpan rahasia terlalu banyak, karena rahasia yang kau sembunyikan hampir seumur hidupmu lebih keji dari yan...