B6 | COOPERATION

106 15 3
                                    

Elsa pergi ke kelasnya pagi itu sebelum terlambat. Ia agak buru-buru karena bangun kesiangan. Nicole baru saja akan masuk ketika Elsa sampai di pintu kelas. Nicole membiarkannya masuk dan tetap tersenyum ramah. Elsa segera duduk di kursinya dengan cepat. Nicole masuk kedalam kelas dengan langkah yang agak tertatih-tatih. Kakinya terlihat sakit.

“Selamat pagi semuanya, mari kita langsung mulai pelajaran hari ini,” ujar Nicole dengan riang seperti biasanya.

Elsa terus memperhatikan langkah Nicole yang sangat janggal. Raymond mengeluarkan ponselnya dan merekam secara diam-diam tentang kaki Nicole yang pincang pagi itu. Setelah mendapatkan rekaman yang bagus, Raymond bangkit dari duduknya.

“Permisi Bu Nicole, aku mau pergi ke toilet sebentar,” ujar Raymond.

“Oh ya silahkan Ray, jangan terlalu lama ya,” jawab Nicole seraya tersenyum ramah.

“Baik Bu.”

Raymond menuju ke Ruang Guru dan menemui Fin yang baru saja akan menuju ke kelas sebelas. Ia mencegahnya.

“Ada apa Ray?,” tanya Fin, ramah.

Ada sedikit berita untuk anda Pak. Aku merekam sesuatu yang janggal dari Bu Nicole,” bisik Ray seraya memperliatkan rekamannya pada Fin.

Fin melihat rekaman itu dan melihat kaki Nicole pincang, sehingga jalannya tertatih-tatih. Azka hendak keluar, namun ia melihat Fin bersama Raymond dan sedang melihat sesuatu.

Sejak kapan ini terjadi?,” tanya Fin.

Pagi ini Pak, kemarin kaki Bu Nicole baik-baik saja,” jawab Raymond.

Azka mendekat, Fin terkejut begitupula dengan Raymond.

“Apakah kakinya yang pincang di bagian sebelah kanan?,” tanya Azka pada Raymond.

“Be…, benar Pak Azka…, se…, sebelah kanan,” jawab Raymond, terbata-bata.

Azka tersenyum dan berdecak kesal.

“Ternyata dia orangnya,” gumam Azka.

“Apa yang anda maksud Pak Azka?,” tanya Fin.

“Raymond, kau boleh kembali ke kelasmu. Terima kasih atas infonya dan usahakan untuk tetap tutup mulut,” perintah Azka.

“Baik Pak,” Raymond segera berlalu.

Azka segera menarik lengan Fin menuju balkon luar sekolah.

“Andrea tak memberitahumu?,” tanya Azka.

“Dia tidak memberitahu apapun padaku, lebih tepatnya kami belum bertemu,” jawab Fin.

“Semalam ada orang yang lewat di perkebunan belakang sekolah sambil membawa sebuah karung berwarna cokelat muda, Andrea yang lihat awalnya. Saat aku mencoba menghadangnya, orang itu malah berusaha melarikan diri. Andrea memanahnya dengan Electric Arrow yang dia punya, tapi orang itu masih berhasil melarikan diri,” jelas Azka.

Fin menatap Azka dengan serius.

“Apa saja yang sudah Andrea katakan padamu?,” Fin menyelidik.

“Semuanya. Termasuk tentang siapa dirimu,” jawab Azka, jujur.

“Jadi sekarang kau sudah tahu siapa kami?,” tanya Fin, sinis.

“Ya, aku tahu. Andrea yang mengatakan semuanya dengan jujur padaku,” jawab Azka lagi.

“Aku harap kau tak membocorkan rahasia kami pada siapapun,” pinta Fin.

“Menurutmu kenapa aku mengajakmu berbicara di tempat sepi seperti ini? Tentu saja karena aku juga berusaha melindungi kalian sebisa yang aku mampu. Aku tak mau mereka terluka, khususnya Andrea. Aku takkan membiarkan seorang pun menyentuhnya!,” tegas Azka.

Emerald HeirsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang