SIXTEEN

5.1K 331 103
                                    

Xavier mencium kening Hana. Dalam. Lembut. Secara otomatis Hana memejamkan mata. Nyaman. Xavier membuatnya jauh lebih nyaman sembilan puluh sembilan persen dari beberapa saat lalu keguncangannya karena pengaruh kalimat Maria meskipun sudah dua hari terlewati. Hana ingat semuanya, nyaris tidak melewatkan sekecilpun potongan masa lalunya. Haruskah dia bersuka cita atau berduka?, keduanya benar benar tabu untuk diucapkan.

"Aku paling tidak bisa mengalihkan padanganku darimu" Suara serak Xavier memaksa Hana membuka mata. Senyuman secarah matahari yang terpancar dari lelaki itu begitu tulus dan Hana sangat paham apa arti dari ucapannya.

Hana mencebik bibir, menatap Xavier sebal meski bercampur canggung. Well tentu saja!, tentang semuanya yang sudah dia ingat bagaimana tidak kan?, "Kata kata manismu tidak akan membuatku kenyang, Xav!"

Xavier mengerutkan kening heran. Baru saja wanita itu tampak manis dan penurut seperti warna bunga lily cerah yang dia bawakan dua jam ini, dan bunganya malah belum layu. Lalu setelah itu Xavier tergelak keras. Mencetak kerutan kerutan halus diujung matanya. Mempesona. Tampak seperti malaikat. Sebelum mengurusi surat kepulangan Hana-- wanitanya itu sudah lebih dulu mengeluh kelaparan. Namun menyebalkannya Xavier melupakan itu padahal bagian terpenting yang diinginkan Hana adalah sesuatu berniai berharga-- Xavier selalu pastikan itu.

"Kau tidak pernah mau memakan makanan itu?" tatapan Xavier terlempar ke atas nakas. Makanan rumah sakit masih terkapar utuh disana.

Hana menggeleng, "no"

"Well, kalau begitu aku akan menyuapimu sebelum kita pulang" Hana mecekal pergelangan tangan Xavier, mengirimnya duduk kembali ditempat sebelum menyentuh makanan itu.

"Aku berubah pikiran, sudah tidak lapar. Ayo kita pulang" sebelum Xavier menceramahinya lagi, Hana sudah turun dari ranjang tanpa melepas pegangan Xavier, namun karena Xavier bergeming Hana mulai rada jengah.

"Ayo Xav!"

"Dasar istri durhaka!, kubilangkan makan makananmu, lagipula siapa yang merajuk karena lapar tadi" gerutu kesal Xavier begitu langkahnya membawa mereka keluar melewati pintu kamar rumah sakit.

Hana terkekeh geli, mengeratkan pegangan tangan mereka begitu sebelah tangannya yang lagi mencubit gemas pipi kiri Xavier, "Aku tidak mau" tawa Hana lagi saat reaksi Xavier tidak berubah.

Tapi setelah itu tawa Hana terhenti, tubuhnya menegang. Xavier baru saja mencium pipinya dan rasa gigitan kecil dari gigi gigi keras Xaver masih tertinggal disana, meninggalkan panas dan basah juga rasa canggung yang sulit dijabarkan.

"Aku melupakan ponselku. Tunggulah disini, aku akan segera kembali" ucap Xavier serak dan sedikit terbata. Setelah kepergian Xavier, Hana menyentuh pipinya, masih basah dan masih meninggalkan rasa spechless.

Tapi perlahan perasaan itu mulai memudar. Xavier Miguel dan Xander Mathewson, bibir mereka... Sama, membuatnya kehilangan kata kata, membuatnya waspada apalagi Xavier sudah terjatuh padanya dan Hana tidak mau mengigat bagaimana dia bisa terjebak kepada ilusi cinta palsu yang diciptakan Xander. Xander tidak mencintainya karena itu Hana sudah bertekad kuat untuk membuang semua yang berhubungan dengan lelaki itu, termasuk cintanya kalaupun memang dia saat ini harus berperan sebagai istri Xavier, Hana akan tetap memerannkannya, menerima Xavier, membuang kenangannya juga berpura pura menjadi dirinya 4 tahun ini. Dia tidak akan memberi tau siapapun bahwa dirinya sudah ingat semuanya, tentang traumanya.

Suara keras klakson mobil rolls royce abu metalik yang baru tiba dihalaman rumah sakit membuat Hana mendesah. Sudah seenaknya nyaris membuat jantungnya berjengkit keluar dari rongganya diperparah atraksi murahan ekstrim bak pembalap mobil oleh si pengemudi. Kekanak kanakan!.

She is My WOMANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang