TWENTY ONE

3.9K 259 118
                                    

"Aku tidak bisa membenci Samuel, dia putra dari sahabatku, ralat, mantan sahabat maksudku" Maria tersenyum sinis. Walau Samuel tengah asik tertidur di pangkuannya mata Maria sama sekali tidak memandang benci. Dia bahkan mengusap perlahan rambut pirang bocah itu yang mirip rambut Laura.

Masih sambil memperhatikan Samuel, Maria bersungut lagi, "Xavier itu bodoh, tapi itu yang aku suka darinya, dia terlalu polos, berbeda tentunya dari dirimu yang kasar dan dingin. Dulu aku memang mencintaimu dan aku benci ketika kau malah memilih Laura apalagi sekarang menjadi budak cinta-- tidak lebih menjadi pecundang hanya karena wanita asia yang tidak ada menariknya selain tubuh kurus dan wajah salinan Laura" Maria beralih menatap ke depan jalanan, tertawa angkuh kemudian, mengabaikan keadaan lenggang dengan cuaca hangat musim panas.

"Jujur saja padaku, kau sudah terlalu jatuh kan? Pada wanita satu itu? salinannya Laura?" selagi masih tersenyum lebar, Maria menoleh ke sisi pengemudi, "Betul kan, Xander?"

"Sialan!"

Tawa Maria mengudara begitu kalimat runtukan dari mulut Xander berbunyi. Tidak terlalu keras memang, namun mampu membuat Maria merasa puas. Saat Maria menyadari mobil berhenti dan mulai berdesakan, dia memperhatikan Xander-- yang selalu rapi mengenakan kemeja dengan lengan digulung keatas dan raut sombongnya.

"Aku tau kau selalu memaksakan diri. Dan bocah milik Daniel ini juga sudah kau campurkan ke dalam masalahmu kan?. Hebat Xander. Kau selalu mengejutakanku dengan sikapmu yang membingungkan"

Xander memejamkan mata, seolah beban di kepalanya semakin berat ke pundak, "Itu yang dia katakan. Aku membingungkan"

Dalam raut malasnya Maria menguap, menepuk bibirnya pelan, "Ya, dan kau juga membosankan"

Xander mencengkram stir, menatap dingin ke depan aspal jalanan, "Aku tau"

Maria mengeryit, menoleh dengan mengangkat sebelah alis, "Kau tidak seperti Xander yang aku kenal sepanjang aku hidup dengan keluargamu" Xander mendengus, tapi Maria seolah mengejeknya dengan terkikik kencang, "Kau tidak sepasrah ini, Xander. Aku sangat ingat kau nyaris tidak pernah menyerah dan anti kegagalan, bahkan menyangkut Laura dulu, tapi well lihat sekarang? Kau seperti manusia normal pada umumnya" setelah itu Maria menepuk tangannya ke udara, agak pelan. Tidak bermaksud membangunkan Samuel.

"Selamat Xander, kehidupan datarmu sudah berakhir sekarang" ungkap Maria tersenyum lebar, tanpa rasa bersalah yang bagi Xander terasa benar.

Ucapan Maria memang tidak salah, dia membenarkan.

Okay, hidupnya memang tidak akan bisa tenang, Xander tau itu sejak pertemuan pertamanya dengan Hana. Ini seperti kejahatan takdir, benar benar sial! yang anehnya terasa begitu manis, begitu candu, membuatnya sulit berpaling dan menjadi buta.

"Kau benar, tidak ada jalan untuk kembali bagiku"

__________________________

Hana mematikan sambungan telepon. Dengan senyum dia mengigat lagi suara manja Xavier yang berkata jujur merindukannya sejak panggilan ketiga di siang ini. Xavier sangat manis, dan Hana mulai terbiasa dengan perilakunya yang tanpa sadar sedikit membuatnya melupakan kejadian empat hari yang lalu tentang Xander, tentang keseriusan lelaki itu menyatakan perasaannya dan tentang niatnya yang ingin mengambil putra malaikatnya dari sisi Hana.

Hana mengepalkan tangan, dia tidak butuh apa apa lagi dari Xander dan keberadaan Gabriel untuknya adalah obat paling ampuh untuk melepaskan Xander meskipun Gabriel adalah Xander versi kecil setidaknya dia masih menyiman sesuatu yang berharga dari lelaki itu, keberadaan putra mereka.

Setelah meremas ponsel dengan mengabaikan bayangan bayangan yang ingin dia kubur, Hana melangkah keluar taman, kembali ke ruang tengah. Sejak ancaman Xander saat itu Hana jadi semakin waspada. Dia tidak akan menyerahkan putra kecilnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 11, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

She is My WOMANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang