THREE

7.6K 405 41
                                    

"Sayang, kau mau kemana?" Xander berdiri di belakang Laura, menatap heran wanita itu. Laura tidak mengubris, dia sibuk memoles lipstik merahnya di bibir, di depan cermin rias di kamar tamu Mansion Jerrald. Kamar yang sama dengan kamar yang Xander masuki saat makan malam berlangsung satu jam lalu karena melupakan ponselnya yang tertinggal di dalam tas Laura.

"Laa....?" Panggil Xander lagi, tapi bedanya kali ini memanggil dengan nama panggilannya tidak lupa menekankan kata, ck Laura masih mendiaminya

Laura tersenyum puas. Memasukan lipstiknya ke dalam tas lantas menyampirkannya dibahu kiri kemudian berdiri, membalikan tubuhnya menghadap Xander.

Laura mendengus, "Pulang" kemudian berjalan begitu saja melewati Xander. Sementara Xander sontak mengangkat sebelah alis.

"Malam malam begini? c'mon, Laa kau bisa pulang besok" ucap Xander setelah melihat beberapa langkah lagi Laura akan mencapai pintu.

Laura menghentikan kakinya, menghela napas, tak lama kemudian menghadap Xander lalu lelaki itu mendekatinya.

"Untuk apa aku berlama lama? Ini bukan rumahku, kak. lagipula kau tidak ingin cepat cepat pulang, kan?" Xander terdiam, di bibirnya tidak ada tanda tanda akan bergerak-- mengeluarkan suara, "So, aku akan pulang lebih dulu, tanpamu" aku Laura, memacu lagi langkahnya yang tertunda, namun belum sempat wanita itu keluar setelah berhasil memutar handel pintu hingga pada akhirnya pintunya terbuka, Xander telah lebih dulu memegang pergelangan tangannya, membuat Laura memutar badan, saling berhadapan.

"Ada apa? kau marah padaku?" Xander memang patut mempertanyakan sikap Laura yang sekarang. Laura jarang sekali mengacuhkannya, apalagi terlihat kesal seperti ini.

"ADA APA KATAMU, KAK?!" Bentak Laura, pupil matanya membesar, terlihat sekali marah. Secepatnya dia menyentak tangan Xander yang belum mau melepas cekalannya hingga akhirnya terlepas. Xander yang tidak pernah berbuat kasar padanya selain lembut memudahkan Laura untuk melepaskan cekalan yang terasa seperti menyentuh tangan bayi.

"Pelankan suaramu, sayang Samuel sedang tidur" Laura tidak mengindahkan, meskipun matanya melirik sekilas putranya yang masih tertidur pulas di atas ranjang.

"Masa bodoh!" Xander menolehkan kepalanya ke sebelah-- Samuel tidak terusik sama sekali mungkin kelelahan karena selama perjalanan dari Manhattan ke Madrid anak itu tidak berhenti merengek-- menangis keras keukeuh ingin menemui Sonya ketika tau Grandmanya itu menelepon Laura maka dari itu Xander merasa lega karenanya. Saat matanya melihat lagi Laura, wanita itu seolah akan meledak dan akhirnya Xander mengalah, dia terdiam sejenak, membiarkan Laura bertingkah semaunya, namun ekspresi matanya masih menatap tidak mengerti.

"Anak itu.... Ouh my!" Sejurus itu Laura memijat keningnya, menatap Xander berang, "Kenapa aku percaya dengan kata katamu kak?! kenapa dengan mudahnya aku langsung percaya?!. Anak itu... bocah itu... jelas jelas milikmu, DIA MILIKMU!" mata Laura berkaca kaca, tetapi dia berusaha menetralkan perasaaannya. Ingat, dia sedang mengandung. Apa baik untuk kesehatan ketika ibu hamil marah marah?. Tentu saja tidak!.

Xander tidak mengerti, otaknya berbelit. Melihat Laura yang ingin menangis, Xander lantas mendekat, ingin mendekapnya-- khawatir, tetapi reaksi Laura yang menggeleng geleng kepala seraya berjalan mundur perlahan membuat perasaan Xander berkecamuk, dia berhenti mendekati Laura.

"Sayang jangan menangis, Kemarilah..." pinta Xander. Suaranya serak. Xander akui ibu yang sedang mengandung memang kadang berlebihan dan mudah terpancing emosi jadi mungkin ini adalah salah satu reaksinya. Beberapa bulan lalu saat mengetahui bahwa Laura hamil anak kedua, hari hari berikutnya wanita itu tiba tiba saja selalu menangis, murung, terbawa perasaan.

She is My WOMANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang