TWENTY

6.8K 388 209
                                    

Dengan nyanyian lembut Hana Gabriel tertidur. Hana tersenyum tipis. Pelan pelan menarik selimut hangat ke tubuh kecil putranya kemudian membungkuk dan mendaratkan satu ciuman di puncak kepalanya. Ketika suara ponselnya memecah keheningan akhirnya Hana menyudahi ciumannya lalu tanpa sadar memutar bola matanya, tapi tak bisa menyembunyikan senyum.

"Kau sudah menelepon ku satu jam yang lalu, Xavier" ponsel ditelinga Hana sembari mengulas senyum geli.

Xavier juga terkekeh ditelepon, "Aku hanya memastikan kau baik baik saja" dari suaranya Hana bisa tau Xavier saat ini tengah mengaruk belakang lehernya yang tidak gatal.

"Aku selalu baik baik saja, Xav. Dan berhentilah meneleponku setiap satu jam sekali. Apakah kau merasa aku tidak aman?"

"Kau di Mansion Hana. Kau selalu aman dengan ku"

Hana mendengus, "Tapi kau meneleponku terlalu sering"

Xavier tertawa lagi. Walaupun Xavier sedang berada di kantornya kepala Hana masih bisa menangkap dengan jernih Xavier tersenyum lembut dengan mata teduh ketika berucap, "Itu karena aku juga terlalu sering merindukanmu"

Rambatan merah dari telinga sampai ke pipinya membuat Hana panas. Xavier selalu manis, lembut, dan menyayanginya, "Kau...."

"Kak Hana!" Ponsel Hana terpental jatuh ke bawah ranjang tidur ketika secara mengejutkan pintu kamar terbuka keras dengan suara Olivia yang nyaring membuatnya lebih parah.

"Oh My! Ponselmu!" pekik Olivia sembari cepat berlari menghampiri Hana.

Hana tersenyum, "Tidak apa apa, ponselnya di bawah sana, aku bisa mengambilnya. Tapi bisakah kau merendahkan suaramu, Gabriel bisa bangun" bisik Hana sambil melirik lirik Gabriel.

Olivia menutup mulutnya dengan kedua tangan, "Oh, maaf aku tidak menyadari si bocah tengil itu tidur"

Hana menggeleng sekali lagi, "Tidak masalah Liv, ada apa kau mencariku"

Mendadak rona merah di pipi Olivia muncul, wanita itu tersenyum malu malu, "Apakah... Apakah penampilanku bagus?. Aku akan pergi kencan, tapi ku pikir baju ini sedikit berlebihan"

Ketika Hana mendekatinya, memegangi pundaknya, Olivia masih menerka bagian pakaiannya, "Tidak, ini mewah Liv, glamor untuk kulit krem mu, seperti Princess"

Olivia tersenyum ceria, mencium pipi Hana cepat, "Terima kasih, aku tau kau selalu jadi kakak ipar terbaik sepanjang masa" setelah itu Olivia berlari keluar, kelewat semangat.

Hana menggeleng kepala lalu saat teringat ponselnya dan Xavier, dia berjongkok menghadap bawah ranjang mencari Ponsel. Hana mendesah lega. Untungnya tidak jauh.

Tangan Hana terjulur kedalam. Sedikit menyergit merasakan bukan hanya ponsel nya yang dia dapat, namun juga benda lain yang terasa dingin. Menarik tangannya, sebuah kalung perak berkilau berbandul huruf X memenuhi pandangan nya.

Berdiri kembali, rasa terkejut dan nyeri di dadanya tidak bisa di sembunyikan. Ponsel kembali berbunyi, Hana tersentak, buru buru menempelkan di depan telingannya"

"H... Halo?"

"Kau menutup teleponnya, ada apa, Hana?" disebrang suara Xavier khawatir.

Debaran jantung Hana masih berlomba, "Aku tidak mematikannya, aku menjatuhkan ponselnya. Mungkin juga saat akan terjatuh aku tidak sengaja mematikannya" jelas Hana

"Aku bersykur kau tidak apa apa"

"Aku tidak apa apa, oke?. Aku akan mematikan teleponnya, Kau kembalilah bekerja, daddy" kalimat akhir sengaja Hana akhiri dengan nada bercanda agar Xavier tidak curiga sekaligus menenangkan dirinya sendiri.

She is My WOMANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang