"ɢᴜᴇ ɴɢɢᴀᴋ ꜱᴜᴋᴀ ʟᴏ ɴᴀɴɢɪꜱ, ᴋᴀʀᴇɴᴀ ᴅɪꜱɪᴛᴜ ʟᴏ ᴍᴀᴋɪɴ ᴄᴀɴᴛɪᴋ."
-Farel-
𓆤𓆤𓆤
Kembali terbangun dengan keadaan miris, sakit itu kembali datang dengan rasa yang hampir setiap hari membuat Jihan menangis. Hampir tiap saat darah segar akan keluar dari hidung.
Sudah satu minggu ini, tubuhnya lemah tak berdaya sering demam tinggi dan juga berkeringat saat malam.
Matahari sudah semakin terang, harus segera mandi jika gadis itu tidak ingin terlambat lagi, di rumah yang sederhana ini hanya mempunyai satu kamar mandi. Bagaimana tidak, kehidupan Jihan sangat miskin dan melarat.
Jihan berjalan terseok-seok, penyakit yang ia derita semakin bertambah saja. Menyebabkan selera makan hilang.
Jihan menatap Ibunya yang sedang bermain ponsel, semburat senyuman terpatri di bibir yang hampir menghitam itu.
"Bu, aku tidak sekolah ya hari ini. Badanku sedikit tidak sehat," ucapnya lirih, badan terasa semakin lemas. Dahi ibu mengernyit tak suka, Jihan tau ibunya akan marah ketika melihat Jihan membuka mulut.
"Jangan alasan! Aku tahu kau berbohong!" Tangannya mencekik leher Jihan dengan erat, napas memburu dan mata melotot seperti ingin keluar.
Selalu seperti itu. Rumah dengan sekolah, lingkungannya seperti neraka buat Jihan.
"Asal kau tau, biaya hidupmu itu banyak! Jangan sampai, jerih payahku kau sia-siakan dengan sakit bohongmu itu! Dasar anak nggak tau diri!"
"Apa dosaku astagaa, sehingga Tuhan menghukumku dan harus melahirkan anak sepertimu?!" sarkasnya, kembali tangan ibu menampar pipi Jihan dengan kuat. Setelahnya entah pergi ke mana.
Bulir air mata turun tanpa diminta, membasahi pipi, namun bibir Jihan masih saja tertutup rapat. Menahan rintihan yang sangat ingin mendobrak keluar. Ibunya tak pernah berubah, kadang Jihan lelah dengan itu semua. Jihan menginginkan seorang ibu yang akan memeluknya ketika dilukai oleh semesta.
"Lo kuat Jihan, tapi ... mau sampe kapan?" Dengan mantap gadis itu beranjak untuk melupakan potongan luka yang terjadi beberapa detik yang lalu.
𓆤𓆤𓆤
Jarak sekolah dengan rumah tidak terlalu jauh, cukup 15 menit untuk menjangkaunya. Menggayuh pedal sepeda dengan cepat, sepeda tua peninggalan paman tetangganya yang hampir di jual ibu ketukang loak sekitar.
"Jihan! Tunggu gue!" Jeritan itu tak asing lagi di telinga, dia Andini.
Satu-satunya anak kalangan atas, sekaligus sahabat yang mau dekat dengannya. Anak orang kaya, serta siswa populer di SMA tiga belas.Andini juga sama, menaiki sepeda ke sekolah. Entah mengapa dia tak mau diantar oleh sopirnya.
Banyak yang menghasut Andini agar tidak mendekat dengan Jihan? mengatakan tidak satu kasta, tidak se-level dan sangat tidak pantas seorang Andini berteman dengan anak paling dijauhi satu sekolahan.
"Pagi Han! Yuk semangat yuk!"
Jihan hanya tersenyum tipis, setidaknya masih ada manusia yang mau berteman dengannya. Walau tau jika hari-hari gadis itu akan selalu buruk, tak pernah bahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Help Me || TAMAT
Teen FictionTentang Jihan yang hampir gila karena permainan semesta. "Vibes Jihan kek anak-anak haram gitu nggak sih? Upss ... canda anak haram!"