BAB 14

1K 119 15
                                    

"Entah kenapa, aku lagi dan lagi harus menunggu sesuatu yang belum jelas untuk kumiliki seutuhnya."

-Help me-

"Sudah-sudah! Dion, kamu periksa loker Jihan."

Jihan terkejut, bahkan gurunya sendiri tidak mempercayainya.

Apa orang miskin akan selalu ditindas seperti ini?

Semuanya bergerak ke luar kelas, menuju ruangan loker berada. Karena melihat adanya keramaian, siswa dari kelas lain juga banyak yang ikut melihat.

Jingga hanya berdoa, agar benda itu tidak ada di sana. Gadis itu tau bagaimana kedepannya nasib Jihan, jika memang benda milik Rara ada di lokernya.

"Periksa aja, aku nggak nyuri hp Rara!"

Dion tertawa sinis, memandang wajah Jihan jijik.

"Maling mana ada yang mau ngaku," balasnya disertai tawa merendahkan.

Dengan cekatan jemari Dion membuka loker, mencari dengan teliti, hingga .... di bawah tumpukan buku, agak sulit namun berhasil lelaki itu ambil.

"Ck! Ini apa? Nggak ngaku juga lo?" Jihan tercengang, bagaimana bisa? Hari ini dia tidak membuka lokernya.

Gadis itu bingung, tangannya bergetar dan kepalanya mendenyut.

Melihat itu, Jingga langsung sigap memegang Jihan yang hampir jatuh. Ponsel putih itu langsung diberikan ke Pak Mahmud. Guru lelaki itu menatap Jihan lekat, Jihan yang ditatap hanya mampu menggigit bibir bawahnya kuat-kuat.

"Jihan, kamu ikut Bapak!" Sebuah perintah dengan nada tekanan.

Masalah apa lagi ini ya Tuhan!

"Hey, jangan takut. Lo nggak salah, Han. Gue akan selalu ada di samping lo, inget itu," imbuh Jingga. Jihan menghela napasnya berat, tatapan sinis teman-teman sekelasnya berusaha untuk Jihan abaikan. Tidak hanya teman sekelas, kini ... kelas lain juga ikut-ikutan menatapnya tajam. Serasa kepalanya dibolongi oleh orang-orang munafik itu!

-Help Me-

"Permisi."

"Masuk!"

Dengan wajah tegang, Jihan duduk di kursi putih. Pak Mahmud tampak sangat menyeramkan baginya.

"Bukan saya, Pak." Cicit Jihan, pelan. Pak Mahmud hanya terdiam. Pandangannya tajam seperti ingin memangsa siapapun di depannya saat ini juga.

"Walaupun bukan kamu, nggak ada salahnya 'kan  jika kamu mengaku aja. Masalah akan selesai dengan cepat."

Jihan terkejut bukan main, tidak menyangka jika seseorang yang selalu ia hormati dan taati mempunyai sifat penipu.

Sangat tidak adil!

"Pak, jika begitu. Itu namanya tidak adil!"

"Tau apa kamu mengenai keadilan? Huh!" Pak Mahmud tertawa, mata Jihan memanas. Dadanya sesak, gadis itu ingin menangis sekarang, namun ia tahan sekuat-kuatnya. Ia sadar jika masih saja beradu argumen, Jihan tidak akan menang. Cuma anak miskin!

Help Me || TAMAT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang