BAB 11

1K 127 21
                                    

Tuk ... tuk ... tuk ...!

Suara sepatu menggema di lorong sekolah, suasana yang sepi juga sendu. Jihan sedikit tidak nyaman, pasalnya ... cuaca mendung dan juga dingin.

Tiada satu pun murid yang tampak, keadaan benar-benar terasa creepy.

Jihan mendadak berhenti berjalan, melihat ke arah kiri--maupun kanan. Tidak, ini bukan hari libur sehingga sekolah menjadi seperti ini.

Jihan mengeluarkan benda pipih berwarna hitam. Membuka kata sandi di gawai tuanya, melihat tanggal dan hari ini.

Dia tidak salah, hari rabu dan tidak ada libur. Tapi mengapa mendadak sekolah, menjadi sunyi sekali?

Aneh, bingung, takut. Semuanya menjadi satu. Mengenyampingkan segala pikiran negatif, Jihan memantapkan hati untuk terus melangkah ke dalam kelas.

Berada di lantai dua, membuat nyalinya sedikit ciut. Menapaki anak tangga pelan tanpa melihat ke atas.

Byuurr!

Dengan cepat aroma busuk menguar, Jihan tertunduk sembari memejamkan mata. Bau menyengat menusuk-nusuk indra penciumannya, Jihan menahan tangis.

"Seragamku basah," ujarnya sesegukan, air yang menetes Jihan singkirkan dari pelipis.

Mata Jihan membulat sempurna, di depannya kini sudah banyak murid berkumpul untuk melihatnya.

Tentunya Clara, Riska, Lala, Rara dan semuanya juga mengambil bagian. Hampir satu sekolahan melihatnya kini. Juga .... ke empat temannya.

Farel, Andini, Abian dan juga Jingga. Otak Jihan berpikir keras, ada apa sebenarnya?

"Tidak mungkin ...." Gadis bermata kelam itu menggeleng tidak percaya.

Braakk!

"Biar mampus!" Semua tertawa, Jihan sudah terjatuh ke bawah tangga. Untung saja  tadi Jihan tidak sampai ke atas. Hanya menapaki lima anak tangga.

"Jingga, kamu kok tiba-tiba berubah sama aku?" Jingga tertawa sinis, berjalan sombong menghampiri Jihan.

"Lo pikir, gua mau temenan sama anak lemah kaya lo?" Jingga berdecih.

"Jangan ngarep! Udah lemah, miskin lagi." Semua tertawa, Jihan ingin menangis rasanya. Ia seperti tersudutkan dan tak mampu melawan.

"Gue udah bilang, Han. Lo nggak pantes buat sekolah di sini. Lihat! Semua orang benci sama lo!" Itu Andini, sahabat yang selalu ada di sampingnya. Kini malah membullynya seperti yang lain.

Abian, pemuda itu hanya diam dengan tatapan merendahkan.

"Farel ... kamu juga mau bully aku?" Tatapan mengiba Jihan membuat Farel mendatanginya. Jihan tersenyum tipis karena Farel tidak akan berbuat sekeji itu.

Farel bejongkok, memegang rambut Jihan perlahan dan setelahnya di tarik kuat.

"Shhht ... sakit Farel!"

"Lo itu, bener-bener manusia sampah! Nggak pantes untuk hidup. Mati aja deh lo!"

"Rel, kamu kenapa? Aku ini sahabat kamu, sahabat dari kecil!"

"Gue nggak punya sahabat miskin, kaya lo!"

"Dasar parasit!"

Sakit, Jihan masih kebingungan akan hari ini. Sangat mengejutkan bagi gadis itu, sahabat yang membela kini malah membulynya balik.

"Guys! Kalian boleh bully Jihan sepuas hati sekarang. Selamat bersenang-senang!" seru Jingga, Andini tertawa senang.

Bak laron berterbangan, semuanya mengejar Jihan yang sedari tadi sudah berlari menjauhi tangga.

Seseorang melemparkan tas besar ke punggung Jihan, membuat gadis itu terjerembab ke lantai.

Jihan meringis, kepalanya sakit terbentur lantai sekolah yang dingin.

Semua mengerubungi Jihan, meludah dan menginjak kuat setiap bagian tubuh Jihan.

Rasa sakit yang nyata Jihan terima, dia di bully massa tanpa pengampunan. Bibir sudah berdarah dan kepala yang puising, ada mencakar dan menarik kerah baju Jihan. Menampar dan membogem bahu dan anggota badan yang lain.

Jihan terbangun dengan banjir keringat, hanya mimpi ternyata.

"Sangat nyata," imbuhnya pelan. Jihan melihat arah jam, masih dini hari ternyata. Semoga saja semua itu hanya mimpi dan tidak akan menjadi kenyataan.

"Semoga saja, Tuhan ...."


-HELP ME-

"Entah kenapa, gue nggak suka sama Andini."

"Maksudnya?"

"Andini itu ... gue punya perasaan kalau dia jahat sama lo, Han." Jihan mengernyit sedikit tidak suka, Andini sahabatnya yang sangat baik. Selalu melindunginya dari bullyan, bagaimana bisa andini berubah menjadi jahat?

"Jing, kamu jangan berpikiran yang aneh-aneh deh. Andini itu baik banget sama aku."

"Nggak ada yang jamin, jika orang baik nggak bisa jadi jahat."

Jihan menghela napas gusar, perbincangan di taman ini semakin panas. Teman barunya sangat sulit untuk mengerti tentang Andini.

"Lebih baik, kita masuk ke kelas aja. Sebentar lagi bel."  Jingga mengangguk, menarik lengan Jihan lembut. Mereka berjalan perlahan sembari bersenda gurai.

"Berhenti dulu, Han!" Jihan terperanjat. Tampak bingung.

"Kenapa?"

"Itu, Andini 'kan?" Dari arah gudang yang jarang di lewati para murid tampak Andini, dia ... sedang berpelukan.

"Dia berpelukan sama siapa, tuh?" Jingga menyipitkan matanya, memfokuskan pandangan.

"Itu ... Farel?"




















Maaf pendek
Lagi sakit soalnya
Maaf lama upnya ya
Walau tau gak ada
Yang nunggu hehe
Vote
Koment
Share
Yak😍🤕

Help Me || TAMAT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang