BAB 8

1.2K 139 10
                                    

"Cate kepalamu!" Sungut Jihan berupaya sabar.

"Wih, kebetulan banget kita bertiga jumpa di sini!" Farel datang dengan dada di busungkan.

Jihan berusaha sabar agar tidak menjerit sekerasnya, alih-alih Abian kini Farel si fuckboy datang.

"Kamu ngapain sih, ke sini?" tanya Jihan, Farel hanya mengedikkan bahu acuh tak acuh. Abian diam hanya mendengarkan.

Abian mengutuk Farel sekarang dari dalam hatinya, karena pemuda itu selalu datang saat dirinya sedang berdua bersama Jihan.

"Dasar pengganggu!" Monolog Abian, Farel mengernyit.

"Lo, ngatain gue pengganggu?!"

"Dih, perasaan lo aja kali, gue gak ada bilang kaya gitu." Jantung Abian berdetak hebat, bagaimana bisa ia berkata seperti itu?

Farel menatap Abian tajam, Jihan menarik napas kuat. Kedua makhluk di hadapannya harus segera di musnahkan secepatnya.

"Awhh, sakit woi!" ucap Farel dan Abian bersamaan, Jihan sedang menjewer telinga kedua human menyebalkan menurutnya.

"Sakit, Han. Lepasin dong," pinta Farel dengan wajah menggemaskan.

Tidak ingin kalah, Abian melancarkan jurus wajah manisnya.

"Jihan yang cantik ... lepasin dong. Lo mau telinga gue nanti lepas?" Dengan pupy eyesnya, Abian menatap Jihan.

Gadis itu hanya menatap datar Farel dan Abian secara bergantian.

"Oke gue lepasin as--"

"Huaaaa ... makasih banyak!"

"Jihan baik banget deh, terharu Abang Farel!"

"Ada syaratnya." Tekan Jihan hingga membuat dua human terkesiap.
Syarat apa lagi ini ya Tuhan! Kira-kira seperti itu yang ada di dalam hati Farel dan Abian.

"Kalian berdua, jualin bunga-bunga aku. Enggak ada, kata penolakan!"

-HELP ME-

Tubuh Jihan panas dingin, kakinya menapak mantap ke arah ruangan serba putih. Dengan pemikiran yang Jihan buat positif sedemikian rupa, hingga akhirnya dipatahkan oleh fakta yang berbeda.

Gadis berambut hitam lurus itu, terdiam mematung. Menetralisir degub jantung yang masih belum bisa normal semenjak dokter mengatakan hasil tes kepadanya.

Bulir-bulir bening turun tanpa perintah, dada Jihan sesak. Bagaimana bisa penyakit itu bisa bersemayam di tubuhnya?

Sesekali ia menangis, untuk tes berikutnya harus ditemani orang tua. Karena sudah dalam faktor berbahaya. Jihan harus apa? Memohon kepada ibunya? Demi apapun tidak akan pernah diindahkan.

"Apa lagi ini?"

"Huftt ...."

Sekali lagi Jihan teringat perkataan Sang dokter, 'Kamu harus di dampingi orang tua. Untuk obatnya sedikit mahal, serum dan juga salep memakan biaya satu juta.'

Angin di taman sudah sedikit kencang, karena malam sedikit lagi akan datang. Segera Jihan berlari untuk pulang, sudah cukup ia menangis untuk sekarang.

Baru saja melangkahkan kaki, tangannya di tarik oleh seseorang.

Abian.

Help Me || TAMAT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang