BAB 3

1.8K 210 12
                                    

Kamu itu orang baru, tapi kenapa seakan-akan Tuhan sengaja mempertemukan kamu untukku?
Aneh bukan ...

-HELP ME-

"Assalamualaikum, Jihan pulang ...."

Sepi, rumah dengan ukuran kecil itu tampak seperti tak berpenghuni. Ke mana ibunya? Apakah belum pulang?

Masuk dengan pelan, perih di kaki masih terasa. Belum lagi tangan Jihan yang sekarang hanya berbalut kain dari sobekan kaos yang ia pakai agar tak berujung infeksi.

Gelas dan botol alkohol berserakan di atas meja, pun dengan kulit kacang. Ini sudah larut, namun rumahnya seperti kapal pecah sekarang.

Jihan memutuskan untuk membersihkan diri terlebih dahulu, setelah siap gadis itu akan mengobati lukanya.

Mendesah pelan, menahan setiap rasa perih yang menjalar karena obat merah yang ia teteskan.

Air mata bercucuran, tak sanggup akan kehidupan yang Jihan jalani.
Tubuhnya kini rusak, bukan hatinya saja. Penuh luka yang akan lama sembuhnya.

Jihan berjalan terseok-seok, waktunya membereskan rumah. Memaksakan agar tahan memegang sapu walaupun tak mampu.

"Sudah jam sebelas malam, ibu kemana? Biasanya tidak seperti ini."

"Ayo cepat Jihan! Tugas sekolah menunggumu untuk di sentuh!"

Beres.

Tak lupa dengan kewajibannya, sholat dan berdoa agar hidup Jihan ke depannya berjalan bahagia.



-HELP ME-

Wajah Jihan pucat, dengan cepat gadis itu pergi untuk ke toilet. Tubuhnya lelah, juga kehilangan selera makan. Jihan juga sering mengalami demam akhir-akhir ini. Apa yang terjadi padanya?

Seseorang datang, tapi Jihan tak ingin melihat siapa itu. Ia terlalu takut, dan hanya bisa menunduk menahan nyeri daerah perut.

"Jihan? Kamu kenapa?" Gadis itu tersentak, ternyata Andini. Bukan para pembully iblis.

"Wajah kamu pucet banget, astaga!"

Jihan hanya tersenyum getir, dia juga tidak tau mengapa bisa seperti ini. Tiba-tiba saja dari dalam perut ada sesuatu yang ingin keluar, Jihan mual dan seketika memuntahkan isi perutnya. Andini terkejut, Jihan pasti sedang sakit saat ini.

"Ayo kita ke UKS! kamu udah makan belom?"

"Gak perlu Din, aku baik-baik aja kok."

"Tapi wajah kamu pucet banget," imbuh Andini khawatir.

Jihan menggeleng sembari tersenyum, "Aku gak papa kok, serius. Lagian, bentar lagi udah mau bel. Aku gak mau terlambat masuk lagi." Andini hanya bisa pasrah, temannya ini sangat keras kepala.

"Yaudah, kalau ada apa-apa bilang sama aku langsung, ya?"

"Iya, Andini bawel ...." Jihan tertawa melihat ekspresi cemberut Andini, syukurlah jika masih ada yang peduli.

Di perjalanan koridor yang mulai sepi, tampak seorang pemuda tinggi berkulit putih, banyak kaum hawa yang berseru secara terang-terangan menyukai lelaki itu.

Help Me || TAMAT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang