BAB 21

526 67 10
                                    


Saat ini, Farel sedang menemani Jihan untuk melihat-lihat taman rumah sakit. Kondisi gadis itu sudah mulai membaik. Hanya lengan yang masih di perban, karena mengalami keretakan tulang akibat pukulan senjata tumpul.

Angin bertiup lembut, menerpa kulit putih nan pucat Jihan. Sangat kentara jika gadis itu adalah korban kekerasan.

Akan tetapi, bibir yang pucat tidak mengurangi kecantikan Jihan walau sedikitpun.

"Aaaa ... pesawatnya datang ...." Jihan tertawa, bagaimana tidak, sang sahabat memerlakukan Jihan seperti anak kecil. Menyuapkan makanan seperti yang dilakukan ibunya dulu.

"Heh, buka dong mulutnya. Kalau engga dibuka-buka ntar pesawatnya jatuh. Emang mau?" tanya Farel dengan menggembungkan pipinya. Membuat Jihan gemas ingin menampolnya.

"Iya, iya. Aaaaa ... aamm."

"Gimana rasa buburnya?"

"Kaya muka kamu," jelas Jihan. Membuat kening Farel mengkerut tidak paham.

"Kaya muka aku? Manis gitu?" ucap lelaki itu pede sembari tersenyum-senyum.

"Iya, kaya muka kamu. Hambar." Senyuman Farel langsung menghilang, detik kemudian Jihan tertawa dengan jari yang menoel-noel pipi Farel.

"Udah heh, ga usah ngambek gitu. Iya iya, Farel manis, baik dan ganteng," ungkap Jihan apa adanya.

"Serius? Kalau aku ganteng?" Ini dia, Jihan sangat malas kalau soal memuji Farel.

"Duh jadi malu, dibilang ganteng sama manis. Ga sia-sia kemaren maskeran, ternyata nambah kegantengan yang hakiki," cerocos Farel.

"Iyain biar cepet."

"Halo guys!"

"Duh, dicariin kemana-mana ternyata lagi mojok disini hehe." Jingga cengengesan, dua tangannya penuh dengan kantung plastik putih yang besar.

"Mana ada mojok!" Tepis Jihan.

"Adalah, contohnya kita nih!" Potong Farel buru-buru.

"Terserah Fakboy deh!"

"Kangen Jihan! Kapan masuk? Aku kesepian, banyak nenek sihir disana! Banyak yang pencitraan lagi. Aku juga ketemu kuntilanak loh kemaren."

"Hah? Seriusan?" tanya Jihan dan Farel sok kompak.

"Sok kompak banget sih, kek pasangan."

"Ga sengaja," jelas Jihan.

"Sekarang jelasin, ketemu kuntilanak dimana?" Farel sangat penasaran, seumur hidup belum pernah tuh ketemu kuntilanak.

"Sebelum cerita, kasih duduk dulu kek apa kek. Pegel nih kaki gue! Mana bawaannya segudang gini nih!"

"Ahhh iya ya, hahaha maaf Jingga! Utututu sini-sini duduk samping aku."

"Lha? Terus aku duduk dimana dong?"

"Duduk aja dibawah, susah banget."

"Jihan mah gitu, ga kasihan apa lihat aku kaya lagi ngedengerin orang dewasa ngedongeng kalau duduk dibawah kaya gini." Jihan dan Jingga tertawa.

"Sekali-kali atuh Rel," jelas Jihan. Farel hanya mampu mengangguk lemah yang menambah kegemasan cowok itu.

"Yaudah gue cerita nih, kemaren gua ketemu kuntilanak. Ketawanya kenceng banget kaya kipas angin tetangga."

"Terus?" tanya Farel exited.

"Terus nabrak!" Dua gadis itu tertawa.

'Dasar para gadis, cowo kaya aku ternistakan disini.'

"Terus kuntilanak itu keluar dari kamar mandi."

"Kakinya mijak tanah gak?"

"Yaiyalah, yakali terbang!"

"Biasanya kalau kuntilanak kakinya ga nyentuh tanah, ngambang."

"Itu kuntilanak jenis apaan?" Jihan heran.

"Jenis Andini," ucap Jingga polos. Membuat Jihan dan Farel merasa sedikit kesal tapi mereka pendam demi kedamaian rumah sakit.

"Andini?"

"Iya Jihan, Andini. Dia tuh kemaren ketawa kenceng banget, sampe gue kira dia cosplay jadi kuntilanak."

"Kenapa dia ketawa?"

"Gue ga tau Farel."

"Lo ga nanya?"

"Engga, buat apaan! Temen juga bukan."

Jihan hanya diam, memori ingatan nya kembali menampilkan kejahatan Andini kepada dirinya. Tak sanggup percaya bahwa yang membuat Jihan hampir mati adalah sahabatnya sendiri. Sahabat yang Jihan pikir adalah sang penyelamat, tetapi dibalik itu Andini sendiri yang menjadi musuh terbesar dikehidupan Jihan.

"Jihan?" panggilan Farel kembali menyadarkan Jihan, sadar akan raut khawatir yang terpancar dari dua manusia didepannya, Jihan langsung bersikap normal seolah tidak terjadi apa-apa.

"Kamu baik-baik aja? Kita bisa balik ke kamar kamu kok," ujar Farel cemas.

"Engga apa-apa kok, disini aja."

"Serius Han? Lo ga apa apa?"
Jihan mengangguk mantap.

"Mending kita ke ruang rawat Lo aja yuk? Cuaca juga mendung, bentar lagi bakalan hujan. Ayo balik aja."

Menyetujui ajakan Jingga, mereka bertiga kembali keruang rawat Jihan. Tak lama setelahnya, hujan turun membasahi bumi dengan derasnya. Seperti tidak ada hari esok untuk menumpahkan air-air itu.

"Aku bawa banyak makanan. Pilih, kamu sukanya apa?"

"Roti aja deh."

"Nih, eh Fakboy! Lo mau apa?"

"Enak aja fakboy-fakboy! Punya pacar aja engga!"

"Iyain deh, Lo pilih aja ya sendiri!"

"Iya-iya!" Farel sewot.

"Jihan gimana keadaannya? Selain keretakan tulang, yang lebih serius engga adakan?" tanya Jingga bahagia, namun lain hal dengan Farel. Keadaan Jihan tidak sebaik itu, kerusakan ditubuh Jihan bukan hanya soal keretakan tulang. Akan tetapi melebihi itu semua, ada yang lebih serius dari pada luka lebam, atau bagian tubuh yang terkena senjata tumpul.

Ini ... lebih serius, hingga Farel tak mampu bersuara.

....

ᴵᴳ ; ˡᵈʸ_ˢ²¹







Help Me || TAMAT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang