Cerita 1

953 89 12
                                    

“Kau terima kontrak ini atau keluar dari tempatku.”

“Tapi ....”

“Tak ada tapi-tapian, Hee Young. Kau tahu ini kesempatan berlian, sangat langka seorang MUA junior sepertimu bisa jadi penata gaya pribadi aktor terpopuler sedunia.”

Aku tahu itu. Hanya saja ....

Perempuan itu mencengkeram ujung sweater. Kepalanya yang menunduk dalam membuat seluruh muka tertutup helaian tebal rambut berombak. Dan tubuh mungil itu seolah tenggelam di balik baju kebesaran.

“Aku mempertaruhkan nama besarku untukmu. Jangan kecewakan aku.”

Wanita sekurus papan itu melenggang pergi. Namun, di ambang pintu dia berhenti sejenak. “Ah, jangan lupakan utang-utangmu, Hee Young. Kau terima pekerjaan ini, kuhapus bunga utangmu.”

“Dasar bos rentenir sialan!” Perempuan itu memaki keras-keras begitu pintu kaca terayun menutup. Erangan kesalnya terdengar jelas. Bagaimana bisa bosnya itu menjualnya demi bunga pinjaman?

Sekelebat ingatan memunculkan adegan Jenny dan seorang lelaki luar biasa tampan datang ke Jenny House Chungdam Hill, salon tempatnya bekerja. Lelaki itu hanya mengamatinya yang sedang merias seorang aktris senior. Tak mengeluarkan sepatah kata pun. Hanya melihat saja.

Lalu, badai pun datang. Berselang dua hari, Hee Young memasuki kantor bosnya. Wanita paruh baya itu telah meneken kontrak tanpa persetujuan darinya. Memaksanya menjadi penata gaya pribadi Kim Shou. Tak menerima penolakan, tak menerima protes.

“Sialan!” maki Hee Young lagi. Dibantingnya apron. Benda lembut itu sukses menjadi sasaran frustasi Hee Young. “Dasar Rubah Betina!”

Perempuan cantik itu melongok pemandangan di luar salon melalui dinding kaca. Sudah sangat larut. Hanya ada dirinya dan penjaga keamanan di bangunan dua lantai ini. Tak semangat, Hee Young bangkit. Mengenakan mantel melapisi kaos longgarnya, memastikan setiap senti lekuk tubuh tak terlihat, menutupi wajah dengan masker hitam, dan sebagai sentuhan akhir membenamkan topi bucket hingga menutupi separuh muka.

Hee Young sudah akrab dengan penjaga malam, tapi tak membuat pria itu serta-merta mengenalinya. Dia masih saja kaget melihat penampakan serba hitam keluar dari ruang pegawai.

“Astaga, Nona Kim, kau mengagetkan aku.”

Hee Young hanya mengangguk singkat. Tanpa bicara dia melenggang pergi. Hanya mengandalkan lambaian tangan dan berharap pria itu mengerti sapaan tak langsungnya. Untung saja pria itu balas mengangkat cangkir kopi dan memberikan senyum.

“Bagaimana caraku menolak?” Hee Young berkata di sela langkah kaki menyusuri trotoar. Berhati-hati agar sebisa mungkin tak menabrak siapapun, konsentrasi perempuan itu mulai terpecah.

“Apa aku tanya ke Yong Jin saja? Ah, tapi dia sekarang sedang ada syuting di Busan. Bagaimana aku harus bercerita padanya?” Hee Young masih terus mengoceh.

“Tak kusangka calon asistenku punya kebiasaan bicara sendiri.”

Hee Young spontan menghentikan langkah. Jantungnya nyaris copot. Baru dia sadari gang sempit menuju apartemennya sudah di depan mata. Berapa lama dia berjalan hingga tak sadar sudah berada cukup dekat dengan tempat tinggalnya?

“Siapa kau?” Hee Young tergesa memasukkan tangan ke saku. Menggenggam erat-erat semprotan merica. Kepalanya tolah-toleh mencari sumber suara. Sangat sepi di sini. Tak seorang pun terlihat berjalan seperti dirinya. Bulu kuduk Hee Young berdiri setelah menyadari lampu jalan berkedip-kedip ceria.

Jangan mati dulu. Jangan mati dulu. Doa Hee Young dalam hati ke arah lampu jalan.

“Listriknya bermasalah, lampu itu sebentar lagi oke, kok.”

ACALASITHE (tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang