⏺️ 24 ⏺️

284 50 9
                                    

Kamar itu gelap gulita

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kamar itu gelap gulita. Tak ada lampu satu pun menyala. Sora mendesah teringat bola lampu di foyer yang mati.

“Dasar teknologi rendahan,” gerutunya. Tangannya meraba-raba dinding. Saat sakelar tertekan, cahaya hangat menyiram ruang duduk mungil yang didesain berwarna serba hijau.

Baru saja dia hendak menghempaskan diri di sofa saat lambaian vitrase mengusik ketenangannya. Sora mengernyit. Seharusnya jendela balkon tertutup. Sudah kebiasaannya meninggalkan apartemen dalam kondisi semua terkunci.

“Siapa di sana?” Sora berseru keras.

Wanita itu terbeliak kaget melihat siluet sosok dengan sayap terbentang lebar berjalan memasuki ruangan.

“Jenderal Haes-sal?” Suaranya berdeguk.

Malaikat tampan itu berdiri di tengah ruangan. Sosoknya yang menjulang dengan sayap menyentuh lantai serasa memenuhi ruang duduk kecil Sora. Mata emas Haes-sal menyipit. Satu sisi bibirnya tertarik ke belakang. Pandangan menghina dilemparkannya pada wanita itu.

“Kau sudah berani membuat keributan.”

Nada setajam pedang mengoyak ketenangan Sora. Wanita itu menelan ludah. Meski terintimidasi oleh entitas astral Haes-sal, dia masih berusaha menggoda sang malaikat.

“Memangnya kenapa, Jenderal? Kau jelas bersalah karena menikahi seorang manusia. Aku hanya mencoba mengembalikanmu ke jalur yang benar.”

Suara menggelegak di belakang tenggorokan Sora terdengar keras. Wanita itu mendepak-depak lantai bersamaan dengan lengan si malaikat yang mencekik lehernya.

“Kau tak mengenal manusia dengan baik, Dewi. Bukan begini caranya bermain di Bumi.”

Tanpa iba, Haes-sal membanting tubuh semampai Sora. Wanita itu terbatuk-batuk hebat, berusaha sekuat tenaga mengalirkan kembali udara ke paru-parunya. Saat menoleh untuk melabrak pencekiknya, Sora hanya mendapati ruang kosong tanpa penghuni.

“Berengsek kau, Haes-sal!” raungnya murka.


~~oOo~~


Hee Young beringsut-ingsut keluar dari kepompong selimut. Namun, lengan kekar Shou kembali melingkari perutnya.

“Mau ke mana?”

“Shou, kita harus makan. Aku mau memasak.” Hee Young meronta dari dekapan suaminya.

“Pesan saja.”

“Lagi?” Hee Young terbelalak. “Aku tak mau. Lidahku sudah bosan dengan makanan di luar. Biar aku masak sendiri. Lagi pula, persediaan bahan makanan di kulkas bisa rusak jika terlalu lama disimpan.”

Shou mendecih. Matanya mengamati gerakan Hee Young yang kerepotan turun ranjang. Belitan selimut membuat langkahnya jadi sulit. Dia menahan senyum geli saat melihat perempuan itu berusaha keras menutupi ketelanjangannya.

ACALASITHE (tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang